Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bogor - Kabupaten Bogor tidak darurat sampah, tapi darurat tempat pembuangan akhir atau TPA. Penyegelan TPA Kembang Kuning di Klapanunggal oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol dianggap tak memberikan solusi dalam mengatasi masalah pembuangan sampah warga Kabupaten Bogor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Bibin Subiantoro, menyatakan itu saat ditemui di kantornya pada Rabu, 4 Desember 2024. Dia menuturkan bahwa penutupan TPA ilegal di Klapanunggal memang membantu mencegah pencemaran lingkungan, tapi di sisi lain ada angka produksi sampah yang tinggi. Menurutnya, produksi 0,6 kilogram sampah per orang per hari dari total penduduk Kabupaten Bogor yang sebanyak enam juta jiwa tak sebanding dengan kapasitas TPA yang tersedia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami hanya punya Galuga, itu pun sudah crowded dan berebut dengan Kota Bogor. Sedangkan untuk TPPAS Lulut-Nambo yang dijanjikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, nyaris satu dekade ini belum optimal beroperasi. Jadi kami tuh darurat TPA," kata Bibin.
Bibin mengaku kalau Pemerintah Kabupaten Bogor sebetulnya sudah memiliki beberapa opsi dan program dalam penanganan sampah ke depannya. Mulai dari pembentukan Desa Merdeka Sampah hingga Tempat Pembuangan Sementara Terpadu atau TPST 3R (Reduce, Reuse dan Recyle). Namun program itu urung terlaksana karena Pemkab Bogor lebih berharap TPPAS Lulut Nambo segera beroperasi.
"Nah ini kan persoalan nya di provinsi. Jika diperkenankan, Pemkab Bogor sebetulnya ingin menjadi pengelola TPPAS Lulut Nambo karena lokasi lahan ada di wilayah kami, jadi process controlling-nya juga lebih dekat," katanya sambil menambahkan bersedia mencarikan investor di Lulut Nambo. "Tinggal pemprov berkenan atau tidak," kata Bibin lagi.
Sebelumnya, pada Ahad, 1 Desember 2024, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol menyegel TPA di Desa Kembang Kuning, Klapanunggal. Dalam keterangannya, Hanif menyatakan TPA seluas sekitar 6 hektare ini diketahui menampung sekitar 41 ribu ton sampah. Berdasarkan pengawasan penyidik dan pengawas lingkungan hidup, sampah tersebut sebagian besar berasal dari sumber-sumber komersial seperti pusat perbelanjaan.
"Kami sedang menelusuri pemilik izin atau kawasan untuk dimintai pertanggungjawaban. Pelakunya juga dalam proses pendalaman dan akan segera dinaikkan ke tahap penyidikan," kata Hanif.
Hanif menegaskan akan memangil Pemerintah Kabupaten Bogor dan mengingatkan tanggung jawab yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. "Kami akan memberikan sanksi tegas jika diperlukan, termasuk paksaan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor agar lebih tertib dalam mengelola sampah. Ini adalah mandat undang-undang," ujarnya.