Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada tanggal 22 Mei dan 4 Juni 2022 dilaporkan adanya hujan es di Prancis dengan ukuran yang tidak biasa, yaitu sebesar bola tenis. Badan meteorologi, Association Météo Centre, membuat cuitan di Twitter yang memperlihatkan video saat butiran es besar tersebut mendarat di tanah. Pernah melihat bola tenis mental saat mengenai tanah? Nah, seperti itulah yang terekam pada video.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, cuitan juga memperlihat beberapa mobil yang kacanya pecah akibat kejatuhan es besar tersebut. Bahkan, untuk lebih meyakinkan, juga dimuat foto sebuah es berdampingan dengan bola tenis dan meteran untuk mengukur panjang es.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Foto-foto menakjubkan dari hujan es yang jatuh pada Minggu malam di Châteauroux dan sekitarnya (Le Poinçonnet, Ste-Fauste, Neuillay-les-Bois). Ukurannya sebesar bola tenis, bahkan sampai di 8cm!” bunyi cuitan tertanggal 23 Mei 2022 tersebut.
Di Indonesia, kabar adanya hujan es sudah beberapa kali terjadi. Namun, dari segi ukuran hanyalah sebesar kelereng besar. Adakah kemungkinan hujan es berukuran bola tenis jatuh di wilayah Indonesia?
Ida Purwani, Subkoordinator Bidang Prediksi Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), menjelaskan mengenai kemungkinan tersebut. Menurutnya, hujan es tidak hanya terjadi di negara subtropis, tetapi dapat juga terjadi di daerah ekuator seperti di Indonesia.
“Di Indonesia, fenomena hujan es dapat berlangsung dalam durasi yang singkat, biasanya tidak lebih dari 10 menit. Hujan es di wilayah Indonesia biasanya lebih sering terjadi pada musim transisi atau peralihan, baik dari musim kemarau ke musim hujan (September-November) atau dari musim hujan ke musim kemarau (Maret-Mei),” tulis Ida lewat pesan singkat, Rabu, 8 Juni 2022.
Ida mengatakan hujan es merupakan salah satu endapan yang terdiri dari es padat yang terbentuk dari awan cumulonimbus. Hujan es terbentuk saat uap air yang ada di dalam awan cumulonimbus menjadi tetesan air kecil yang kemudian terdorong ke atas akibat pengangkatan dalam awan ke lingkungan yang sangat dingin (suhu < 0 °C) sehingga membeku menjadi bola es kecil yang disebut embrio hujan es.
Embrio hujan es kemudian akan saling bertabrakan dan bersatu sehingga ukurannya menjadi lebih besar (suhu -15 hingga -20 °C). Hujan es kemudian turun ketika aliran udara naik pada awan tidak dapat lagi menopang berat es atau gaya dorong ke atas melemah sehingga bola es jatuh akibat gaya gravitasi ke permukaan bumi.
Fenomena hujan es dapat terjadi karena dipicu oleh adanya pola konvektivitas di atmosfer dalam skala lokal-regional yang signifikan. Hujan es dapat terbentuk dari sistem awan konvektif jenis Cumulonimbus (Cb) yang umumnya memiliki dimensi menjulang tinggi yang menandakan bahwa adanya kondisi labilitas udara signifikan dalam sistem awan tersebut sehingga dapat membentuk butiran es di awan dengan ukuran yang cukup besar.
Besarnya dimensi butiran es dan kuatnya aliran udara turun dalam sistem awan CB atau yang dikenal dengan istilah downdraft dapat menyebabkan butiran es dengan ukuran yang cukup besar yang terbentuk di puncak awan Cb tersebut turun ke dasar awan hingga keluar dari awan dan menjadi fenomena hujan es.
Kecepatan downdraft dari awan Cb yang signifikan dapat mengakibatkan butiran es yang keluar dari awan tidak mencair secara cepat di udara, dan bahkan ketika sampai jatuh ke permukaan bumi pun masih dalam berbentuk butiran es yang dikenal dengan fenomena hujan es.
Ida menjelaskan hujan es dapat terbentuk akibat kondisi atmosfer yang tidak stabil, aliran udara ke atas (updraft) yang kuat, serta lapisan pembekuan (freezing level) yang lebih rendah.
“Hujan es lebih sering terjadi di lintang menengah dengan ukuran yang lebih besar akibat dari lapisan pembekuan yang lebih rendah (<3.400 m) daripada di daerah tropis (4.500-5.000 m). Selain itu, kondisi atmosfer di daerah tropis relatif lebih hangat di lapisan atas sehingga hujan es lebih jarang terjadi,” jelas Ida mengenai penyebab ukuran es di Prancis hingga sebesar bola tenis.
Menurutnya, kecil kemungkinan ukuran tersebut dapat terjadi di wilayah Indonesia. “Kondisi atmosfer yang lebih hangat yang membuat es akan mencair lebih dahulu di atmosfer sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Meski demikian hujan es tetap perlu diwaspadai, selain ukuran yang lebih besar, kecepatan jatuh es juga mempengaruhi daya rusak hujan es tersebut,” jelasnya.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.