Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat asli Pulau Rempang, Kepulauan Riau, bergabung dalam aksi peringatan Hari Tani Nasional ke-57 yang digelar oleh ribuan petani di depan Gedung DPR RI, Selasa, 24 September 2024. Roziana, salah satu warga asal Rempang yang hadir, mengatakan perjuangan para petani senada dengan pergulatan yang terjadi di kampungnya. Baik petani maupun masyarakat Rempang berusaha menjaga ruang hidup yang diwariskan oleh leluhur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Negara wajib melindungi kami sebagai warga negara,” katanya, dikutip dari keterangan tertulis Tim Solidaritas Nasional untuk Rempang, Rabu, 25 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Roziana, pemerintah seharusnya menyediakan tempat tinggal sebagai kebutuhan dasar warga negara. Prinsip itu semakin buram menyusul persoalan agraria yang mendera masyarakat Rempang.
Lebih dari setahun yang lalu, warga Pulau Rempang digusur paksa oleh sekitar 1.000 personel aparat yang memaksa masuk ke kampung. Bentrokan petugas yang ingin mengukur lahan proyek Rempang Eco-City dengan warga lokal tak terhindarkan.
Sukri, warga Rempang lain yang ikut dalam aksi Hari Tani Nasional, menyebut pemerintah selalu datang dengan ancaman dan kekerasan. “Bagi kami, kesejahteraan adalah ketika kami bisa hidup dari laut dan tanah kami,” ucapnya.
Dia masih menyesalkan tindakan regulator yang ingin menggusur kampung di Pulau Rempang demi investasi. Padahal, investasi pabrik kaca itu juga diyakini bisa merusak lingkungan. “Kami bukan Orang Melayu kalau tidak punya kampung.”
Salah satu agenda utama dalam aksi Hari Tani Nasional 2024 adalah ketika massa memukul 1.000 kentungan secara serentak. Bunyi kentungan yang biasanya menandakan kondisi gawat itu dianggap mewakili situasi darurat demokrasi dan agraria di dalam negeri.
Diawali oleh massa dari Gerakan Rakyat Lawan Perampasan Tanah (Geram Tanah), bunyi-bunyian kentungan itu juga ikut digaungkan oleh gerakan buruh, mahasiswa, serta masyarakat sipil, yang ikut dalam kegiatan tersebut. Meski sempat diguyur hujan deras, massa aksi tidak beranjak dan tetap menggelar aksi hingga tengah hari. Massa kemudian bergeser dari depan DPR di Senayan menuju Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Ketika berorasi, Sekretarus Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, mengatakan pemerintahan satu dekade yang dipimpin Presiden Joko Widodo gagal menghadirkan keadilan bagi petani.
“Agenda konstitusi yang bertujuan untuk menciptakan tatanan agraria yang adil dan mensejahterakan petani, melalui reforma agraria, tidak dijalankan," kata Dewi.
Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.