UANG kuliah Parasitologi Fakultas Kedokteran UI dipenuhi
sekitar 40 orang. Mereka adalah peserta kursus Dasar Andal
(Analisa Dampak Lingkungan), yang ketiga diadakan oleh Pusat
Studi Lingkungan (PSL) dan Sumber Daya Manusia Universitas
Indonesia. Kursus yang harus mencapai 102 jam pelajaran itu
dimulai pekan lalu. Ini akan meliputi mata ajaran pembangunan,
pokok-pokok Ilmu Lingkungan, ekologi dan terutama, ekologi
manusia. "Peserta kami ajak untuk bisa mengenal masalah dan
metodologi analisis dampak lingkungan," kata Menteri PPLH
(Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup) Emil Salim ketika
membuka ursus itu.
Setelah UI, secara hampir berurutan akan ada pula kursus Andal
di Lembaga Ekologi Universitas Pajajaran (LE-Unpad) Bandung yang
menekankan pada masalah toksikologi lingkungan. PSL Institut
Teknologi Bandung (ITB) tentang lingkungan pemukiman dan
industri. Dan PSL Institut Pertanian Bogor (IPB) mengenai
masalah lingkungan pertanian. Tiap kursus maksimal hanya
menerima 40 peserta. Untuk spesialisasi empiris, peserta tidak
diperbolehkan turut di dua tempat sekaligus. Karena nantinya, di
keempat perguruan tinggi itu juga akan ada kursus lanjutan dari
kursus Dasar Andal.
Peserta kursus juga harus disaring dan diuji oleh pihak PPLH.
Caranya dengan quiz yang bukan hanya berkisar pada jawaban
ya/tidak saja, tetapi harus membuat sebuah ulasan. Misalnya:
"Kalau membuka daerah transmigrasi pasang surut, segi-segi apa
yang akan Anda perhatikan dan kaitkan dengan lingkungan hidup?"
Dari ulasan calon peserta, panitia bisa menilai seberapa jauh
seseorang terlibat dalam masalah lingkungan. "Sebab yang kami
tekankan ialah pengertian masalah," ujar seorang staf PPLH.
Kursus ternyata tidak gratis begitu saja. Pihak PPLH biasanya
mempunyai jatah 25% bea siswa bagi mereka yang berasal dari PSL
berbagai perguruan tinggi. Instansi pemerintah, yang mempunyai
sangkut paut dalam masalah ini, bisa membayar 60% saja, tetapi
transpor dan akomodasi jadi tanggungan instansi yang
bersangkutan. Sedangkan pihak nonpemerintah (seperti pegawai
Pertamina, Pupuk Kujang, dan Indocement) harus membayar uang
kursus secara penuh (Rp 150.000) dan juga menanggung sendiri
masalah akomodasi dan transpor. "Kami hanya menyelenggarakan
kursus saja," ujar Dr. Nani Djuangsih, Kepala Pelaksana Kursus
Dasar Andal LE-Unpad.
PPLH merencanakan bahwa dalam 5 tahun ini kursus akan
menghasilkan paling tidak 2.500 tenaga "siap pakai" untuk
masalah yang bagi Indonesia masih baru, tetapi cukup penting
ini. Sampai kursus ketiga ini diperkirakan 500 peserta telah
"bijaksana". Kepada mereka antara lain ditekankan bahwa dengan
adanya mobilisasi sumber daya manusia perlu dilakukan suatu
pegangan pokok agar kebijaksanaan nasional untuk pembangunan
(yang terpadu) bisa dilaksanakan. "Setiap proyek pembangunan
harus terpadu," kata seorang staf PPLH.
Direktur PSL UI Mohammad Soerjani menekankan dalam makalahnya
bahwa masalah kemiskinan adalah hal yang paling hakiki. Karena
itu, kursus semacam ini perlu "untuk menanamkan kesadaran
solidaritas sosial dari masyarakat," katanya.
Menurut Direktur LE-Unpad Otto Sumarwoto, Andal memang akan
membawa akibat yang bisa menimbulkan konotasi negatif terhadap
pembangunam "Karena negatif," kata Dr. Sumarwoto, "pelaksana
pembangunan sering bersikap defensif. " Orang luar sering cuma
menuding kesalahan dan tentu pelaksana pembangunan akan bersikap
membela diri atau bahkan menyerang kembali. "Tetapi Andal cuma
mempelajari dampak proyek terhadap lingkungan," katanya lagi,
"bukan dampak lingkungan terhadap proyek pembangunan.
Dalam Andal, pelajaran belum sampai kepada hal mengambil
keputusan. Sebagian besar berkisar kepada masalah teori. Tapi
jelas pendidikan Lingkungan Hidup sedang digalakkan di Republik
ini (lihat Yang Selalu Cari Dana). Menurut Menteri Emil Salim,
Indonesia termasuk kelompok kecil negara yang telah memiliki
undang-undang lingkungan hidup. Anggaran untuk masalah ini di
Indonesia naik ke urutan 12 (Rp 231,3 milyar untuk tahun 83/84).
Tadinya masuk urutan ke-13.
Pokoknya, maju terus dengan Lingkungan Hidup. Dan kursus seperti
Andal, menurut Sumarwoto, bisa dikoreksi dalam kursus Amril
(Analisis, Manfaat dan Risiko Lingkungan). LE-Unpad telah
mengadakan Amril di tahun 1981. Setiap peserta Amril diharapkan
bisa memecahkan masalah dalam bentuk analisa dan jalan keluar
mengatasinya. Karena bentuk pendidikan ini juga baru bagi
Indonesia, menurut Sumarwoto, ada kesulitan bagi para pengajar
yang telah mempunyai pengalaman praktek. "Kami tidak tahu
persis, bagaimana mempraktekkan pengalaman kami," katanya.
Tetapi Marzuki, dosen Manajemen Penerangan Fakultas Publisistik
Unpad, mengeluh bahwa bahan kuliah diberikan terlalu banyak,
dan waktu kuliah terlalu singkat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini