Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tambang ilegal yang menggangsir hulu Daerah Aliran Sungai atau DAS Batanghari, Sumatera Barat, sudah serupa jaringan rente. Selama bertahun-tahun, aktivitas pertambangan ilegal tak pernah berhenti. Praktik lancung itu melibatkan banyak pihak, mulai dari pemodal tambang, politikus, birokrat lokal, hingga penegak hukum yang justru menjadi beking tambang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belakangan tambang-tambang tak berizin itu menarik perhatian, menyusul kasus “polisi tembak polisi” pada 22 November 2024. Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Solok Selatan Ajun Komisaris Ryanto Ulil Anshari tewas ditembak sejawatnya, Kepala Bagian Operasi Polres Solok Selatan Ajun Komisaris Dadang Iskandar. Markas Besar Kepolisian RI (Polri) memecat Dadang dan menetapkannya sebagai tersangka pembunuhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pembunuhan ditengarai karena Dadang kesal atas penangkapan pelaku penambangan ilegal oleh Ryanto. Dalam sidang oleh Komisi Kode Etik Polri, Dadang mengaku menjadi beking pertambangan tak berizin di Batang Bangko, Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan. Persidangan itu mengungkap sejumlah nama lain, bahkan ada dugaan aliran uang ke Kepala Polres Solok Selatan Ajun Komisaris Besar Arief Mukti Surya Adhi Sabhara.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Barat mencatat empat kabupaten disasar bisnis tambang ilegal yang dibeking penegak hukum. Di antaranya Kabupaten Solok, Dharmasraya, Sijunjung, dan Solok Selatan. Dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis Rencana Tata Ruang dan Wilayah Sumatera Barat 2023-2043 menguatkan temuan itu. Dokumen itu mengungkap adanya pembukaan tambang ilegal seluas 7.622 hektare di kawasan hulu DAS Batanghari.
Tempo mendatangi sejumlah lokasi. Satu di antaranya merupakan tambang emas ilegal yang berada di Nagari Lubuk Ulang Aling Selatan, Kecamatan Sangir Batang Hari, Kabupaten Solok Selatan. Di tempat itu, penambangan berada di kawasan hutan lindung dengan luas mencapai 47,32 hektare atau 66 kali lapangan sepak bola. Lokasinya tersembunyi di balik perbukitan, tak jauh dari Sungai Batang Sangir.
Pada bagian hilir aliran Sungai Batanghari, Tempo juga menjumpai beberapa lokasi tambang ilegal di Nagari Koto Nan IV Dibawuah, Kecamatan Sembilan Koto, Kabupaten Dharmasraya. Beberapa perahu penambang, dilengkapi mesin 35 tenaga kuda, masih beroperasi pada Senin, 16 Desember 2024—tak jauh di sisi selatan Bendungan Batanghari. Perahu-perahu itu menyedot pasir dari dasar sungai, disemburkan melalui pipa ke tepi, kemudian didulang untuk mendapatkan emas.
Pembaca yang terhormat, rubrik Lingkungan Majalah Tempo edisi pekan ini menyajikan laporan mengenai aktivitas tambang ilegal yang telah merusak DAS Batanghari yang memiliki bentangan 4,5 juta hektare di provinsi Sumatera Barat dan Jambi. Selain dirusak oleh tambang ilegal, perubahan fungsi hutan untuk perkebunan sawit dan hutan tanaman industri memperburuk kondisi DAS Batanghari. Tanda-tanda kematian Batanghari bahkan sudah terlihat di anak sungainya, Sungai Batang Sangir.
Pilihan editor: DAS Batanghari Tak Lama Lagi Mati