KONI Pusat mengunci tahun 1975 dengan rapat Komite Pembinaan
Prestasi. Sasarannya bagaimana mencapai peningkatan prestasi
dengan usaha seefisien mungkin. Rapat Komite yang langsung
dipimpin oleh Wakil Ketuanya untuk Bidang Pembinaan Prestasi,
Gatoto Sugagio, mnentukan ke-16 cabang olahraga Asian Games
yang lalu berlaku pula bagi PON IX tahun 1977 di Jakarta, Ke-16
cabang olahraga itu: atletik, bulutangkis, bolabasket, tinju,
balap sepeda, anggar, sepakbola, senam, hockey, menembak, renang
(loncat indah, polo air), tenis meja, tenis, bolavolley, angkat
besi dan gulat.
Ini berarti mata acara olahraga PON VIII tiga tahun lalu yang
disebut PON Prestasi, mengalami penyusutan cukup drastis. I)ari
27 cabang olahraa PON VIII itu menjadi tinggal 26. Tapi agaknya
pimpinan KONI Pusat belum sepenuhnya bebas dari keluwesan.
Apalagi jika Pekan Olahraga Nasional dikaitkan dengan kondisi
dan situasi di persada ini. Maka harap dimengerti mengapa Pencak
Silat dan Panahan pun diberi status yang sama seperti olahraa
Asian Games. "Harus kita maklumi", ujar seorang anggota Komite
kepada TEMPO, kedua cabang olahraga itu adalah olahraga
tradisionil yang berakar pada rakyat lndonesia". Sampai di sini,
jumlah 16 cabang olahraga oleh rapat Komite ditambah 2 menjadi
18.
Itu belum final. Rapat Komite yang bersidang di gedung KONI
Senayan itu, nampaknya dengan berat harus merangkul cabang
olahraga Layar, Softball, Judo dan Karate ke dalam PON IX.
Pertimbangannya konon bermacam-macam meski belum terdapat titik
pertemuan yang jelas. Misalnya, kalau Layar boleh masuk, kenapa
Terbang Layang tidak? Mungkin argumentasi rapat memilih kegiatan
dan prestasi sebagai batu ujian. Tapi ini pun dapat dibantah.
Apakah kegiatan dan prestasi golf kurang dari softball? Malah
kalau diungkit lebih jauh, Bridge dan Catur bisa tersinggung.
Silakan Komite menjawab! Akan halnya Judo dan Karate--keduanya
bukan olahraga Asian Games--juga merongrong pikiran. Ketimbang
Karate yang tidak jarang bikin stori, mengapa tidak saja rapat
Komite memberi peluang pada Kempo misalnya. Bukankah induk
organisasi Kempo yang meski masih hijau belakangan ini
memperlihatkan perkembangan yang lebih sehat? Masih banyak lagi
hal-hal kontroversil yang menggoda benak. Tapi sementara ini
pimpinan KONI Pusat bukan tidak mellyadari. Alasan untuk
merangkul ke 4 cabang olahraga itu akhirnya ditemui juga: karena
"faktor X". Dan siapakah yang mampu menjelaskan faktor "siluman"
itu? Jadi mata acara PON IX sekarang dari 18 + 4 = 22.
Asal Cuap
Tapi itu pun masih belum final. Sebab ke-22 cabang olahraga PON
IX itu masih berupa rancangan Komite Pembinaan Prestasi KONI
yang menuntut pengesahan Musornas (Musyawarah Olahraga Nasional)
yang akan bersidang pada pertengahan Januari ini. Di samping itu
rapat Komite pekan lalu itu, mengusulkan pula pengura,lgan
peserta atlit dan ofisial sebanyak 15 persen dari PON VIII.
Menurut catatan resmi jumlah peserta PON VIII meliputi 3.309
peserta. Dengan ancer-ancer pengurangan tersebut diharapkan
jumlah peserta PON IX nanti hanya 2.896 orang (terdiri dari
2.625 atlit dan 275 ofisial). Usia peserta atlit pun terkena
syarat peremajaan: tidak lebih dari 30 tahun (menurut akte tentu
saja). Dan cabang olahraga beregu untuk putera dibatasi lewat
kwalifikasi hanya 8 peserta daerah. Untuk puteri 6 daerah.
Dengan begitu PON IX ingin mencapai peningkatan di bidang
organisasi dan prestasi, paling tidak bisa mencapai setaraf
prestasi di Asia.
Tapi di balik isyu yang bakal menjadi hangat dalam Musornas KONI
seIndonesia minggu depan, adalah ajakan M.F. Siregar, Sekjen
KONI Pusat. Ia berulangkali ingin memancing para utusan daerah
dan pimpinan induk-organisasi untuk membuka mulut melontarkan
ide-ide kreatif untuk tidak begitu saja menerima umpan yang
disuapkan. Tapi tentu saja tidak asal cuap dan ngawur. Sertailah
dengan data-data yang valid untuk membuktikan, bahwa mereka
bukan sekedar "kerbau yang dicocok hidungnya" dan mau
dipermainkan oleh pimpinan yang bermodalkan "faktor X".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini