Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ada Yang Mau Menjatuhkan Saya ...

Banyak pihak tidak setuju bardosono sebagai ketua umum pssi yang dipilih secara aklamasi dalam kongres di yogya, menggantikan purwanegara k sh. mereka menuntut diselenggarakan kongres luar biasa. (or)

23 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YOGYA, Desember 1974. Malam telah larut. Tapi suasana Kongres PSSI di Gedung Agung tetap hangat. Agenda sidang tinggal satu mata acara lagi: pemilihan formatur baru. Menurut ketentuan acara yang telah disepakati, masalah ini baru akan dibahas esok harinya. Di meja pimpinan rapat, Kosasih Purwanegara SH tampak seperti berfikir keras. Ia masih dipengaruhi oleh pembicaraan seorang perutusan sidang, yang meminta agar pemungutan suara dalam pemilihan nanti dilakukan secara bebas dan rahasia. Ia cukup maklum maksud usul itu. Mengingat ketika itu ada dua fihak yang mau maju sebagai kandidat Ketua Umum PSSI. Di satu fihak kelompok Trio Plus -- Syarnubi Said-Hutasoit-Suparjo. Di lain fihak tampil Bardosono. Padahal dalam kepala Kosasih sudah terdapat gambaran yang jelas siapa yang bakal menempati kursi Ketua Umum PSSI sepeninggalnya. Perasaannya memlih Bardosono. Dalam berfikir-fikir itu, menurut cerita Kosasih, tiba-tiba seorang peserta sidang membuka suara: "Besok Minggu, Pak. Minggu mau ke luar". (Versi lain mengatakan bahwa yang memberikan penawaran itu adalah Kosasih sendiri). "Kalau besok mau ke luar (maksudnya: melakukan aeara bebas), pemilihan mesti sekarang dibicarakan", jawab Kosasih. Usul itu kemudian disepakati oleh sebagian besar peserta rapat. Dan diputuskanlah (setelah merobah agenda sidang) bahwa pemilihim dilakukan malam itu juga. Palu pimpinan kemudian diserahkannya kepada Daeng Pattompo. "Saya telah mendesak supaya tata tertib dalam prosedur rapat ditaati". kata Hendrik Wiriadinata, perutusan Biak. Tapi. "Pattompo menganggap calon cuma satu: Bardosono". Agaknya yang menjadi dasar penetapan Pattompo adalah gemuruh suara yang meneriakkan: Bardosono, Bardosono. "Padahal kalau saja orang itu (Kosasih tidak mau menyebut nama, barangkali yang dimaksud adalah Hendrik Wiriadinata) berdiri, lagi pula ia duduk di depan, mungkin jalan sidang akan lain", cerita Kosasih. Itu memang tidak terjadi. Dan pimpinan sidang telah mengetokkan palu pertanda kemenangan Bardosono secara aklamasi. Sekalipun tidak murni, karena di situ rupanya aklamasi adalah suara yang paling keras. Ketidak-murnian sokongan dalam Kongres Yogya yang lalu, tampak menjadi nyata setelah Bardosono melewati hari-hari kepemimpinannya di PSSI. Suara-suara daerah mulai bermunculan. Dan menuntut diadakannya Kongres Luar Biasa. Lebih-lebih setelah pengumpul suara (vote getter) seperti Sutjipto Danukusumo dan Kamamddin Panggabean disingkirkan dari kepengurusan PSSI. "Jangan saudara-saudara lupa bahwa kepengurusan ini tertulisnya tidak dengan dukungan penuh. Ada golongan-golongan yang tidak menyetujui", penjelasan Kosasih, yang juga menyatakan diri tidak dapat bekerja sama dengan Bardosono. Ia mengundurkan diri dari jabatan Wakil Ketua Dewan Penasehat PSSI, bulan lalu. Tapi mengingat bond yang buka suara lebih kecil jumlahnya ketimbang yang diam, tidakkah mayoritas tetap berdiri di fihak Bardosono'? Bukankah diam selama ini diartikan orang dengan setuju? Kosasih tampak tidak sependapat dengan itu. Sekalipun ia tidak tahu pasti apa yang menyebabkan bond-bond pada tutup mulut, tapi ia mempunyai asumsi tidak mungkin bond-bond itu setuju dengan keadaan sekarang. "Tak mungkin mereka bergembira setuju kalau prestasi PSSI serba mundur", dalih Kosasih. Ia juga mengingatkan bahwa sekarang yang terdengar adalah suara-suara yang tidak setuju. Tidak ada satu pun suara yang terang-terangan menyokong garis kepemimpinan Bardosono. "Nggak ada, toh. Nggak ada, toh", seru Kosasih. Gejolak ketidak-puasan dalam tubuh PSSI memang tak pernah reda. Yang terang-terang buka suara juga tak banyak. Tiga orang bekas pengurus PSSI -- Sutjipto Danukusumo-Hans Pandelaki-Kamaruddin Panggabean yang dulu merupakan penyokong Bardosono September lalu lembali menyatakan garis pendirian. Setelah hampir l tahun mereka bungkam terhadap kemelut yang melanda PSSI. Bekas Ketua I PSSI, Sutjipto Danukusumo mengawali penilaian atas cara kerja Bardosono yang kian simpang siur, tidak konsisten, dan mau menang sendiri Kamaruddin Panggabean mengutarakan bahwa ada 19 bond angta Komda Sumatera Utara dan 7 dari Komda Aceh -- yang mendesak diadakannya Kongres Luar Biasa PSSI, guna mengatasi kemelut itu (TEMPO, 2 Oktober 1976). Juga Persija memandang perlu Kongres Luar Biasa. Sementara itu KONI Pusat tak kurang menganggap persoalan PSSI sebagai hal yang serius. Dikuatirkan gejolak yang tumbuh akan mengancam perkembangan dunia persepakbolaan nasional. Menilik perjalanan pemilihan Bardosono memang tidak kelihatan begitu beres. Ditambah dengan sikap diam mayoritas bond-bond -- entah karena takut atau dan sebagainya. Mengingat sikap bersuara atau diam yang dilakukan oleh bond-bond bisa mengundang tafsiran macam-macam dari berbagai fihak yang saling bertentangan faham. Tampaknya KONI-lah kini yang diharapkan bertindak. AKAN mampukah KONI mengatasi persoalan itu? Entahlah. Bardosono bukanlah sekedar persoalan organisasi PSSI, tapi nampaknya menyangkut masalah "politik". Sepulangnya dari menghadap Presiden, pekan lalu, Ketua KONI, Suprajogi hanya mengatakan bahwa KONI akan memanggil pengurus PSSI secepatnya. Tapi Bardosono selaku pemegang mandat Kongres PSSI menganggap persoalan yang muncul sebagai urusan rumah tangga PSSI. Dan bisa diselesaikan sendiri. Di bawah ini wawancara TEMPO dengan Ketua Umum PSSI itu: Tanya: Apakah betul ada gerakan inkonstitusionil yang ingin menjatuhkan Bapak? Jawab: Kalau yang ingin menggantikan kedudukan atau menjatuhkan saya serta pengurus PSSI secara inkonstitusionil, itu memang ada. Terutama dari mereka yang dulu pernah duduk dalam kepengurusan PSSI. Dan mempunyai ambisi untuk duduk kembali. (Pernyataan itu dengan tangkas dibantah oleh bekas Sekum PSSI, Hans Pandelaki: "Tidak benar tuntutan bond untuk mengadakan Kongres Luar Biasa itu inkonstitusionil. Tuntutan tersebut berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PSSI. Jadi konstitusioilil"). T: Betulkah ada bond-bond yang mengirim surat menuntut Kongres Luar Biasa PSSI? J: Sampai sekarang tidak ada. Lalu Bardosono menceritakan bahwa dulu memang pernah ada surat dari bond 1 dari Sibolga, 1 dari Bogor, 1 dari Malang, dan 1 dari Komda Jawa Tengah -- yang meminta penjelasan mengenai kebijaksanaan yang dijalankannya. "Persoalan itu sudah selesai", ujar Bardosono. Ia kemudian menambahkan bahwa dalam suasana Hari Raya Idulfitri yang lalu, ia ada menerim sejumlah surat dari pengurus bond. Isinya: Mengucapkan Selamat Hari Raya Idulfitri. Dan ada pula yang menambahkan: Semoga sukses. Ucapan selamat iu jumlahnya sekitar 220 buah. Oleh Bardosono, kartu lebaran itu ditafsirkan sebagai dukungan moril daerah terhadap kepemimpinannya. Sebab, "Tak satu pun dari surat itu meminta Kongres Luar Biasa. Juga yang dulu", tambah Bardosono. T: Bagaimana dengan 19 bond seperti yang dikatakan Kamaruddin Panggabean? J: Saya kira itu bohong besar. Setelah saya cek pada Sekum Jumarsono, tidak ada suratnya. Yang dikirim langsung pada saya, juga tidak ada. (Sementara itu, Sekjen KONI, M.F. Siregar mengatakan bahwa KONI ada menerima sejumlah tindasan dari tuntutan yang diajukan bond kepada PSSI. Ia tidak menyebut jumlahnya berapa). T: Apakah tidak mungkin surat itu dihilangkan oleh pengurus PSSI? J. Tidak mungkin. Saya tidak berpendapat demikian. Masak dihilangkan. T. Bagaimana tanggapan Bapak tentang tuntutan Kongres Luar Biasa dari Persija? J: Tumakaka [salah seorang pimpinan Persija] begitu membikin pernyataan bersama Soekendro segera lapor pada saya. Ia sendiri bertentangan dengan itu. Tidak sekehendak. Karena klub-klub tidak mendukungnya. Itu Tumakaka tahu betul. SK Wibowo, tahu betul. Zazuli, tahu betul. Jilis Tahir tahu betul. [Nama-nama yang disebut Bardosono adalah tokoh-tokoh klub di lingkungan Persija]. Mereka datang di sini [maksudnya: di rumah Bardosono] melaporkan segala sesuatunya. Dan akan meminta pertanggunganjawab Soekendro sebagai Ketua Umum Persija dalam rapat anggota, 9 Nopember nanti. T: Beberapa daerah, seperti Jakarta dan Sumatera Utara menyatakan kesanggupan untuk menjadi penyelenggara Kongres Luar Biasa. Bagaimana tanggapan Bapak? J. Saya tidak yakin, mereka menyatakan itu dengan hati yang jujur. Mungkin mereka dipengaruhi oleh golongan atau oknum tertentu. Coba fikir. Untuk menyelenggarakan Kongres Luar Biasa itu, biayanya paling sedikit 50 juta rupiah. Dari mana Persija atau daerah lain mendapatkan uang sebanyak itu. Di samping itu, sekali lagi saya tgaskan bahwa Kongres Luar Biasa tidak ada. Untuk mengadakan Kongres Luar Biasa harus ada 3 persoalan. Pertama, harus ada 1/3 dari jumlah anggota, lebih kurang 100 bond yang mengajukan usul untuk diadakan Kongres Luar Biasa. Kedua, ada masalah penting dan mendesak urtuk dibicarakan. Ketiga, ini yang terpenting, jika Ketua Umum PSSI menyetujui. Karena, pertama, jumlah yang mengajukan usul tidak mencapai 1/3. Kedua, tidak ada masalah yang mendesak. Maka tidak perlu ada Kongres Luar Biasa. Yang mereka katakan kemelut atau ricuh, sudah saya selesaikan satu-per-satu, dan habis. T: Kenapa bond-bond sekarang pada diam? Apakah mereka takut? J. Mereka tidak takut. Tapi mereka dewasa. Dapat memilih mana yang benar dan mana yang salah. T: Bagaimana usaha Bapak untuk menetralisir suara-suara sumbang terhadap kepengurusan sekarang? J: Kerja keras. Dan melaksanakan semua program berdasarkan strategi dan rencana PSSI. Serta tidak menghiraukan kritik-kritik atau suara-suara yang bernada negatif dan destruktif. T: Betulkah Komwil-Komwil memberikan dukungan terhadap kepemimpinan Bapak? J. Dalam rapat Komwil (Rabu, 6 Oktober malam) tidak dibicarakan soal dukung-dukungan. Malam itu mereka hanya melaporkan kemajuan-kemajuan di wilayah masing-masing Sementara saya memberikan penjelasan kepada mereka mengenai keadaan PSSI sekarang ini. Bahwa heboh itu tidak ada. Kericuhan tidak ada. Semua sudah selesai. (Sehari setelah pertemuan itu, Sekum Jumarsono mengungkap keterangan yang agak bertentangan dengan keputusan rapat. Ia menyatakan kelima Komisaris Wilayah itu melaporkan kepada Bardosono bahwa seluruh bond di wilayahnya berdiri penuh di belakang Ketua Umum PSSI. Dan sekaligus membantah suara-suara yang mengatakan ada bond-bond dari Sumatera Utara, Jakarta, dan Jawa Tengah yang mendesak diadakannya Kongres Luar Biasa. Pernyataan Jumarsono, itu kemudian dibantah oleh Erwin Baharuddin dari Komwil II). T: Sehubungan dengan keterangan Erwin Baharuddin yang berbeda dengan Jumarsono setelah sidang Komwil yang lalu, ada yang mengatakan mereka itu seperti kena sirep (pukau). Apa betul? J: Nggak betul. Masak mereka kena sirep. Saya bukan tukang sirep. (Bardosono lalu ketawa: ha, ha, ha lama sekali). J: Ada yang mengatakan karena Bapak sebagai pejabat pemerintah -- dalam hal ini Sekdalobang -- dan mengadakan rapat PSSI di Bina Graha menyebabkan orang menjadi rikuh. Apa betul? J: Tidak pernah. Rapat-rapat PSSI saya adakan di Senayan. Tiap hari Kamis jam 15.00, sesudah jam kerja. T: Betulkah Bapak menjanjikan sejumlah uang buat Komwil? J: Tidak ada. Yang benar bahwa untuk setiap Komwil memang tersedia bantuan rutin 25 ribu rupiah, per bulan. Itu untuk keperluan administrasi, uang perangko, dan sebagainya. T: Ketua KONI, Suprajogi pernah mengatakan bahwa akhir-akhir ini prestasi PSSI menurun. Apa komentar Bapak? J: Prestasi itu tidak identik dengan medali atau jumlah gol kemenangan. (Kemudian Bardosono menceritakan bahwa PSSI dalam strateginya membagi 4 fase perkembangan. Tiap fase 1 tahun. Fase pertama dan kedua merupakan fase investasi dan fondasi. Guna meletakkan dasar yang kuat untuk take off pada fase ketiga dan keempat). Jadi kalau menilai prestasi dengan jumlah gol kemenangan dalam fase pertama dan kedua adalah sangat keliru. Sukses atau tidaknya investasi harus dinilai apakah dalam masa investasi itu ditelorkan bibit-bibit unggul, apa tidak. Buktinya, sekarang ada Suhatman, Taufik Lubis, Burhanuddin, dan lain-lain yang menjadi pengganti pemain-pemain senior saat ini. T: Apakah memang wajar KONI turun tangan dalam masalah tuntutan Kongres Luar Biasa? J: Urusan PSSI sebenarnya adalah urusan intern top organisasi. Kalau pimpinan PSSI sanggup menyelesaikan urusan intern-nya, kenapa orang lain atau instansi lain, termasuk KONI Pusat, ikut campur. Kecuali bila pimpinan PSSI minta tolong untuk menyelesaikan urusan intern-nya. Baru instansi lain, termasuk KONI Pusat, bisa menolongnya. Tapi selama kita sanggup menyelesaikan sendiri untuk apa mereka mencampuri urusan orang lain. Mbok ya sempurnakan urusan sendiri dulu. T: Apa yang Bapak maksud dengan Demokrasi Sepakbola? J: Demokrasi Pancasila yang diterapkan dalam persepakbolaan. T: Mengapa rekening PSSI di bank atas nama Ketua Umum PSSI? J: Saya tidak ingin terulang kasus hilangnya uang 5 juta rupiah seperti dalam kepengurusan lalu, tanpa proses. Karena pada akhirnya Ketua Umumlah yang bertanggungjawab mengenai keuangan. T: Bagaimana neraca keuangan PSSI sekarang? Defisit atau surplus? J: Dua minggu lalu, masih defisit 1 1/2 juta rupiah. Tapi setelah ada pertandingan (maksudnya: pertandingan dengan Sao Paolo) surplus 15 juta rupiah. T: Berapa besar bantuan KONI untuk PSSI? J: Bantuan KONI kepada PSSI yang berupa uang subsidi untuk top organisasi, kami tidak pernah memintanya. Misalnya ada, saya kira amat kecil sekali.] T: Mengingat usia Tony Pogaknik sudah mulai laniut (64 tahun), apakah Bapak yakin dia akan berhasil menangani team PSSI Pre World Cup dengan sukses? J: Soal yakin dan tidak itu sebetulnya relatif. Tapi saya menaruh keyakinan bahwa Tony mempunyai nilai-nilai positif yang cukup tinggi untuk mensukseskan PSSI Pre World Cup di Singapura. T: Dulu Tony pernah menyebut Sinyo Aliandu dan Januar Pribadi untuk menjadi asistennya. Bagaimana dengan kasus Sinyo Aliandu yang menginginkan kontrak sebagai pelatih? J: Tony memang sudah mengusulkan beberapa nama untuk menjadi pembantu coach pada saya. Di antaranya termasuk nama Sinyo Aliandu. Tapi masih sedang saya pelajari. Belum diputuskan. Saya akan dengar pendapat anggota pengurus lain dulu. (Menjelang keberangkatan team PSSI Harimau ke Eropa, Juli lalu pelatih Sinyo Aliandu sebelum mendampingi team tersebut mengajukan usul sistim kontrak buat pelatih. Ia meminta bayaran 1/2 juta rupiah per-bulan. Sementara Tony untuk tugas sekarang mendapat bayaran 1.000 dollar AS -- sekitar 420.000 rupiah. Permintaan Sinyo itu tidak dipenuhi oleh PSSI). T: Betulkah Coerver (bekas pelatih team Pre Olimpik) akan dipanggil kembali? J: Coerver memang mempunyai kewajiban 2 bulan lagi sebagai pelatih PSSI. Ia sudah dibayar untuk masa 12 bulan. Yang dijalaninya baru 10 bulan. Jadi masih kurang 2 bulan lagi. Tapi sebelum Pre World Cup saya tidak akan memanggil Coerver. (Dua pekan silam di Jakarta tiba pimpinan klub sepakbola Go Ahead Eagles, P. Stephan dari Belanda. Oleh sementara pengamat olahraga ia diperkirakan akan turun tangan membantu persiapan PSSI). T: Bagaimana dengan Stephan? J: Stephan tugasnya lain. Ia datang di sini mewakili pemerintahnya dalam bidang persepakbolaan untuk memberi bantuan pada PSSI. Ternyata di Negeri Belanda, mereka menghargai dan menilai tinggi hasil karya dari PSSI. Sehingga mereka bermaksud untuk membantu PSSI dengan memberikan grant. Bantuan cuma-cuma untuk PSSI itu nanti akan saya salurkan buat kepentingan Diklat Salatiga. T: Apa betul Bapak akan mengundurkan diri? J: Tidak benar. Itu yang dirmuat Pos Kota hari ini (Rabu, 13 Oktober 1976) merupakan fitnah dan kabar bohong. T: Kalau Bapak mengundurkan diri, kabarnya Gubernur Ali Sadikin yang akan diminta kesediaannya untuk menjadi care taker Ketua Umum PSSI. Bagaimana komentar Bapak? J: Saya tidak akan mengundurkan diri. Dan saya tidak ada niat untuk itu. Saya akan tetap melaksanakan kepercayaan Kongres Yogya untuk masa jabatan 4 tahun. T: Sehubungan dengan tuntutan Kongres Luar Biasa dari Persija, Bapak menantang untuk mencarikan pengganti. Itu maksudnya apa? J: Bukan menantang. Waktu itu saya katakan oleh karena pengalaman saya sebagai Ketua Umum itu cukup berat, maka saya minta agar dari sekarang sudah disiapkan calon Ketua Umum PSSI untuk Kongres 1978. Jadi bukan menantang. T: Apakah dalam Kongres yang akan datang, Bapak akan mencalonkan diri lagi? J: Tentang saya mencalonkan diri atau tidak tergantung pada situasi nanti. Kalau saya merasa sudah capek, saya tidak akan mencalonkan diri. Tapi semua itu tergantung pada kondisi dan situasi nanti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus