DI ranjangnya, di kamar Hotel Narai, Bangkok, menggeletak sebuah boneka Teddy Bear warna abu-abu. Boneka itu sering digendongnya, ke mana dia pergi, bahkan ketika menerima kalungan medali emas di kolam renang Hua Mark. Tak aneh, kalau Nurul Huda Abdullah menyenangi boneka, karena gadis kecil ini baru berumur 13 tahun. Tapi selama SEA Games di Bangkok, nama Nurul begitu banyak dibicarakan orang. Mengapa tidak? Di kolam Hua Mark, Nurul menyumbangkan 7 medali emas untuk negerinya, Malaysia, suatu jumlah yang cukup besar, mengingat Malaysia cuma mengumpulkan 26 emas dari semua cabang olah raga yang diikutinya. Selain itu, Nurul memecahkan 6 rekor SEA Games, 5 atas nama perenang Singapura paling beken di Asia Tenggara selama ini, Junie Sng, dan 1 atas nama perenang Indonesia, Naniek Suwaji. Yang lebih penting, lewat kepakan tangan Nurul, pecah 2 rekor renang Asian Games, yaitu 400 m gaya ganti perorangan yang diciptakan perenang Jepang, Hidaka Koshimizu. di New Delhi, 1982, dan 800 m gaya bebas milik perenang Jepang lainnya, Naoshi Sakido, yang diciptakan juga di New Delhi pada kejuaraan yang sama. "Anak itu memang luar biasa, dan betul-betul kali ini jadi tambang emas Malaysia, seperti halnya kita dulu punya Naniek Suwaji, dan Singapura punya Junie Sng," kata M.F. Siregar, Ketua Umum PRSI. Selama renang dipertandingkan, 9 sampai 12 Desember, setiap hari Nurul tak pernah absen turun bertanding, karena dia ikut bertanding di 11 nomor. Dia cuma kecolongan di 4 nomor, satu di antaranya 100 m gaya punggung, dari perenang Indonesia Ratna Pradipta. Sedangkan si jago kandang Elfira Rosa Nasution, 14, babak belur di tangan Nurul, ia tak satu pun mendapat medali emas. "Sebetulnya Elfi cukup maju, berhasil memperbaiki beberapa rekor nasional, tapi Nurul terlalu hebat, kita mau bilang apa," ujar Raja Murnizal Nasution, pelatih dan ayah kandung Elfira. Bertubuh mungil, dengan berat 44 kg, tinggi 1,50 m, Nurul terlihat terlalu kecil duduk sambil menggigiti kuku, ditepi kolam berjajar dengan perenang-perenang lainnya. Apalagi dibanding Elfira yang bertubuh bongsor itu. Tapi begitu pistol start meletus, si kecil itu melejit begitu cepat. "Sejak kecil saya memang suka berenang, apalagi kalau jaraknya jauh, semakin bersemangat karena terasa ditantang," kata Nurul kepada Didi Prambadi dari TEMPO. Memang Nurul lebih spesialis pada perlombaan jarak menengah. Nama Nurul sebenarnya adalah Chng Su Lin, tapi ayahnya, Chng Fu, seorang arsitek di Kuala Lumpur, yang kebetulan beragama Islam, memberinya nama Nurul Huda Abdullah. Kini kedua orangtuanya sudah bercerai, dan Nurul mengikuti ibunya, Cindy Wee, anak presiden Singapura sekarang, Wee Kim Wee. Dua tahun lalu, Nyonya Cindy memboyong anaknya ke Brisbane, Australia, "karena di Malaysia tak ada pelatih yang baik untuk menanganinya," ujar Nyonya Cindy. Di sana Nurul berlatih di klub renang sekolahnya, A.C.I. Lawrence, di bawah pelatihnya, Findlay. Nurul baru bergabung dengan kontingen Malaysia, menjelang SEA Games ini. Karena itu, ketua kontingen Malaysia, Datuk Zaman Khan, mengakui bahwa keberhasilan Nurul bukan hasil pembinaan mereka. "Habis SEA Games ini, dia akan pulang lagi ke Australia," katanya. Bakat renang Nurul sudah kelihatan sejak dia berumur 7 tahun, ketika dia menjadi juara renang kelompok umur di Kuala Lumpur, 1979. Sekarang setelah dua tahun di Australia dilatih oleh tiga orang pelatih - Findlay baru tiga bulan - Nurul tampak sudah matang. Melihat prestasinya di Bangkok, Nurul kini mematok ambisi yang cukup tinggi. "Pada Olimpiade 1988 saya berusia 16 tahun. Saya bertekad merebut medali emas," katanya lugu, sambil membetulkan letak kaca matanya yang minus 3 itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini