Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Hancur di bangkok dan pimpinan ... hancur di bangkok dan pimpinan...

Indonesia, kalah telak oleh muangthai pada sea games xiii. prestasi indonesia, mundur hampir di semua cabang. ketua koni dadang suprayogi menyatakan bersalah dan niat mengundurkan diri. (or)

21 Desember 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK ada lagi wajah tegang di Hotel Bangkok Palace. Hampir semua anggota kontingen Indonesia tampaknya sudah mulai melupakan pil pahit yang baru mereka terima: gagal mempertahankan gelar sebagai pengumpul medali emas terbanyak di SEA Games XIII Bangkok, yang berakhir Selasa pekan ini. Hanya berhasil mengumpulkan 62 medali emas, kontingen yang sudah menjadi pengumpul medali emas terbanyak sejak SEA Games 1977 itu akhirnya harus mengakui keperkasaan kontingen tuan rumah Muangthai. Menekan lawan-lawannya sejak awal SEA Games, 8 Desember lalu, yang diikuti sekitar 2.000 atlet itu, kontingen tuan rumah dari hari ke hari tak pernah turun sebagai pengumpul medah terbanyak sampai hari terakhir (93 medali emas). Kemenangan tuan rumah ini memang telak betul. Itulah mungkin sebabnya, para atlet dari kontingen juara yang dikalahkan jadi pasrah. Mereka tampaknya tak lagi merasa perlu bersedih-sedih dengan kekalahan yang barusan terjadi. Perjuangan toh sudah selesai. Malah sudah sejak sepekan lalu beberapa pimpinan kontingen Indonesia sempat tersiksa menunggu kepastian lepasnya gelar tadi. Menyelesaikan 18 dari 19 cabang olah raga yang dipertandingkan, kontingen dari negeri berpenduduk terbanyak di Asia Tenggara ini, sekali ini, memang harus mengakui bahwa olah raga mereka mulai mundur. Dalam perolehan medali emas, umpamanya, kemunduran tersebut terlihat jelas. Secara keseluruhan grafik penurunan tampak setelah sukses besar di SEA Games Jakarta pada 1979. Dari 92 emas hasil waktu itu, perolehan kemudian turun jadi 85 pada 1981. Dan merosot lagi jadi hanya 64 dua tahun berikutnya. Pada tiga SEA Games ini, di tengah perolehan medali emas yang terus melorot, untungnya, prestasi negeri lainnya tak banyak meningkat. Sehingga kedudukan juara umum tetap masih di tangan. Tapi, di Bmgkok kali ini, keadaan sudah berubah. Tuan rumah rupanya punya persiapan cukup untuk menendang Indonesia dari kursi juara. Menurunkan 474 atlet di semua (19) cabang - sekitar 12 di antaranya seperti senam, tinju, dan menembak, mereka tetapkan sebagai cabang prioritas yang bakal jadi tambang perolehan medali - kontingen dari negeri berpenduduk sekitar 51 juta jiwa ini memang mengamuk sejak hari pertama. Di cabang mana saja mereka mengungguli Indonesia? Selain senam - mereka merebut 11 dari 14 medali yang diperebutkan berturut-turut Muangthai menggali emas dari: menembak (dari 17 emas di SEA Games sebelumnya menjadi 23 dari 32 medali yang diperebutkan sekarang) dan terakhir di cabang tinju mereka sukses ketika 9 dari 13 petinju mereka berhasil merebut emas. Ini meningkat tajam dari hasil dua tahun lalu yang hanya 4 emas. Sementara itu, di cabang-cabang lainnya perolehan medali emas boleh dibilang tak berkurang dibanding dengan sebelumnya. Apa rahasia kemenangan mereka? "Mereka memang betul-betul siap. Tak hanya mendatangkan pelatih dan mengirim atlet bertanding, tapi juga berlatih ke luar negeri. Bulu tangkis dan senam, misalnya, ke RRC," kata Dadang Suprayogi, Ketua I KONI. Dan tentu saja ada tambahan: ambisi besar untuk menang. Bukan saja dari atlet. Tapi, juga beberapa oknum di kepanitiaan. Ini mungkin didorong oleh semangat untuk bisa memberikan kado khusus buat raja mereka yang Desember ini berulang tahun ke-58. Tak ayal, memang, Raja Bhumibol Aduljadey, tokoh yang paling dihormati di negeri itu, yang pernah mengutarakan keinginannya agar kali ini tuan rumah bisa jadi pengumpul medali emas terbanyak. Raja malah pernah memanggil semua pimpinan cabang olah raga di Muangthai untuk mengutarakan keinginannya itu (TEMPO, 30 November 1985). Sugesti ini agaknya yang mendorong Bangkok seperti berkobar. Maka, tak terhindar pula tampilnya oknum yang konon oleh kontingen tamu dianggap selingkuh. Keluhan atlet tamu kepada tuan rumah sudah terlontar sejak hari pertama ketika pertandingan senam diselenggarakan. Lalu, protes pun muncul pada pertandingan loncat indah. Keduanya mempersoalkan cara penjurian yang dianggap tidak adil. "Masa dari lima juri, tiga dari tuan rumah," tuding T.J. Purba, pelatih senam Indonesia. Dan puncak kehebohan pun terjadi di gelanggang atletik. Yakni, ketika sekitar sepuluh ribu penonton di stadion nasional, Bangkok, serempak mengelu-elukan pelari andalan mereka Summet Promna, 27, yang Jumat, pekan lalu, mereka duga memenangkan lomba lari 100 meter. Ia bahkan selain sudah diberi selamat oleh Jenderal Artid Kamlang Ek, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Muangthai, juga sudah diwawancarai televisi setempat karena prestasinya menumbangkan Purnomo dan Christian Nenepath, keduanya dari Indonesia, serta Rabuan Pit dari Malaysia, yang dianggap pelari andalan dalam nomor itu. Ternyata, sorak-sorai itu hanya sebentar. Sebab, belakangan ternyata Summet tak menang. Di foto di garis finish dia terbukti terlambat masuk dari Christian yang dinyatakan jadi pemenang. Namun, bukan itu sebab utama muncul protes dari Rabuan dan Purnomo. Tapi ketika start, starter pertandingan dianggap kedua pelari itu terlalu cepat membunyikan aba-aba start. "Ini punggung masih bergoyang-goyang, pistol sudah meletus," omel Purnomo. Biasanya, memang, pistol baru berbunyi, jika pelari sudah siap dengan posisi tubuh condong ke depan. Dengan kasus Summet itu, starter dituduh kedua pelari tadi hanya melihat posisi Summet. "Dengan keadaan itu dia start duluan," teriak Rabuan Pit. Namun, pada akhirnya heboh itu bisa dinyatakan selesai, dan Christian tetap jadi perebut medali emas. Indonesia sendiri, yang semula menurut Sarengat mau protes, tapi karena kemenangan Christian, mengurungkan niatnya. "Buat apa lagi, 'kan kita yang merebut emasnya," kata Sarengat sambil tertawa lebar. Semua kasus itu tentu saja tak mengurangi kerja keras para atlet Muangthai yang adajuga yang tentu menang secara fair. Mereka inilah yang boleh dianggap sebenarnya pengganjal atlet Indonesia, yang memang merosot di cabang yang dulu jadi andalan. Yang paling terasa misalnya di cabang angkat besi. Hanya memperoleh 11 dari 30 medali yang diperlombakan. Padahal, targetnya tetap 14 emas seperti dua tahun lalu. Cabang yudo juga merosot. Hanya memberi lima dari 16 yang diperlombakan. Hasil dua tahun yang jadi target tim ini di Bangkok, 8 medali emas. Cabang lain, panahan, Indonesia hanya mengumpulkan 3 emas. Turun dari 8 emas dua tahun lalu. Demikian juga penurunan terjadi di cabang lain, seperti tenis meja dan balap sepeda. Hanya renang dan atletik yang tampil lumayan. Renang memperoleh 6 dari 29 medali yang diperebutkan. Dibandingkan hasil dua tahun lalu, yang hanya dua emas. Sayang, perenang yang diharapkan bisa meraih banyak emas, misalnya Elfira Rosa Nasution, dipecundangi bintang baru Malaysia, Nurul Huda Abdullah (lihat: Bintang-Bintang . .. ). Atletik sendiri cukup menanam andil buat perolehan emas kali ini. Sebab, bisa merebut 9 emas dari target KONI yang hanya lima emas. Lalu kenapa yang lain bisa tak mencapai target? "Beberapa andalan kami, seperti Bambang Prakarsa dan Hengky Yan, cedera," jawab Brigjen Wismoyo Arismunandar, Ketua Harian Persatuan Yudo Seluruh Indonesia. "Kita kekurangan modal untuk latihan. Sehingga tak bisa latihan di banyak nomor," kata Sujihadi, salah seorang pelatih senam Persani. Sedangkan cabang lain umumnya mengeluh kurangnya perhatian terhadap nasib atlet dan pelatih. Seperti yang juga dituturkan Madek Kasman, manajer angkat besi Indonesia di Bangkok. "Kami juga 'kan mencari sesuap nasi. Kalau asyik melatih tapi dapur tak ngebul, mana bisa serius melatih?" kata Madek. Secara keseluruhan masih munculnya persoalan tadi, menurut Madek, karena kurangnya komunikasi antara atlet, pelatih, dan pimpinan cabang olah raga serta KONI, sebagai koordinator yang membina semua cabang. Secara polos inilah pula yang diakui Dadang Suprayogi, Ketua KONI. Tampak ikut kecewa dan merasa bersalah, ia malah sudah mengumumkan niat mengundurkan dari kepengurusan KONI. "Sebagai bukti kamilah, KONI, yang bertanggung jawab atas tak tercapainya target di Bangkok," katanya. Tak jelas kapan tokoh yang sudah menjadi pimpinan KONI seperempat abad lebih itu akan melaksanakan niatnya. Yang pasti, sudah menghabiskan dana persiapan sekitar Rp 3 milyar dengan hasil jadi pecundang, KONI memang satu-satunya induk organisasi olah raga yang dipercaya pemerintah dan ikut bertanggung jawab atas kegagalan tadi. Januari depan, mereka akan mengadakan Musyawarah Nasional Olah Raga. "Di situlah, kami akan mempertanggungjawabkan hasil kerja kami. Mundur cepat dari itu 'kan nanti bisa disangka tak mau bertanggung jawab," sambung M.F. Siregar. Marah Sakti Laporan Amran Nasution & Didi Prambadi (Bangkok)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus