PSSI A luluh-lantak. Tak hanya karena gagal memenuhi target KONI merebut medali perak di SEA Games XIII di Bangkok. Tapi, terutama karena tim nasional ini kalah secara mengenaskan: 0-7 dari kesebelasan tuan rumah Muangthai. Ini rekor kekalahan terbesar dalam sejarah pertarungan tim PSSI di SEA Games dalam sepuluh tahun terakhir ini. Celakanya, pembantaian ini bukan cuma disaksikan oleh puluhan ribu penonton di stadion Bangkok, tapi juga oleh puluhan juta penonton televisi di Indonesia. Tak heran kalau penggemar bola yang menyaksikan penampilan anak-anak asuhan Harry Tjong di layar TVRI, Minggu malam pekan lalu, benar-benar terhenyak. Kecewa, bisa jadi, karena wakil mereka itu takluk dan jadi bulan-bulanan tim lawan selama 2 x 45 menit. Sedihnya, bersamaan dengan tumbangnya Herry Kiswanto dan kawan-kawan itu pula, harapan kontingen Indonesia, untuk muncul sebagai pengumpul medali emas terbanyak, semakin jauh dari harapan. Itulah sebabnya, tak kurang Menpora Abdul Gafur yang mengaku menonton pembantaian atas tim sepak bola Indonesia itu ditelevisi terus terang menyatakan ia ikut terpukul. "Sungguh menyakitkan hati. Sehingga saya sempat berpikir, sebenarnya lebih baik kita tak bertanding untuk mencapai final. Tapi, ini, ya, pendapat pribadi saya," kata Gafur, cepat. Di kantornya Senin siang pekan ini, setelah kontingen Indonesia hampir dipastikan gagal mempertahankan mahkota juara umum SEA Games, Menteri yang sebelumnya tampak antusias gelar tadi bakal bisa dipertahankan oleh sekitar 400 atlet Indonesia di Bangkok, menjawab pertanyaan Rudy Novrianto dan Marah Sakti dari TEMPO. Kita gagal mempertahankan gelar juara di Bangkok. Sebagai Menteri Olah Raga, bagaimana perasaan Anda? Yah . . . (tertawa getir) tentu saja sedih. Tapi, kemudian, ya, kita harus mengakui secara jantan kita memang kalah. Dan Muangthai menang. Artinya, olah raga di Asia Tenggara ternyata memang berkembang pesat. Empat kali kita juara SEA Games, dan kita sangka kita bakal bisa jadi juara lagi untuk yang kelima, nyatanya tidak. Beberapa negara seperti Muangthai dan juga Filipina dengan Gintong Alay-nya benar-benar berambisi merebut gelar itu. Apa sebenarnya penyebab kekalahan kita. Mungkinkah karena kita lengah? Tidak. Barangkali karena persiapan tak cukup. Sedangkan Muangthai, misalnya, begitu terpilih jadi tuan rumah, memang sudah bersiap-siap. Persiapan kita agak berdekatan dengan kesibukan menyelesaikan kegiatan PON dan Kejuaraan Atletik Asia. Dan hampir semua atlet yang kita pakai di Bangkok ikut kedua kejuaraan itu. Dan ini menurut pengamatan saya cukup menguras energi beberapa atlet kita. Titik kulminasi dari prestasi, mungkin, sudah tercapai di kedua kejuaraan itu. Ya, memang itulah makanya juga harus saya katakan kita tak seluruhmya mandek meskipun gagal jadi juara umum. Cuma, ada beberapa cabang yang dulu kita kuasai danjadi ladang kita, kini jadi ladang kontingen lain. Seperti balap sepeda dan panahan. Tapi, bukankah itu semuanya sudah kita ketahui. Antara lain lewat penurunan perolehan medali di Singapura, dua tahun lalu? Benar. Malah saya sendiri pernah ingatkan dengan hasil itu, kita sudah lampu kuning. Istilah ini pernah saya pakai, untuk jadi perhatian para pembina olah raga di sini. Dalam hal ini, sebagai pemerintah kita percayakan itu semua pada KONI, dan KONI-lah yang berhubungan langsung dengan cabang-cabang olah raga yang ada. Hasilnya, ya, kita memang perlu tingkatkan koordinasi yang lebih baik. Artinya, setelah kalah di Bangkok, sekarang . . . ? Ya, lampu merah (tertawa). Maksudnya? Hasil Bangkok jadi pelajaran berharga buat kita semua, pemerintah, KONI, dan cabang-cabang olah raga, untuk meninjau segala sudut dan memperhatikan kekurangan dan kelemahan kita dalam olah raga selama ini. Apa sebenarnya kekurangan kita? Kalau ditelusuri, yang kurang memang ada, dari pelbagai segi, pembinaan, organisasi, disiplin, dana, kepelatihan, yang semuanya saling terkait. Sering ada keluhan soal pembinaan olah raga lewat jalur sekolah. Ini bagaimana? Saya termasuk orang yang meneriakkan pentingnya hal itu. Tapi, karena ini menyangkut soal kurikulum dan sebagainya, harus dibicarakan dulu, terutama dengan Menteri P dan K. Langkah lanjut setelah kekalahan kontingen kita di Bangkok apa? Kita serahkan kepada pada KONI. Organisasi ini punya Musornas (Musawarah Olah Raga Nasional) KONI (anggotanya cabang-cabang olah raga yang ada di sini). Mereka yang berhak menentukan. Dan saya percaya mereka akan bisa melihat semua permasalahannya. Bakal ada penyegaran mengingat pengurus KONI yang sudah puluhan tahun jadi pengurus? Wah, ini analisa sendiri saja. Saya cuma melihat KONI memang perlu penyegaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini