Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Busur Yang Tidak Tegang

Tim Indonesia yang dikirim World Games, di Santa Clara, AS. Dari bulutangkis tak satu pun yang masuk final, dari cabang karateka tak satu pun yang merebut medali, Winarsih Rahardjo menduduki urutan ke-5.

15 Agustus 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OLYMPIADE, wadah pertemuan persahabatan antarnegara dalam olahraga, telah menjadi kancah permusuhan politik. Terakhir tahun 1980 Amerika Serikat memboikot Olympiade Moskow. Tahun ini muncul World Games, yang semula bertujuan mempertandingkan cabang olahraga yang tidak masuk Olympiade. "Tapi prinsip itu sulit diterapkan," kata Direktur Eksekutif World Games, Hal Uplinger. Pengurus Federasi Sepakbola Internasional (FIFA) mengatakan, "kalau cabang-cabang Olympiade dikucilkan World Games, hal yang sama akan dilakukan Olympiade." Akhirnya disepakati oleh federasi-federasi cabang olahraga internasional bahwa semua cabang olahraga dapat ikut serta. Ciri khas World Games yang membedakannya dengan Olympiade ialah atlet tidak membawa nama negara. Karena itu tidak ada susunan tim atau kontingen negara, tidak ada pengibaran bendera nasional dan tidak ada pengumandangan lagu kebangsaan. Para atlet dari berbagai negara yang bermusuhan bisa bertanding secara sportif di satu lapangan. Di World Games I di Santa Clara, AS, atlet Taiwan dan RRC bertemu dalam cabang bulutangkis. Di sini pula untuk pertama kali bulutangkis Indonesia mengalami prestasi terburuk sejak 1968. "Kandang kekuatan bulutangkis Indonesia menderita malu tanpa seorang pun tersisa masuk final," tulis koran Malaysia, New Straits Times. Ketua Harian KONI Pusat, D. Suprayogi merasa kecewa, terutama karena Liem Swie King dan kawan-kawannya kalah hanya karena kehabisan napas. "Seharusnya untuk ke World Games diperlukan persiapan sama seperti untuk kejuaraan All England," kata Sekjen KONI, M.F. Siregar yang menjadi manajer tim atlet Indonesia ke Santa Clara. Persiapan fisik mereka memang kurang matang. Sebulan sebelum berangkat, Christian Hadinata mengeluh betapa sulitnya mereka berlatih karena lapangan dipakai Pekan Olahraga Departemen Penerangan. Tapi Ketua Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Drs. Sudirman merasa tidak terlalu terpukul. "Para atlet itu tak harus selalu menang, ibarat busur panah tak harus tegang terus. Sekali-kali perlu dilenturkan," katanya kepada TEMPO, ketika Liem Swie King dan kawan-kawannya tiba kembali pekan lalu. Sudirman menerangkan bahwa World Games itu bukan target. Semula ada 11 pemain Indonesia, antara lain Rudy Hartono, Liem Swie King, Lius Pongoh, Hadiyanto, Tjun Tjun, ohan Wahyudi, Verawaty, Imelda dan lain-lain yang diundang dengan tanggungan biaya penyelenggara World Games. Kemudian karena dari Indonesia berangkat pula atlet karate dan bowling, maka pihak KONI Pusat mengambil oper, memutuskan pemain mana yang akan dikirim. KONI telah menilai antara lain Rudy Hartono tidak siap, maka ia dibatalkan. Atlet-atlet karate yang memang mendapat bantuan KONI sudah bersiap 2 bulan sebelum bertanding. Bahkan Federasi Karate Indonesia (FORKI) sempat mendatangkan seorang Dan VIII dari Jepang, Kanazawa, untuk memberikan petunjuk latihan teknik kepada Adven Bangun dan kawan-kawannya. Di bulutangkis pasangan putra Kartono/Herryanto masih sempat masuk semi final dan merebut medali perunggu, tapi karateka Indonesia tak satu pun merebut medali. Ketujuh karateka yang dikirim, menurut manajer E. Tando, memiliki kemampuan teknik yang seimbang dengan lawan-lawannya. "Kekurangan mereka ialah pengalaman bertanding dan keberanian mental melakukan tipuan," katanya. Satu-satunya atlet yang dikirim Persatuan Bowling Indonesia ialah Winarsih Rahadjo. Istri pilot Penerbangan Sempati dan ibu seorang putri itu sudah mempersiapkan diri tak kurang dari 5 bulan. Ketua PBI Sutopo Yananto cuma mentargetkan ia lolos Enambelas Besar. Ternyata Winarsih masuk Delapan Besar bowler putri dan menduduki urutan ke 5.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus