TIM Fiji memang tidak bermain cantik, tapi lugas bahkan bisa
dengan cepat mengubah pola permainan. Buktinya di Stadion Utama
Senayan (10 ,gustus malam), setelah ketinggalan 3-1 menjelang
jedah, mereka bisa akhirnya menyamakan kedudukan 3-3. Sebaliknya
PSSI Utama mungkin akan kalah jika waktu pertandingan masih
diperpanjang. Bertanding di Suva, akhir Mei, kedua tim juga
berimbang 0-0.
Strategi pelatih Wally Hughes tampak dipegang erat oleh pemain
asuhannya. Dari enam kali pertandingannya dalam Pra Piala Dunia
Grup I Asia-Oceania Fiji mencatat hasil: satu kali menang, tiga
kali seri, dan dua kali kalah. Sedang PSSI Utama yang telah
bermain tujuh kali mencatat hasil: satu kali menang, dua kali
seri, dan empat kali kalah. Sekalipun rangkaian pertandingan ini
belum berakhir, PSSI Utama tampaknya akan menjadi juru kunci di
antara lima tim yang bertarung di Grup I -- Selandia Baru,
Australia, Taiwan, Fiji, dan Indonesia.
Fiji, kata manajer tim C.D. Sharma "cuma negara kecil dan tak
begitu dikenal orang. Setelah kami ikut dalam Pra Piala Dunia
ini, dari mencatat hasil yang tak memalukan, orang mulai
memperbincangkan kami."
Tim Fiji baru ikut penyisihan Piala Dunia pertama kalinya. Tapi
sepakbola sudah lama dikenal di Fiji. Mulanya permainan ini
digemari oleh penduduk keturunan India saja. Penduduk aslinya
lebih gemar bermain rugby. Sejak 1938 selera itu berubah. Lalu
dibentuklah Fiji Football Association (FFA).
"Sekarang ini sepakbola sangat populer di Fiji," ujar Sharma. Di
Suva saja ibukota yang berpenduduk 63.000 terdapat 40 klub
sepakbola.
FFA memang tidak mendapat bantuan uang pemerintah. Tapi para
pemain diberi dispensasi khusus dalam menghadapi pertandingan
utama. Di Fiji ada dua turnamen penting tiap tahunnya, yaitu
kejuaraan nasional klub dan turnamen antar-distrik. Sistem
kompetisi di sana baru berjalan lancar dalam periode 10 tahun
belakangan ini. Dari 12 distrik, juaranya saat ini ialah Suva.
Fiji yang berpenduduk 600.000, sama dengan jumlah orang Minang
di Jakarta, belum mengenal klub profesional maupun klub semiprof
seperti Galatama. Tapi perkumpulan sepakbola di sana, apalagi
tim nasional, sudah ditangani secara serius. Itulah sebabnya tim
Fiji cuma memerlukan waktu dua pekan di pelatnas. Di Indonesia,
PSSI Utama membutuhkan waktu lebih lama dari itu, dan masih
sering gagal.
Tim Fiji juga pernah dilanda krisis pelatih seperti PSSI Utama.
Setelah Fiji dikalahkan Selandia Baru di kandang sendiri 04, FFA
menggeser pelatih Sashi Mahendra Shing dan menggantinya dengan
Wally Hughes asal Inggris. PSSI Utama mengganti Harry Tjong
dengan Endang Witarsa. Bedanya, pemain Fiji tak dibongkar pasang
seperti di Jakarta. Tiga anggota Komite Seleksi FFA memilih 18
dari jumlah 30 pemain yang dipanggil. "Mereka itulah pemain
terbaik yang kami punyai. Penggantinya tak ada lagi," kata
Sharma.
Selama di pelatnas, yang cuma dua pekan, Hughes menggenjot
pemain lima hari dalam seminggu. Latihan pagi-sore, dengan
penekanan pada masalah teknik. "Sepakbola adalah permainan yang
mengutamakan teknik," kata Hughes. Di Indonesia latihan yang
diberikan Endang Witarsa tampak lebih banyak pada pembenahan
fisik. PSSI Utama memang kurang fit dan kekar dibandingkan
lawan. Para pemain Fiji, sebagian besar keturunan India,
rata-rata tinggi 175 cm. PSSI Utama di bawah itu.
Kelebihan lain dari Fiji? "Pemain kami tidak terlibat kasus
suap, " kata Sharma. Ia tidak menuduh pemain Indonesia gampang
disuap. Tapi keterangan Syarnubi, dua hari sebelum pertandingan,
yang akan menyuruh pemain PSSI Utama untuk angkat sumpah guna
mencegah kemungkinan disuap rupanya ganjil bagi Sharma. "Saya
tak mau berkomentar tentang hal tersebut. Itu urusan kalian.
Yang terang saya tidak menyogok pemain kalian," lanjutnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini