Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hendrawan bukan nama asing di telinga para pecinta bulu tangkis Indonesia. Tampil sebagai tunggal putra ketiga, smash kerasnya ke arah Roslin Hashim pada babak final Piala Thomas 2002 di Guangzhou, Cina, memastikan gelar turnamen beregu putra paling bergengsi itu jatuh ke tangan Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat itu, dua jagoan tunggal putra Indonesia, Marlev Mainaky dan Taufik Hidayat mengalami kekalahan. Dua ganda putra, Chandra Wijaya / Sigit Budiarto dan Halim Haryanto / Tri Kusharyanto, berhasil menjadi penyeimbang 2-2. Di situlah Hendrawan memainkan perannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketenangannya berhasil meredam permainan agresif Roslin. Pukulan kerasnya di poin terakhir pun membawa Indonesia meraih gelar ke-13 di ajang Piala Thomas, gelar yang belum bisa diraih lagi hingga kini.
Sukses sebagai pemain, peraih medali perak Olimpiade Sydney 2000 itu masuk ke dunia kepelatihan. Malaysia menjadi salah satu negara yang mengincar jasa laki-laki kelahiran Malang, 27 Juni, 1972 tersebut.
"Awalnya saya didekati Rexy (Mainaky, pelatih ganda Malaysia yang merupakan mantan pemain ganda Indonesia). Ia bertanya kepada saya apakah saya tertarik melatih Malaysia. Itu awalnya, dan setiap tahun saya didekati ofisial Malaysia sampai saya menyatakan bersedia belum lama ini," kata Hendrawan.
Pelatih bulu tangkis Malaysia asal Indonesia, Hendrawan, berfoto bersama Lee Chong Wei. (foto: Dok. Hendrawan)
Hendrawan tak langsung menerima tawaran itu. Ia terlebih dulu menjadi pelatih pelatnas bulu tangkis PBSI untuk sektor tunggal putri selama lima tahun, dari tahun 2004. Dalam rentang waktu lima tahun, ia berhasil membawa Maria Kristin Yulianti meraih medali perunggu di Olimpiade Beijing 2008.
Petualangan baru Hendrawan di Malaysia dimulai setahun kemudian. Ia dipercaya untuk melatih sektor tunggal putra di Negeri Jiran. "Baru pindah ke Malaysia bulan Juli 2009. Setelah 5 tahun menolak, tahun 2009, saya mengiyakan ajakan BAM (PBSI-nya Malaysia). Penawarannya cukup menarik dari segi fasilitas. Semua dikasih dari rumah, sekolah untuk anak-anak, akhirnya jadi pindah," ucap Hendrawan
Di sektor itulah, ia menangani dan mengorbitkan Lee Chong Wei. Di tangan Hendrawan, Lee berhasil mengemas 69 gelar dari total 705 kemenangan di sepanjang kariernya. Kini, ia mendidik Lee Zii Jia untuk bisa menjadi pemain top dunia sekaligus berusaha meneruskan kegemilangan tunggal putra Malaysia.
Melihat kesuksesan Hendrawan mengasah tunggal putra, PBSI menggodanya untuk kembali ke pelatnas bulu tangkis. Berkali-kali tawaran hampir diterima. Namun, ada peran Lee Chong Wei untuk menggagalkan rencana PBSI membawa pulang Hendrawan. "Begitu Chong Wei pensiun penawaran itu ada lagi, tapi karena Chong Wei ngomong tetap di sinilah bantu pemain muda," ucap dia.
Hendrawan pun tetap bertahan dan coba mengorbitkan Lee Zii Jia sebagai pengganti Lee Chong Wei. Hasilnya, atlet yang kini berusia 23 tahun itu kini bisa bercokol di peringkat delapan BWF.
PBSI di bawah kepemimpinan Agung Firman Sampurna kembali mengoda Hendrawan untuk masuk ke tim kepelatihan. Kali ini, pandemi Covid-19 menjadi penghalang. "Alasan saya karena family masih stay di Malaysia. Kalau saya balik ke PBSI, akan susah karena akan lama tidak ketemu family karena sekarang tidak gampang keluar masuk Malaysia akibat lockdown, sampai hari ini pun belum sempat pulang ke Indonesia," ucap Hendrawan.
TEMPO.CO | IRSYAN HASYIM