Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LEWIS Hamilton sedih bukan main. Air hujan di Shanghai, Cina, dua pekan silam, tak berbeda dengan suasana hatinya yang gulana. ”Sebenarnya saya sangat suka meluncur di jalan yang basah dan licin. Tapi kali ini penampilan saya sangat buruk,” kata pembalap berusia 24 tahun yang menjadi juara dunia tahun lalu itu.
Dia pantas bersedih, memang. Di Sirkuit Shanghai, tempat dia menjadi pembalap nomor satu tahun lalu, Hamilton kehilangan segalanya. Beruntung dia masih bisa nongkrong di urutan keenam. Toh, itu tak bisa mengusir kepiluannya saat ia menoleh ke podium.
Di sanalah, gigi Sebastian Vettel terlihat kering. Maklum, dia terus memamerkan senyumnya, hampir tiada henti. Kepada krunya dia tersenyum, kepada fotografer lagilagi dia tersenyum. Pokoknya, hari itu, dunia seolah menjadi miliknya. Dia menebar senyum ke seluruh penjuru angin.
Vettel memang oke. Dengan taktik dan perhitungan yang brilian, pembalap ini mampu mengendalikan mobil berkekuatan besar itu dengan sukses. Padahal cuaca di Negeri Panda pada Ahad dua pekan lalu itu benarbenar tidak bersahabat. Hujan begitu deras sehingga pandangan mata pun sangat terbatas. Belum lagi jalanan yang licin.
Toh, semua itu bisa dia taklukkan, termasuk Jenson Button, jagoan dua sirkuit sebelumnya. ”Mereka tampak sudah menang sejak awal,” kata Button memuji lawannya dari tim Red Bull RacingRenault itu.
Kalahnya Button dan menangnya Vessel meneguhkan kejutan yang terjadi di sirkuit Formula Satu tahun ini. Tentu ini berbeda dengan yang terjadi tahun sebelumnya, yang hanya didominasi tim seperti McLaren dan Ferrari. Kini tim papan tengah menyodok bahkan hingga ke puncak.
Sirkuit tahun ini memang berbeda. Letak penyebabnya adalah adanya berbagai peraturan baru, yang memang selalu muncul setiap tahun. Sederet perubahan itu ada di sektor aerodinamika. Bentuk mobil balap terlihat lebih retro, tak ubahnya bentuk mobil balap zaman dulu. Bentuk sayap di belakang dan di samping mobil lebih ringkas. Maksudnya: biar lebih aerodinamis alias melaju dengan baik.
Juga ada pemakaian ban gundul, yang sebelas tahun tidak dipergunakan. Yang terakhir penggunaan teknologi KERS atau Kinetic Energy Regenerative System—sistem yang memungkinkan energi yang terbuang saat mobil direm bisa dipakai lagi. Selain itu, sistem ini bisa menggunting emisi buangan dari kendaraan.
Cara itu tak lain agar pemakaian bahan bakar menjadi hemat, sekaligus menjawab kritik terhadap balapan ini. Nah, sekarang setidaknya lebih hijau tapi tetap menawarkan kecepatan dan akselerasi maksimal dari kendaraan yang ikut di dalamnya. Formula Satu tetap menjadi tontonan yang mengasyikkan dan menegangkan.
Sayang, bersamaan dengan itu, sirkuit tahun ini kehilangan tim Honda Racing, yang mundur setelah pingsan ditampar krisis global. Teorinya, dengan mundurnya satu peserta, tim besar jadi kian merajai sirkuit ini. Nyatanya malah sebaliknya. Timtim yang biasanya menjadi langganan juara, seperti Ferrari dan McLaren, justru terseokseok. Malah tim BrawnMercedes, debutan, yang menjadi juara.
Di dua sirkuit awal, yakni di Sirkuit Albert Park, Australia, dan Sepang, Malaysia, pembalap mereka, Jenson Button, menjadi si nomor wahid. Hanya di Shanghai, mereka keok. Penyebabnya tentu ada, ya itu tadi, soal hujan lebat yang mengguyur sirkuit. Tim BrawnMercedes memang tidak pernah melakukan uji coba di jalanan yang basah. Bila tidak hujan, tentu hasilnya berbeda.
Lalu apa sebabnya BrawnMercedes bisa berjaya? Satu sebab yang banyak ditunjuk orang adalah pemakaian diffuser yang memungkinkan mobil yang dipacu melaju tanpa hambatan, terutama saat melahap tegongan.
Diffuser merupakan komponen yang terletak di bagian dasar lantai mobil, di antara roda belakang dan sayap belakang, yang menentukan kecepatan aliran udara yang melalui mobil. Nah, saat udara mengalir dengan cepat, tekanan udara yang ada di bawah mobil pun semakin rendah. Tekanan inilah yang menghasilkan daya cengkeram (grip) mobil di lintasan. Alhasil, mobil seperti kereta yang berjalan di rel, kukuh, dan sedikit kemungkinannya keluar dari jalur. Terutama pada saat menikung di belokan yang tajam. Tim Ferrari pun merasa kecele dengan teknologi ini.
Namun, lepas dari semua itu, sesungguhnya otak keberhasilan Brawn GP terletak pada Ross Brawn, si pemilik tim. Dia adalah orang lama yang telah kenyang dengan perasaan suka dan duka di sirkuit. Tangannya pun dingin. Setelah pensiun dari dunia balap, dia bekerja menjadi Direktur Teknik Tim Benetton.
Hasilnya ngebut. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, dia berhasil mengantarkan Michael Schumacher menjadi juara dunia F1 pada 1994 dan 1995. Hengkang dari Benetton, duet ini pun beralih ke kostum merah Ferrari, pada 1996. Prestasinya ngebut juga. Brawn menjadi orang di belakang layar kesuksesan Schumacher menjadi pembalap nomor satu pada 20002004. Bosan mencetak juara, dia memilih istirahat, tapi hinggap di Honda dua tahun kemudian.
Di tim barunya ini, dia malah tak berkutik. Bukan kalah di sirkuit, melainkan digampar krisis global. Honda Racing menyatakan diri mundur. Menyedihkan, tentu saja, padahal mereka punya pembalap bagus seperti Jenson Button dan Rubens Barrichello.
Namun Brawn tak tahan diam. Ia mengumumkan secara resmi sebagai pembeli tim Honda. Tak pelak, orang pun banyak yang mencibir. Diramalkan pembalap tim Honda tidak akan bisa berbuat banyak di tengah ketatnya persaingan.
Tindakan ini bukan semata nekat. Brawn ternyata memegang kunci penting. Sebagai orang dalam Honda, Brawn sudah tahu isi perut tim itu, yang diamdiam pada 2007 dan 2008 menanam uang cukup banyak untuk perubahan besar regulasi F1, yang mulai berlaku pada 2009.
Hasilnya sudah kelihatan. Dalam beberapa uji coba sebelum seri balap dimulai, pembalap mereka, Jenson Button dan Rubens Barrichello, seperti menunggang petir. ”Jelas, mereka adalah musuh utama,” kata Felipe Massa, pembalap Ferrari.
Massa benar. Tiga sirkuit awal, plus di Bahrain pada Ahad kemarin, adalah jawabannya.
Irfan Budiman
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo