Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Finalis Wimbledon 2022 Ons Jabeur Bicara Hari Raya Idul Adha

Petenis Tunisia Ons Jabeur akan bertemu Elena Rybakina di final Wimbledon 2022.

9 Juli 2022 | 09.17 WIB

Sebuah billboard yang memperlihatkan petenis Tunisia Ons Jabeur di Tunis, Tunisia, 8 Juli 2022. Foto: Antara
Perbesar
Sebuah billboard yang memperlihatkan petenis Tunisia Ons Jabeur di Tunis, Tunisia, 8 Juli 2022. Foto: Antara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Di beberapa negara yang mayoritas berpenduduk muslim, termasuk Tunisia, Idul Adha dipandang lebih besar ketimbang Idul Fitri. Oleh karena itu, Idul Adha kerap dirayakan dalam suasana yang lebih semarak. Tunisia adalah negara asal petenis putri nomor dua dunia, Ons Jabeur atau Anas Jabeur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Idul Adha itu hari raya yang penting bagi muslim yang sama dengan Natal di Inggris," kata Ons Jabeur usai laga semifinal Wimbledon 2022, Jumat, 8 Juli 2022. Jabeur sukses meraih tiket ke final usai mengalahkan petenis asal Jerman Tatjana Maria. Di final ia akan menghadapi Elena Rybakina

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Jika berhasil menjuarai Wimbledon 2022, maka Jabeur akan menorehkan banyak catatan positif. Selain berpeluang merebut gelar grand slam perdana, ia bakal menjadi petenis pertama berdarah Tunisia yang memenangkan Wimbledon. 

Jabeur yang dilahirkan di kota kecil Ksar Hellal di Tunisia pada 28 Agustus 1994 akan bertanding pada hari rekan-rekan sebangsanya di Tunisia merayakan Idul Adha. "Seandainya saya berhasil (menjuarai Wimbledon) pada hari raya yang spesial itu, yang sebenarnya salah satu hari raya favorit saya, maka akan sungguh hebat," kata Jebeur.

Ia mengatakan selalu merindukan hari raya Idul Adha. Ia mengatakan perayaan Idul Adha hampir sama dengan Natal yang selalu dirayakan oleh umat Kristiani. "Saya selalu ingin berada di tengah keluarga. Idul Adha selalu mengingatkan saya sewaktu kecil dulu," kata dia. 

“Sungguh akan menjadi perayaan yang spesial. Kami harus menikmatinya dan mudah-mudahan kami akan menikmatinya dalam nada positif," ujar Ons Jabeur. 

Ons Jabeur bisa disebut petenis muslim pertama yang masuk final grand slam setelah Marat Safin dari Rusia yang beretnis Tatar. Safin bahkan pernah menjuarai US Open dan Australia Open. Jabeur menilai gelar Grand Slam Wimbledon akan punya banyak arti, tidak hanya personal, tapi juga keluarga dan warga Tunisia. 

"Akan sangat berarti bagi saya, bagi keluarga saya, bagi negara saya, untuk terus membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin dan jika Anda mencamkan baik-baik pandangan ini maka Anda bisa mencapainya," kata dia. 

Jabeur yang mempunyai postur tubuh 167 cm sebenarnya tak terlalu bertumpu kepada kekuatan pukulan. Sebaliknya, dia mengandalkan kecerdikan dibarengi keinginan memainkan pertandingan dengan gembira. 

Namun keunggulannya ada pada drop shot yang menjadi bagian integral dari permainan. Drop shot mautnya tidak hanya menjadi penentu poin baginya, tetapi juga perusak irama permainan lawan. "Saya penggemar berat drop shot," kata Jabeur suatu ketika.

“Drop shot selalu berhasil karena pemain lain tidak yakin apa yang bakal terjadi di hadapannya, bola langsung atau drop shot. Pukulan ini sungguh mengejutkan lawan, membuat lawan mati langkah," tuturnya. 

Setelah pertandingan semifinal melawan Tatjana Maria, Elena Rybakina mengakui kehebatan petenis Tunisia itu dalam melancarkan drop shot dan slice. "Pemain yang sangat licin. Pasti tidak akan mudah menghadapi dia," kata Rybakina yang akan menghadapinya di laga final Wimbledon 2022.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus