Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Fullball lahir di Jakarta dengan menggabungkan lemparan ala bola basket dan tendangan futsal.
Baru-baru ini fullball dimainkan dalam turnamen antarkampus di Taiwan.
Ide awalnya adalah olahraga yang bisa dimainkan orang dengan berbagai tingkat kemampuan.
Bola hitam berdiameter sekitar 65 sentimeter itu dipantulkan berulang-ulang oleh seorang pemain ke lantai semen lapangan Centro Futsal, Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu, 19 Agustus 2023. Sementara si pemain hendak melemparkan bola ke papan lingkaran hitam di atas gawang, lima pemain lawan berusaha menghalangi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada gawang, ada papan target. Bola bisa ditendang, bisa pula dilempar. Wajar jika banyak orang di pinggir lapangan bertanya-tanya. Permainan tersebut bernama fullball. Olahraga baru yang menggabungkan basket dan futsal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fullball menjadi pembicaraan setelah permainan asal Jakarta ini dikompetisikan di sebuah kampus di Taiwan. Rizky Arief Dwi Prakoso adalah pencetus ide permainan bola dengan cara ditendang dan dipantulkan itu. “Kami mulai mengenalkan permainan ini ke publik sejak Maret 2023,” ujar Rizky kepada Tempo di sela latihan pada siang itu.
Rizky Arief Dwi Prakoso, penggagas fullball, di Tebet, Jakarta Selatan, 19 Agustus 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Rizky, 28 tahun, menceritakan kemunculan ide fullball. Pada Desember 2022, dalam penerbangan dari Bali menuju Singapura untuk keperluan bisnisnya, dia tebersit ide untuk menggabungkan dua olahraga kesukaannya: bola basket dan futsal. Kebetulan, saat itu dunia sedang dilanda demam sepak bola setelah Lionel Messi dkk membawa Argentina meraih gelar juara Piala Dunia. Berbekal kertas dan pena, Rizky menggoreskan beberapa ide dan mengantonginya sampai pulang ke Indonesia.
Teman-teman SMA-nya yang rutin bermain futsal dan basket bareng tiap akhir pekan menjadi orang-orang pertama yang dia ajak untuk mencoba. Awalnya, ia hanya ingin membuat olahraga yang bisa dimainkan banyak orang dengan berbagai tingkat kemampuan. Respons dari rekan-rekannya positif dan menganggap permainan itu menyenangkan. “Akhirnya, mereka minta untuk diseriusi,” ujar Rizky. Mereka pun melengkapi beberapa peraturan, bereksperimen dengan berbagai atribut, hingga menemukan kombinasi yang dianggap paling pas.
Setelah lengkap, Rizky cs bermain dan merekam fullball. Video yang dipublikasikan di beberapa media sosial itu menarik perhatian banyak orang karena keunikan permainan dan dianggap sebagai olahraga buatan Indonesia. Akhirnya, beberapa bulan lalu, seorang mahasiswa Taiwan yang menyaksikan permainan itu di TikTok tertarik untuk belajar. Ia juga menyampaikan rencana membuat turnamen fullball di kampusnya.
Berbekal pertemuan daring, Rizky menjelaskan tata cara fullball. Hasilnya, pada bulan lalu, fullball untuk pertama kalinya dimainkan sebagai pertandingan antarkampus di Tamkang University, Taipei, Taiwan. Ada lebih dari enam tim yang ikut. “Saya ke sana, diundang sebagai wasit,” ujar pendiri merek parfum HMNS itu.
Saat berbincang, Rizky menggenggam bola hitam sembari sesekali memantulkannya. Meski dapat memantul layaknya bola basket, bola fullball jauh lebih ringan—berbobot kurang-lebih 300 gram, sementara bola basket 600 gram. Ide ukuran dan material bola didapatkan Rizky saat masih dalam tahap pengembangan. “Kami pakai synthetic leather supaya pantulannya lebih pas dan lebih ringan. Jadi, kalau kena enggak sakit,” kata dia.
Target alias papan sasaran seukuran bola di atas gawang menjadi ciri khas fullball. Mereka membuatnya secara swadaya di bengkel. Saat ini mereka masih merekomendasikan menggunakan sepatu futsal atau sepatu basket. “Rencananya, kami akan buat sepatu sendiri,” ujar mantan Direktur Utama NAH Project—perusahaan sepatu asal Bandung—itu.
Komunitas fullball ada di Jabodetabek dan rutin menggelar latihan setiap akhir pekan. Rizky mengatakan, siapa pun bisa ikut bergabung sonder biaya. Peminat cuma perlu menghubungi pengurus via Instagram.
Jezzy, 21 tahun, merupakan pemain yang baru tiga pekan berlatih bersama Rizky cs. Dia mengenal fullball dari TikTok. Perempuan penggemar bola basket, voli, dan taekwondo ini tertarik dengan olahraga baru tersebut karena berasal dari Indonesia. "Jadi, banyak yang 'kepo'. Ada yang bilang mirip handball," kata Jezzy. "Setelah main, baru tahu, beda jauh."
Jezzy di sela latihan fullball di Tebet, Jakarta Selatan, 19 Agustus 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Mengenal Cara Bermain Fullball
Permainan fullball cukup sederhana. Jezzy, misalnya. Pada hari pertama latihan, dia langsung paham cara bermain. Bermodalkan hobi bermain basket, dia dapat mencetak poin demi poin dengan tangan. Namun dia kesulitan mendapat poin lewat tendangan karena tak pernah main sepak bola.
Aditya Muhammad merupakan newbie di fullball. Dalam sesi latihan pertamanya di Tebet pada siang itu, dia mengajak sembilan teman sekolahnya dari SMA 98 Kalisari, Jakarta Timur. Pendatang baru seperti mereka dipisahkan dari pemain lama dan mendapat penjelasan dari Rizky cs.
Pemain fullball terbagi dalam dua tim yang masing-masing lima orang. Satu orang berperan sebagai hustler alias penjaga gawang plus target, sisanya boleh mencetak poin. Rizky menerangkan bahwa ada tiga cara mencetak poin. Pertama, dengan melempar bola ke arah target dari area setengah lingkaran yang mengelilingi gawang—disebut handzone. Jika tepat sasaran, dapat dua poin seperti dalam bola basket. “Tidak boleh menggunakan kaki di handzone,” kata Rizky. Cara selanjutnya adalah dengan menendang bola dari luar handzone. Jika mengenai gawang, akan mendapat dua poin. Tapi, jika bola hasil tendangan mengenai target, akan dapat tiga poin.
Sekali main, Aditya langsung paham. Menurut Ketua OSIS SMA 98 itu, cara bermainnya mirip bola tangan, yang jadi ekstrakurikuler di sekolahnya. Plus, Aditya doyan futsal. "Lapangannya juga lapangan futsal. Jadi familier," ujarnya.
#Info Gaya Hidup 5.1.1-Mengenal Olahraga Baru Itu
ILONA ESTERINA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo