Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kalahnya Mereka Dari DKI

Ian Imang berangkat ke malang mengikuti lomba marathon dengan perasaan jengkel. Ia menyesalkan perhatian PASI Jaya sangat kurang.

7 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IAN Imang berangkat ke Malang dengan perasaan jengkel. Perhatian PASI Jaya, katanya, "sangat kurang." Pelari asal Larantuka, Flores, yang berusia 27 terseblt, sempat mengancam di depan Asro, pelatihnya dan beberapa pelari lain untuk tidak berangkat ke Malang kalau isteri dan seorang anaknya tidak diperhatikan. Seminggu sebelum mengikuti lomba marathon di Malang, ia mengharapkan uang saku. Maklum, ia masih penganggur. "Uang itu 'kan bisa saya gunakan untuk belanja keluarga saya. Lagi pula sudah saatnya saya menambah tenaga dengan makanan berprotein," katanya. Uang itu tak diperolehnya. Ian Imang tadinya merajai lomba lari di Ibukota. Seluruh hidupnya ia gantungkan pada sepeda motor yang ia peroleh dari hadiah juara pertama lomba lari Proklamathon (45 km) tahun lalu. Sepeda motor itu ia ojekkan di Tg. Priok. Dari situlah isi periuk nasinya. "Mula-mula saya coba tarik sendiri. Tapi eh .... kejang kaki saya. Sekarang saudara saya yang narik," katanya. Mendengar kabar pelari Jawa Timur mendapat biaya Rp 1 juta untuk sebulan, ia tambah menjadi kesal. Para pelari Jakarta tidak masuk TC, bahkan mutu makanan mereka saja tak mendapat perhatian. Untuk menghadapi Malang, Ian sudah mengadakan persiapan yang cukup berat, termasuk ikut dalam lomba lari 28 km, Pebruari lalu, yang ia juarai. Di bawah asuhan pelatih, program latihannya boleh dikatakan amat ketat. Kadang-kadang ia absen, karena ongkos transpor tak ada. Namun ia sempat membual "akan memboyong piala kejurnas marathon" ke Jakarta. Ternyata ia gagal. Pelari Jakarta yang berjumlah nampaknya agak meleset dalam sistim latihan yang mereka jalani. Hampir semua hari latihan dihabiskan di track. Sedikit sekali di bukit-bukit untuk menghadapi medan Malang yang berjalan rusak dan berbukit-bukit. Pernah ada rencana mereka untuk berlatih di Sukabumi, tapi ternyata tak terlaksana. "Tak ada ongkos. Panitia tidak bisa menyediakan bus," kata pelatih Asro.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus