IA adalah orang yang pernah dikecewakan. Hampir 1« tahun
namanya tak tercantum di antara atlit terpilih yang memasuki
pelatnas. Tahun 1977, seusai PON IX, ia dipanggil kembali, dan
dijodohkan dengan Verawaty Wiharyo. Ternyata tak mengecewakan
Dalam Asian Games 1978 di Bangkok, mereka berhasil merenggut
medali emas dalam nomor perorangan. Di final All England, 2
pekan lalu, pasangan Imelda dan Verawaty berhasil meraih lagi
gelar juara --pasangan wanita kedua dari Indonesia yang
memboyong trophy All England, setelah Minarni dan Retno Kustiyah
di tahun 1968.
Imelda juga merenggut gelar juara All England di nomor ganda
campuran bersama Christian Handinata. Nomor ini belum pernah
dimenangkan oleh pemain Asia selama ini. Tapi, "saya masih
penasaran," kata Imelda seusai kejuaraan, lantaran juara ganda
puteri dunia 1979, Emiko Ueno dan Yonekura, dari Jepang tak ikut
di All England.
"Di Tokyo (dalam kejuaraan bulutangkis dunia), Januari lalu,
kami jadi bulan-bulanan mereka," lanjutnya. "Tentu saja, kami
ingin menebus kekalahan itu." Ia menyebutkan seandainya Ueno dan
Yonekura tampil di All England, peluang mereka sama 50-50.
Walaupun begitu, pasangan Imelda dan Verawaty menghadapi finalis
Atsuko Tokuda dan Michiko Takada, juga dari Jepang, secara
terpaksa main dalam marathon set 15-3, 12-15 dan 15-5.
Lahir di Slawi, Jawa Tengah, 12 Oktober 1951, Imelda adalah anak
ke-5 dari 8 bersaudara, mulai mengayun raket ketika di bangku
Sekolah Dasar. Permainannya baru diperhatikan orang setelah
bergabung di klub Mutiara, Bandung, yang diasuh oleh pelatih
nasional Drs. Sukartono.
Tahun 1973, "sejak itu, saya terus hidup di antara pelatnas dan
pertandingan," kata Imelda. Dalam pelatnas pada mulanya ia
dijodohkan dengan Theresia Widyastuti. Pasangan ini menjadi
tulang punggung tim Piala Uber Indonesia (1975).
Baik dengan Widyastuti maupun Verawaty, ia seolah dilahirkan
hanya untuk bermain ganda. Mengapa? "Saya tak sanggup untuk
bermain single karena footwork (kelincahan kaki) saya lemah,"
alasannya.
Imelda, karyawati Bank Indonesia, Jakarta, yang gemar melalap
novel ini mengatakan: "Paling banter, saya cuma mampu bertahan 3
tahun lagi. Soalnya, saya semakin tua." Namun ia tetap berharap
bisa ikut SEA Games X di Jakarta, September depan, serta
perebutan Piala Uber, tahun 1980. "Itu pun kalau saya masih
dibutuhkan," tambah Imelda yang merencanakan pernikahan pada
tahun 1981.
la sudah bermain di stadion Wembley, London, sejak tahun 1975.
Baik berpasangan dengan Widyastuti maupun Verawaty, ia tadinya
selalu tergelincir di ronde awal. Prestasi terbaik Imelda,
sebelum ini, hanya sebagai finalis bersama Widyastuti di tahun
1975. Mengapa? "Kalau main di negeri berhawa dingin, saya tak
punya nafsu untuk makan. Dan ini, tentu saja, mempengaruhi
kondisi fisik," kata Imelda.
Ada Sambel
Tapi dalam menghadapi turnamen All England kemarin, Imelda
membawa cobek terasi. dan cabe rawit untuk memancing selera
makannya. Ternyata berhasil. "Kemarin ini, saya bisa makan
dengan lahap sekali," kata Imelda. "Sekalipun, tiap mau makan
saya harus bikin sambel terasi dulu."
Sukses lain di All England juga diraih oleh Liem Swie King dan
pasangan ganda Tjuntjun dan Johan Wahyudi. "Bagi King ini
merupakan kemenangan kedua dan untuk Tjuntjun dan Johan Wahyudi
kali kelima. Satu-satunya partai yang lolos dari tangan tim
Indonesia dari 5 nomor pertandingan adalah tunggal puteri. Gelar
juara ini diboyong oleh drg. Lene Koppen dari Denmark.
Sebetulnya Verawaty diharapkan untuk membuat kejutan pula dalam
partai ini. Tapi semi final pun ia tak berhasil. "Vera jatuh
mental ketika itu," kata pelatih Minarni. "Ia terlalu dibebani
oleh perasaan untuk menang. Sehingga konsentrasinya jadi
terganggu."
Prestasi tim Indonesia di All England tampak begitu melegakan.
Bahkan Presiden Soeharto ikut meluangkan waktu untuk menerima
mereka. Di daerah sambutan juga tak kurang ramainya dibandingkan
penyambutan di Jakarta. Di Jawa Tengah, King mendapat 2 petak
tanah untuk perumahan -- 1 petak dari pemerintah daerah dan 1
bidang lagi dari seorang pengusaha real estate. Di Jawa Barat,
Tjuntjun, Christian, Heryanto Saputra dan Imelda mendapat Vespa
dari Gubernur Aang Kunaefi. Cuma pemerintah DKI Jakarta yang tak
memberikan apa-apa bagi atlitnya. Mereka yang mewakili Jakarta,
antara lain, Verawaty, Theresia Widyastuti, Ruth Damayanti, Tjan
So Gwan, Dhany Sartika, Lius Pongoh dan Ade Chandra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini