Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Menang dengan sambel terasi

Di final all england 1979 pasangan imelda wiguna & veravaty berhasil meraih gelar juara ganda wanita, juga juara ganda campuran bersama christian hadinata. (or)

7 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA adalah orang yang pernah dikecewakan. Hampir 1« tahun namanya tak tercantum di antara atlit terpilih yang memasuki pelatnas. Tahun 1977, seusai PON IX, ia dipanggil kembali, dan dijodohkan dengan Verawaty Wiharyo. Ternyata tak mengecewakan Dalam Asian Games 1978 di Bangkok, mereka berhasil merenggut medali emas dalam nomor perorangan. Di final All England, 2 pekan lalu, pasangan Imelda dan Verawaty berhasil meraih lagi gelar juara --pasangan wanita kedua dari Indonesia yang memboyong trophy All England, setelah Minarni dan Retno Kustiyah di tahun 1968. Imelda juga merenggut gelar juara All England di nomor ganda campuran bersama Christian Handinata. Nomor ini belum pernah dimenangkan oleh pemain Asia selama ini. Tapi, "saya masih penasaran," kata Imelda seusai kejuaraan, lantaran juara ganda puteri dunia 1979, Emiko Ueno dan Yonekura, dari Jepang tak ikut di All England. "Di Tokyo (dalam kejuaraan bulutangkis dunia), Januari lalu, kami jadi bulan-bulanan mereka," lanjutnya. "Tentu saja, kami ingin menebus kekalahan itu." Ia menyebutkan seandainya Ueno dan Yonekura tampil di All England, peluang mereka sama 50-50. Walaupun begitu, pasangan Imelda dan Verawaty menghadapi finalis Atsuko Tokuda dan Michiko Takada, juga dari Jepang, secara terpaksa main dalam marathon set 15-3, 12-15 dan 15-5. Lahir di Slawi, Jawa Tengah, 12 Oktober 1951, Imelda adalah anak ke-5 dari 8 bersaudara, mulai mengayun raket ketika di bangku Sekolah Dasar. Permainannya baru diperhatikan orang setelah bergabung di klub Mutiara, Bandung, yang diasuh oleh pelatih nasional Drs. Sukartono. Tahun 1973, "sejak itu, saya terus hidup di antara pelatnas dan pertandingan," kata Imelda. Dalam pelatnas pada mulanya ia dijodohkan dengan Theresia Widyastuti. Pasangan ini menjadi tulang punggung tim Piala Uber Indonesia (1975). Baik dengan Widyastuti maupun Verawaty, ia seolah dilahirkan hanya untuk bermain ganda. Mengapa? "Saya tak sanggup untuk bermain single karena footwork (kelincahan kaki) saya lemah," alasannya. Imelda, karyawati Bank Indonesia, Jakarta, yang gemar melalap novel ini mengatakan: "Paling banter, saya cuma mampu bertahan 3 tahun lagi. Soalnya, saya semakin tua." Namun ia tetap berharap bisa ikut SEA Games X di Jakarta, September depan, serta perebutan Piala Uber, tahun 1980. "Itu pun kalau saya masih dibutuhkan," tambah Imelda yang merencanakan pernikahan pada tahun 1981. la sudah bermain di stadion Wembley, London, sejak tahun 1975. Baik berpasangan dengan Widyastuti maupun Verawaty, ia tadinya selalu tergelincir di ronde awal. Prestasi terbaik Imelda, sebelum ini, hanya sebagai finalis bersama Widyastuti di tahun 1975. Mengapa? "Kalau main di negeri berhawa dingin, saya tak punya nafsu untuk makan. Dan ini, tentu saja, mempengaruhi kondisi fisik," kata Imelda. Ada Sambel Tapi dalam menghadapi turnamen All England kemarin, Imelda membawa cobek terasi. dan cabe rawit untuk memancing selera makannya. Ternyata berhasil. "Kemarin ini, saya bisa makan dengan lahap sekali," kata Imelda. "Sekalipun, tiap mau makan saya harus bikin sambel terasi dulu." Sukses lain di All England juga diraih oleh Liem Swie King dan pasangan ganda Tjuntjun dan Johan Wahyudi. "Bagi King ini merupakan kemenangan kedua dan untuk Tjuntjun dan Johan Wahyudi kali kelima. Satu-satunya partai yang lolos dari tangan tim Indonesia dari 5 nomor pertandingan adalah tunggal puteri. Gelar juara ini diboyong oleh drg. Lene Koppen dari Denmark. Sebetulnya Verawaty diharapkan untuk membuat kejutan pula dalam partai ini. Tapi semi final pun ia tak berhasil. "Vera jatuh mental ketika itu," kata pelatih Minarni. "Ia terlalu dibebani oleh perasaan untuk menang. Sehingga konsentrasinya jadi terganggu." Prestasi tim Indonesia di All England tampak begitu melegakan. Bahkan Presiden Soeharto ikut meluangkan waktu untuk menerima mereka. Di daerah sambutan juga tak kurang ramainya dibandingkan penyambutan di Jakarta. Di Jawa Tengah, King mendapat 2 petak tanah untuk perumahan -- 1 petak dari pemerintah daerah dan 1 bidang lagi dari seorang pengusaha real estate. Di Jawa Barat, Tjuntjun, Christian, Heryanto Saputra dan Imelda mendapat Vespa dari Gubernur Aang Kunaefi. Cuma pemerintah DKI Jakarta yang tak memberikan apa-apa bagi atlitnya. Mereka yang mewakili Jakarta, antara lain, Verawaty, Theresia Widyastuti, Ruth Damayanti, Tjan So Gwan, Dhany Sartika, Lius Pongoh dan Ade Chandra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus