Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Kayuhan Emas Si Ratu Ringkih

Laura Trott terus merajai trek balap sepeda meski harus bergulat dengan berbagai penyakit. Ingin memberi inspirasi kepada penderita lain.

15 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYAKIT dan medali seperti tak terpisahkan dalam hidup Laura Trott. Atlet 23 tahun asal Inggris ini harus terus berjuang melawan berbagai penyakit sejak lahir. Tapi, di arena balap sepeda, tubuhnya yang ringkih dan mungil—tinggi 1,63 meter dan berat 52 kilogram—seperti berubah menjadi sosok gesit yang susah dikalahkan. Medali demi medali terus diraihnya.

Dua keping medali teranyar ia rebut dalam lombaUCI Track Cycling World CupdiHong Kong, tiga pekan lalu.Ia merebut emas di nomor omnium dan mengantongi perak di nomorscratch race. Medali emas itu menjadi yang ke-35 yang dia raih di level internasional, dari nomor perorangan atau beregu. Dan ia sudah memastikan emas tersebut tak akan jadi yang terakhir. "Saya menyukai kemenangan dan ingin terus menang," kata Laura seusai lomba di Hong Kong Velodrome itu, seperti dikutip South China Morning Post. "Perasaan itu yang membuat saya tak mau berhenti. Saya akan terus berlomba hingga bisa menang lebih banyak dan lebih banyak lagi."

Kecintaan pada kemenangan itu pula yang mendorong Laura lebih serius menekuni balap sepeda, yang semula ia anggap berat dan tak menyenangkan. Olahraga itu awalnya ia geluti bersama sang ibu untuk membantu menguatkan tubuhnya yang bermasalah. Lahir secara prematur lewat operasi caesar, Laura langsung didiagnosis mengalami masalah paru-paru oleh dokter. Ibunya, Glenda, bahkan tak sempat menimangnya karena ia langsung harus masuk perawatan intensif. "Awalnya semua tampak normal. Tapi, saat saya tak menangis, dokter dengan cepat menyadari ada yang salah. Saya katanya sulit bernapas dan membuat suara aneh," tutur Laura kepada Express, Juli 2012.

Dokter harus segera melakukan operasi untuk memasukkan slang ke paru-parunya. "Anda masih bisa melihat bekas luka zigzag di bawah tangan kiri saya. Itu jadi momen traumatis dan saya pikir keluarga saya sudah khawatir akan hal terburuk," kata Laura. Nyatanya, setelah enam pekan, kondisinya mulai membaik. "Saya bisa dibawa pulang, tapi terus keluar-masuk rumah sakit selama beberapa bulan."

Hanya sekitar setahun Laura mengalami masa yang tenteram. Pada usia dua tahun, ia terkena infeksi dada dan selama empat tahun kemudian harus terus bergulat dengan demam yang datang dan pergi. Saat Laura berusia enam tahun, dokter akhirnya menyatakan dia menderita asma dan menyarankan agar ia rajin berolahraga. Maka ibu dan ayahnya, Adrian, kemudian membawanya mengecap berbagai jenis olahraga: renang, trampolin, dan balap sepeda.

Tak semua olahraga itu bertahan lama. "Saya bosan dan berhenti berenang saat usia 14 tahun," ujar Laura. Untuk trampolin, ia hampir lolos ke level nasional, tapi pengalaman terjatuh membuatnya mengalami trauma dan memutuskan berhenti. Balap sepeda yang ditekuni mulai usia 8 tahun lebih memikat hati Laura karena mampu memuaskan hasratnya untuk menang. "Bagi anak usia 8 tahun, bangun awal pada hari Sabtu dan bersepeda melewatiWelwynyang menguras tenaga bukanlah ide terbaik saya untuk bersenang-senang. Tapi, begitu mulai menang, segalanya terasa berbeda. Saya menyukainya," katanya.

Laura ingat hadiah uang pertama yang ia terima adalah 2 pound sterling (sekitar Rp 39 ribu) setelah memenangi kejuaraan junior diHertfordshire kala berusia 8 tahun. "Pada usia 12 tahun, saya sudah menjadi juara nasional. Saat anak seusia saya nongkrong di jalan, saya lebih sering melakukan sesi latihan turbo di garasi," ucapnya.

Kerja keras Laura berbuah manis. Pada 2009, saat usianya 17 tahun, ia meraih dua medali emas dan satu perak dalam kejuaraan nasional level senior. Setahun kemudian, ia terpilih masuk tim nasional Inggris untuk berlaga di berbagai kejuaraan internasional. Pada 2011, ia berhasil merebut medali emas pertamanya di kejuaraan dunia dari nomorteam pursuit.

Yang lebih mengesankan, prestasi-prestasi itu ia raih dengan terus bergulat melawan penyakit. Bukan hanya asma, belakangan Laura juga mengalami masalah asam lambung yang akut. Tiap dibawa berlatih atau berlomba, lambungnya langsung berontak, sehingga ia kerap muntah-muntah di arena latihan atau lomba. Ia pernah mencoba memakai obat untuk mengatasi masalah lambung itu, tapi menghentikannya karena tak menyukai efeknya.

Laura akhirnya memilih belajar melawan dan mengakrabi rasa sakit. Lama-lama ia terbiasa, bahkan bisa menikmatinya. "Rasanya aneh, seperti mengecap darah di mulut, tapi saya menyukainya," katanya, seperti dikutip Guardian. "Pada akhirnya, mengatasi rasa sakit menjadi pembeda antara menang dan kalah. Yang terpenting adalah terus mengayuh melawan sakit. Saya tahu, di ujung sana akhirnya akan merasa lebih baik."

Saat Laura berlomba, penonton pun kerap melihat pemandangan yang berbeda. Di Olimpiade London, Juli 2012, misalnya. Sebelum lomba, Laura terlihat terus memakai inhaler untuk meredakan serangan asmanya. "Karena udara kering dan panas membuat dada saya begitu sesak dan tak bisa berhenti batuk," ujarnya. Saat berlomba, giliran serangan mual yang harus ia lawan. Serangan itu lebih parah menerjang mengingat semalaman ia juga tak bisa tidur.

Saat Laura akhirnya menyentuh garis finis, seorang petugas segera memberinya kantong. Dia menyambarnya dan bergegas menyingkir ke tempat agak sepi untuk menumpahkan isi lambungnya.

Tapi semua perjuangan itu berbuah manis. Di Olimpiade itu, Laura berjaya dengan merebut dua medali emas, dari nomoromniumdanteam pursuit. Itulah pencapaian yang luar biasa bagi atlet yang baru berusia 20 tahun dan baru tampil dalam Olimpiade pertamanya. Media Inggris pun segera menjulukinya Ratu Velodrome, gelar yang sebelumnya melekat padaVictoria Pendleton, pembalap andalan Inggris lainyang dalam Olimpiade itu hanya meraih perak.

Laura pun tampak tak kuasa membendung air mata saat menerima medali emas itu. "Saya tak mempercayainya. Ini luar biasa," katanya saat itu. Menurut dia, semua itu tak lepas dari jasa ayah dan ibunya. "Saya tak bisa meraih ini tanpa mereka, jumlah uang yang mereka keluarkan saat saya muda, untuk membawa saya berlomba ke sana dan kemari. Ayah saya bahkan harus berhenti dari bermain kriket yang ditekuninya."

Dua emas Olimpiade itu melengkapi dua medali sama yang ia raih di kejuaraan dunia, tiga bulan sebelumnya. Karena dua prestasi besar itu, Laura harus memenuhi janjinya membelikan mobil buat kakaknya, Emma, pembalap sepeda profesional. "Saya membelikan diaAlfa Romeo MiTodan saya sendiri membeli apartemen di London," ujarnya. Laura mengaku sangat selektif dalam membelanjakan uang dan dua pembelian itu merupakan yang termahal yang ia lakukan dalam hidupnya.

Selain prestasi dan uang, balap sepeda telah memberi banyak hal lain buat pembalap timMatrix Fitness Vulpineitu. Karena prestasinya yang mencorong, pada 2013 Laura mendapat gelar kehormatan dari Kerajaan Inggris, Order of the British Empire. Di arena balapan, ia juga berhasil menemukan tambatan hatinya. Laura kini sudah bertunangan denganJason Kenny, pembalap Inggris yang juga meraih dua emas pada Olimpiade 2012. Sosok Kenny, 27 tahun, jadi tempatnya menemukan keteduhan serta ketenangan di sela jadwal latihan dan lomba yang menekan.

Bila tak bercengkerama dengan kekasihnya, Laura lebih suka menghabiskan waktu bersantai di apartemen, mendengarkan musikBruce Springsteenfavoritnya, menikmati spageti kesukaannya, atau bermain dengan dua anjingnya. "Saya sangat menyukai binatang. Setelah pensiun, saya juga mungkin akan memelihara kuda. Kawan-kawan selalu menyebut saya miripDr Dolittle," ucapnya merujuk pada tokoh film yang bisa berbicara dengan binatang.

Bila jadwalnya pas, Laura juga selalu menyempatkan diri menjadi pembicara dalam seminar-seminar untuk penderita asma. Ia merasa wajib berbagi pengalaman sekaligus memberi dorongan. "Saya berharap dapat menginspirasi orang lain, terutama yang seusia dan sama-sama memiliki asma. Penyakit itu tak harus jadi hambatan," katanya. "Bila menengok ke belakang, asma justru jadi pendorong saya untuk berprestasi ketimbang jadi penghambat."

Penyakit asma itu, juga masalah asam lambung, masih akan terus menyertainya setiap berlomba, termasuk saat kembali berlaga di Olimpiade berikutnya di Brasil, Agustus mendatang. Tapi tak jadi masalah. Laura sudah tahu cara menaklukkannya, seperti juga mengatasi tekanan besar terkait dengan tuntutan untuk terus berprestasi. "Selama bisa melakukan tugas dengan baik, semuanya bisa terjadi. Saya tak peduli omongan orang, juga tak terbebani. Saya hanya akan tampil dan melakukan tugas saya," ujarnya.

Nurdin Saleh (Guardian, Telegraph, Lauratrott.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus