Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dokter Novi Arifiani Faisal sangat ingat pada pasiennya, yakni seorang perempuan yang datang memeriksakan diri dalam keadaan nyaris putus asa. Perempuan 82 tahun itu menderita penyakit darah tinggi dan mesti menenggak sepuluh jenis obat saban hari. Akibatnya, fungsi ginjal menurun dan tubuhnya semakin lama terasa semakin tidak enak. Pencernaannya juga menolak makanan. Apa pun yang dimakan selalu keluar lewat tenggorokan sebelum sampai perut. "Sewaktu pertama kali datang ke klinik itu, dia sudah muntah-muntah," ujar Novi Arifiani, Rabu pekan lalu.
Perempuan itu datang ke tempat praktek Novi, yakni di Bio Balance Clinic, Jakarta, dengan keinginan mengatasi ketergantungannya terhadap obat-obatan tersebut. Sepertinya ia datang ke tempat yang tepat karena Novi adalah praktisi kedokteran fungsional dan neurosains terapan. Klinik tempat Novi berpraktek memang mengembangkan terapi penyembuhan dengan menyeimbangkan fungsi tubuh agar tak bergantung pada obat-obatan. Metode ini disebut bio-balance. "Setelah menjalani terapi tiga minggu, dia berhasil menurunkan jumlah obat yang dikonsumsi menjadi hanya dua setiap hari," tutur Novi.
Bagaimana hal itu bisa terjadi? Ini memang bukan kerja yang dapat diselesaikan dalam satu malam. Metode penyembuhan memerlukan waktu yang tidak sebentar. Dalam pelaksanaannya, terapi minim obat ini dilakukan bertahap. Caranya tubuh diprogram setahap demi setahap sambil disertai pengubahan pola makan, pengaturan istirahat, dan olahraga. Dokter tidak langsung menghentikan penggunaan obat bagi pasien yang memang kondisinya sudah bergantung pada obat.
Di klinik tersebut, kata Novi, dokter menggunakan prinsip-prinsip biofisika dan mekanika kuantum untuk menyembuhkan pasien. Dalam teori mekanika kuantum, tubuh sehat adalah yang memiliki energi lancar. Energilah yang membuat tubuh memproduksi dan meregenerasi selnya sendiri. Untuk memaksimalkan energi, bio-balance menggunakan alat tertentu.
Alat ini dikenal sebagai bio-resonance, yaitu perangkat penghantar gelombang elektromagnetik, ke dalam sel. Fungsinya adalah membantu sel di dalam tubuh berkomunikasi dengan lancar. "Ketika sel berkomunikasi, zat-zat berbahaya dapat dilepaskan dan dikeluarkan," kata Novi. Hanya, penyembuhan dengan alat ini tidak bisa diterapkan sekaligus pada beberapa penyakit.
Belakangan, terapi penyembuhan minim obat ini memang mulai dilirik beberapa kalangan. Namun, karena ikhtiar ini membutuhkan fokus dan perhatian lebih dari dokter, jumlah pasien pun dibatasi. "Setiap konsultasi menghabiskan waktu minimal satu jam. Di Bio Balance, satu dokter hanya menangani enam-sepuluh pasien per hari," ujar Novi. Di dunia internasional, metode ini dipopulerkan pertama kali di Jerman dan diciptakan untuk mengantisipasi pasien dengan penyakit kelainan kinerja otak, seperti alzheimer, bipolar, autisme, dan depresi. Metode ini dikembangkan dengan tujuan mengintervensi pola makan untuk mengantisipasi aktivitas yang tidak semestinya di dalam otak.
Menurut Novi, saat ini banyak jenis penyakit akibat gaya hidup yang muncul berbarengan di dalam tubuh. Misalnya diabetes yang disertai kolesterol dan darah tinggi. Penyakit seperti ini seharusnya tidak diobati sekaligus, tapi dicari akar permasalahannya. "Sebab, sebenarnya tidak ada pengobatan yang sifatnya instan. Diberesinya harus satu per satu karena sifat dan karakteristik tubuh setiap pasien berbeda-beda," kata Novi.
Untuk mendeteksi tubuh pasien yang memiliki karakteristik berbeda ini, dikembangkanlah metode kedokteran fungsional. Metode ini menuntut dokter mengenal karakteristik dan keunikan tubuh pasien. Dokter juga harus mengenal reaksi biokimia, yakni reaksi yang muncul akibat proses biologi dalam sel. Novi mencontohkan pada pasien yang memiliki kadar enzim rendah. Sebab, tiap orang berbeda dan memiliki kadar enzim dengan karakteristik tertentu.
"Misalnya, untuk pasien yang tidak bisa makan, tentu kami anjurkan yang cair dan mudah dicerna, seperti yoghurt atau puding sebagai protein awal," kata Novi. Ilustrasinya begini. Pasien akan menjalani serangkaian tes untuk memetakan dan mengurai kerusakan yang ada di dalam tubuh. Setelah masalahnya ditemukan, barulah pasien diberi terapi, yang tidak mesti obat minum. Dokter bisa membenahi fungsi yang rusak berdasarkan reaksi biokimia yang terjadi pada tubuh pasien. Hal terpenting adalah pengaturan pola makan. Ini dilakukan karena terkait dengan kinerja enzim yang bertugas sebagai katalis berbagai macam zat makanan.
Selain Bio Balance Clinic, ada klinik milik dokter Tan Shot Yen, yang menerapkan metode penyembuhan dengan mengubah pola asupan makanan. Salah satu yang dianjurkan dokter Yen adalah pasien mengkonsumsi makanan yang tidak mengalami pengolahan berlebihan atau rafinasi. Misalnya sayur dan buah bisa menjadi bahan makanan utama, bahkan sebagai sumber karbohidrat. Yen menegaskan, obat bukan satu-satunya jawaban, meski pasien juga tidak bisa menolak obat sama sekali.
Disertasi Yen yang diuji di Universitas Indonesia memaparkan hanya dengan mengubah pola makan, berupa sayur mentah selama 12 minggu, gula darah seorang pasien diabetes tipe 2 dapat dikendalikan. Salah satu manfaatnya adalah perbaikan HbA1c (indikator gula darah selama tiga bulan) pada orang-orang yang memiliki diabetes tipe 2 ini turun 31 persen.
Yen mencontohkan khasiat buah yang dapat membantu proses penyembuhan. Misalnya jambu klutuk alias jambu biji untuk pasien demam berdarah, yang butuh peningkatan daya tahan tubuh dan trombosit. "Jambu klutuk bukan obat, juga bukan karena jambu klutuk dapat membentuk trombosit, melainkan karena jambu klutuk mengandung vitamin C yang tinggi," kata Yen, Kamis pekan lalu. Vitamin C inilah zat yang memiliki aktivitas dan kekuatan antioksidan tinggi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Bukan cuma itu, vitamin C juga berfungsi membentuk kolagen, yang berkontribusi memperbaiki kekenyalan di dinding pembuluh darah. Dengan begitu, vitamin C dapat menurunkan jumlah kerusakan pada dinding sel.
Dokter Purnamawati Sujud menyatakan memang tidak sedikit penyakit yang tak membutuhkan terapi obat. "Tapi bukan berarti harus anti-obat," ujar dokter spesialis anak yang tergabung dalam Komite Pengendalian Resistansi Antimikroba ini.
Dia menyarankan setiap calon pasien sebaiknya menambah pengetahuan tentang kesehatannya, sehingga dapat menggunakan obat secara rasional. Boleh juga, sebelum menerima obat, pasien menanyakan lima hal kepada dokter yang meresepkan: apa saja komposisi, indikasi, dosis, efek samping, dan kontraindikasi dari obat yang diresepkan.
Kesimpulannya: obat memang untuk diminum, tapi bisa diminimkan.
Cheta Nilawaty
Beberapa contoh menu sehat yang dijadikan diet diabetes ala dokter Tan Shot Yen
Salad Bayam
Bahan:
Cara membuat:
Dabu Alpukat
Bahan:
Cara membuat:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo