PETANI, buruh, pilot, mahasiswa dan jenderal purnawirawan
sudah pernah mengadu atau menyampaikan petisi pada DPR.
Tampaknya petinju tak mau ketinggalan. Pekan lalu Kudy Siregar,
Sperling Pangaribuan dan Rocky Joe--ketiganya petinju bayaran
yang tenar--menjumpai Ketua Komisi IX DPR, Djamal Ali, yang
dengan sabar mendengarkan keluhan mereka.
Sekali ini menyangkut kebijaksanaan Komisi Tinju Indonesia (KTI)
yang telah mencabut lisensi promotor Tommy Djorghi Pencabutan
itu suatu "pertanda suram bagi kehidupan kami," kata Sperling.
KTI rupanya berang sekali terhadap Tommy karena sang promotor
telah mengritik organisasi itu. Persoalannya tak jelas. Tapi
Direktur B.B. Boxing 'orporation, Boy Bolang, menjelaskan bahwa
semua itu berpangkal pada sikap KTI yang suka bertele-tele
dalam memberikan izin pertandingan dan adanya permainan uang
komisi di kalangan peng urus. Hal itu dibanta oleh Ketua Komisi
Teknik KTI, Leon Johannes.
Promotor Tommy sangat diharapkan oleh kalangan petinju untuk
menggalakkan kembali pertandingan profesional yang pernah mandek
selama tiga tahun. Karena lisensinya dicabut, suatu
pertandingan yang direncanakan 12 Juli terpaksa ditunda.
Antara lain akan bertarung Thomas Americo (Indonesia) dan Sagmo
Koo (Korea Selatan) dalam perbuatan gelar Orient Pacific Boxing
Federation (OPBI). Kebetulan Imron Malik, putra Wakil Presiden
Adam Malik, akan menjadi sponsotnya.
KTI cenderung akan memilih promotor lain, yaitu Setijadi Laksono
(Surabaya) dan Sriyanto (Malang) untuk pertarungan itu yang
kemudian direncanakan awal Agustus. Tapi Soegiyono yang menjadi
manajer Thomas "masih menanti kami sebagai promotornya," ujar
Tommy.
Frustrasi
Siapakah Tommy ? Ia adalah putra jutawan M. Djorghi, pemilik
belasan perusahaan yang berkantor di Speed Building Jalan Gajah
Mada, Jakarta. Kini berusia 37 tahun, Tommy pernah menjadi
petinju kelas berat Sasana New Waringin, dan jadi promotor sejak
1977.
Bersama Boy Bolang, juga bekas petinju, Tommy mendirikan BBBC
pada awal tahun ini. Sudah tiga pertandingan domestik dan
internasional mereka selenggarakan. Ada sekali pembatalan (28
Juni) karena, kata Boy "izin baru kami peroleh tiga hari sebeium
pertandingan. Bagaimana mungkin kami bisa menjual karcis."
Menurut Tommy, dari tiga pertandingan terdahulu BBBC belum
memetik untung sepeser pun. "Sementara KTI sudah mengantungi Rp «
juta," sela Boy. Angka yang diperoleh KTI itu adalah hasil
komisi yang ditetapkan 2« %. Rudy mengharapkan untuk saat
sekarang komisi itu tidak usah dipungut KTI mengingat publik
tinju bayaran masih langka, dan selama ini belum ada promotor
yang untung.
Setijadi, Manajer Sasana Sawungaling (Surabaya), menerangkan
KTI membuat orang lesu untuk menjadi promotor. Akibatnya memang
menimbulkan frustrasi bagi petinju. "Selama delapan tahun hasil
KTI itu cuma nol," kata Setijadi. "Membuat ranking saja pun tak
bisa."
Lewat BBBC nasib petinju telah dikatrol naik. Rocky, kampiun
nasional, selama ini hanya mengantungi jumlah di bawah Rp
250.000, tapi sekarang sudah ditawari imbalan Rp 1 juta. Thomas,
yang kelahiran Timor Timur, dari Sasana Gajahyana, Malang,
ditawari lebih besar lagi. Dalam melawan Sangmo Koo, ia akan
memperoleh Rp 6 juta--penawaran tertinggi dalam sejarah tinju
prof Indonesia. "Tujuan kami mendirikan BB Boxing Corporation
memang untuk menaikkan tingkat hidup petinju prof kita," ungkap
Tommy.
Pontas Simanjuntak, manajer petinju Piet Gommies, mengatakan
pencabutan lisensi Tommy akan bis mematikan kegiatan tinju
bayaran di Indonesia. "Saya dulu mengundurkan diri gara-gara tak
ada pertandingan," katanya.
Para petinju tidak bersemangat lagi, setelah pencabutan lisensi
promotor itu. "Habis tak ada harapan untuk bertanding lagi,"
kata Sperling kepada Ketua Komisi IX DPR. "Jika masalah ini
tidak teratasi, jangan harap petinju Indonesia bisa berbicara di
tingkat OPBIK" Satu-satunya atlet Indonesia yang pernah memegang
mahkota OPBF adalah Wonesosuseno, lima tahun silam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini