DARI Hongkong United Press International (UYI) melancarkan pada
jam-jam tertentu lewat saluran radio. Dan langganannya di Asia,
termasuk Antara di Jakarta, memonitor dan menerima foto. Cepat
sekali. Tapi kantor-berita nasional itu selalu terlambat
melayani para langganannya, yaitu foto UPI tadi baru 2 atau 3
hari kemudian tiba di Medan dan Banjarmasin.
Biasanya Antara--setelah mereproduksi foto UPI yang
diterimanya--menyampaikan ke para langganannya dengan speda
motor, keretaapi dan pesawat terbang. Pelayanan secara ekspedisi
itu sudah terasa kuno dalam zaman satelit ini. Maka Antara, yang
sedang membenah diri kembali ingin mengadakan perubahan radikal
dalam pelayanan fotonya. Ia sudah memesan 4 alat penerima foto
model Unifax 11 dan 5 alat pengirim foto model 16-S dari UPI.
Kedua model itu pekan lalu dipamerkan di auditorium Departemen
Penerangan.
Palapa
Harganya "tidak begitu' mahal," kata A. Marpaung, pemimpin umum
Antara. "Tapi karena kita miskin, kita tak mampu membelinya."
Unifax II dalam harga jual UPI di Amerika mencapai US$ 12.200
(Rp 7.686.000). Ada kemungkinan langganan A ntara bisa
memperolehnya seharga Rp 8 juta, jika tidak lebih. Dengan mesin
ini pemiliknya bisa menerima foto lewat saluran telepon maupun
radio. Foto yang diterimanya sudah dalam bentuk positif,
langsung bisa dipakai redaksi koran dalam keadaan tergesa-gesa,
tanpa harus mencetaknya lagi di kamar gelap.
Setiap foto jadi yang keluar dari Unifax II, menurut taksiran
Paul Wdel, manajer UPI untuk Asia Tenggara, mungkin terpokok Rp
50 saja, dibanding biaya cetak yang mungkin mencapai Rp 1.000
untuk ukuran yang sama. Dalam mesin itu terdapat satu set bahan
kimia yang cukup untuk memroses dua rol kertas. Tiap rol kertas
bisa menghasilkan 900 gambar.
Alat pengirim model 16-S, menurut harga jual UPI di Amerika,
mencapai US$ 5.200 (Rp 3.276.000). Mungkin langganan Antara bisa
mendapatnya dengan harga Rp 4 juta, jika tidak lebih. Ia bisa
diangkut seperti mesin-tik. Reporter yang bertugas di lapangan
bisa mengirim foto dengan 16-S, asalkan ada line telepon, ke
kantornya yang memiliki Unifax II.
Misalkan seorang reporter koran Surabaya meliput pertandingan
sepakbola di Medan. Dia memotret, kemudian mencuci dan mencetak
film di hotelnya, lantas memutar telepon ke Surabaya -- yang
kini gampang dapat sambungan lewat Palapa. Dan mesin 16-S
menyampaikan fotonya ke kantornya dalam tempo 7 menit paling
cepat atau 15 menit paling lalmbat. Kecepatannya bisa disetel.
Unifax di kantornya secara otomatis menerima kiriman itn,
mungkin hanya dua jam sesudah sang - reporter memotret.
Polisi di Amerika biasa memakai alat itu untuk mengirim sidik
jari seseoranr yang dicurigai dari satu ke lain kota. Bahkan
satuan tentara yang sedang latihan bisa juga menggunakannya
untuk mengirim foto tentang situasi dan kondisi medan, misalnya.
Maka Depart-men Pertahanan Malaysia, kata Wedel, tertarik pada
mesin UPI itu.
Djok Mentaja, Pemimpin Redaksi Banjarmasin Pf.s, juga
tertarik. Ia sengaja terbang ke Jakarta untuk melihat
peragaan mesin itu. "Kami mampu membelinya," katanya.
Korannya, walaupun masih beroplah kecil, adalah satu-satunya
harian di seluruh Kalimantan.
M. Hamidy, direktur pemasaran Antara, mengatakan sedikitnya 14
surat kabar--yang tidak miskin sudah menyatakan bersedia
membelinya. Sudah berkeliling ke berbagai daerah mempromosikan
mesin foto itu, Hamid nampaknya optimistis jumlah peminatnya
akan bertambah lagi. "Bahkan ada koran yang memesan bukan hanya
Unifax, tapi juga 16-S," katanya.
Tapi pemakaian mesin itu baru dimulai bila Antara sudah pindah
ke gedungnya yang baru di Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta
diharapkan awal 1981. Sementara itu kantor-berita nasional ini
masih harus membicarakan dengan Perum Telekomunikasi beberapa
kemungkinan.
Persoalan ialah bagaimana semua pemakai Unifax yang terpencar
di berbagai daerah itu bisa menerima foto kiriman Antara secara
simultan. Jika lewat transmisi radio, itu tidak sulit tapi tiap
langganan harus memasang tambahan radio penerima dan antena yang
baik dan tinggi letaknya. Jika lewat lin telepon, biaya
transmisinya akan tinggi dan perlu dipasang panel distribusi
yang mahal harganya.
Jika ternata sedikit langganan yang berminat, mungkin proyek
ini tidak tidak dari segi bisnis. Tapi mungkin pula bukan segi
bisnis melulu yang dijadikan pertimbangan.
"Momentumnya adalah sekarang," kata Marpaung. Ia ingin
meyakinkan para gubernur bahwa arus foto akan sama penting
dengan arus berita.
Untuk memperlancar arus berita dari Jakarta ke berbagai daerah
dan sebaliknya, Antara sudah memasang teleprinter di 18 tempat
yang terpencar dan berjauhan. Investasi ini jelas belum layak
dari segi bisnis. Karena jumlah langganannya yang memakai mesin
penerima berita itu masih sedikit.
Namun Antara setidaknya sudah merintis pelayanan secara modern.
Zaman pelayanan berita dan foto lewat sepedamotor dan pesawat
terbang secara berangsur akan ditinggalkannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini