Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Yang Di Atas Pun Bisa Mencong

Pameran karikatur di galeri baru tim menampilkan 140 karya g.m. sudarta dan pramono. resensi oleh: bambang bujono. sebenarnya di awal orde baru karikatur di indonesia mulai berkembang.

19 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

OOM Pasikom dan Keong bersama yang lain-lain sepakat melepaskan diri dari harian Kompas dan Sinar Harapan, untuk bersama nampang di Galeri Baru, Taman Ismail Marzuki. Selama 7 hari--terakhir Selasa pekan ini--kedua tokoh kartun dari dua harian terkemuka di Indonesia itu banyak mengundanK perhatian khalayak. Sekitar 140 karya karikatur G.M. Sudarta dan Pramono, sebagian besar mclnang cerita lama, artinya telah pernah nongol di harian masing-masing antara tahun 1970-80. Maklum, kalau kemudian Si Oom atau Si Keong sudah agak melempem raganya kini. Karikatur, goresan yang menggambarkan orang atau peristiwa secara berlebihan, agaknya senasib dengan berita. Daya sentaknya pendek umur. Tapi tak berarti sebuah karikatur dengan sendirinya tak bisa dikenang dengan segar. Kadar kesegaran karikatur erat berkait dengan masalahnya. Sebuah karikatur tentang Menteri Ristek (Riset dan Teknologi) Habibi oleh Pramono, misalnya, bisa berumur lumayan panjang. Apalagi deskripsi wajah Habibi kena betul. Paling tidak selama Habibi masih menjadi Menteri Ristek, gambar orang berwajah bulat sedang mengisi bensin ethanol ke mobil-mobilannya itu akan tetap segar. Sejarah karikatur, kata orang, erat bergandeng dengan sejarah cara satu klas yang lain dalam masyarakat. Tapi karikatur yang baik biasanya yang datang dari klas yang di bawah ditujukan kepada yang di atas. Semakin tinggi jabatan yang menjadi sasaran karikatur, seolah semakin gampang populer karikatur itu. Tapi dengan risiko di Galeri Baru ini misalnya, bisa ditemukan gambar PM Uni Soviet Brezhnev sedang menyiangi umput Afghanistan, !tapi Sudarta maupun Pram tak ada membuat karikatur yang menggigit tentang pemimpin Indonesia sendiri. Tentu saja kita tahu apa sebabnya. Pernah seorang karih aturis profesional dari sebuah negara Eropa Timur bercerita: di Amerika Serikat seorang karikaturis ibarat berjalan meniti tambang yang kuat. Bila mereka jatuh pun telah ada jaring penyelarnat di bawahnya. Tapi di Eropa Timur ia seperti meniti pada sehelai benang. Dan kalau jatuh, itu berarti tutup riwayat. Mungkin karena itulah Sudarta, 38 tahun, dari Kompas mesti membuat karikatur sejak 1969, baru beberapa tahun belakangan ini bisa bekerja lancar. "Saya dulu sering ditolak editor. Susah untuk menyesuaikan karikatur saya dengan gaya Kompas, " katanya ia mengaku tak pernah mendapat teguran dari pihak manapun. Cuma, sehabis peristiwa 15 Januari 1974, ketika sejumlah koran dibreidel, hampir setahun penuh, Kompas terbit tanpa karikatur. Waktu itu media massa memang mendapat pengawasan istimewa. Mungkin karena takut, tak secuil ide pun muncul di kepala saya," tutur Darta mengingat masa lalu. Setelah itu Oom Pasikom biasa muncul di Sabtu, sementara hari-hari lain kadang-kadang muncul satu karikatur tentang masalah internasional. Tak sebaik nasib Darta, Pramono, 38 tahun, lebih sering ditolak karikaturnya oleh editor di Sinar Harapan. "Kalau kurang lucu mesti ditolak," kata Pram, lulusan Sekolah Tinggi Senirupa Indonesia Asri, Yogya itu. Dan karikaturnya beberapa kali kena tegur dari pemerintah. Membandingkan karya kedua mereka ini, Darta terasa lebih halus, baik dalam ide maupun garis. Kritiknya seringkali kabur. Yang menonjol kemudian keartistikan gambar. Tentang tingginya rekening listrik, misalnya, Pram langsung menggambar orang yang kena setrum rekening listrik dengan latar bidang gambar hitam sepenuhnya. Sementara Darta menggambar orang terkena setrum karena orang itu menyentuh instalasi listrik. Meski di tangannya ada juga selembar kertas bertuliskan rekening. Memang, tak selamanya yang halus berarti kurang menjotos. Tentang perdamaian Presiden Mesir dan PM Israel Darta bisa sangat lucu dan tajam. Kedua tokoh itu masing-masing melepas merpati perdamaian Cuma, merpati Begin diikat benang pada kakinya, sementara guung benang yang lain diikat pada empat jari tangannya. Jelas karikatur tidak netral. Ia memihak. Ia mewakili sikap dan pandangan pembuatnya. Namun dalam memihak pun ada bedanya. Karikatur yang membela yang tak berkuasa biasanya terasa hidup. Sebaliknya, karikatur yang membela penguasa dan mengritik mereka yang di bawah bisa terasa sewenang-wenang -- khususnya di negara-negara yang tak mempunyai golongan oposisi yang kuat. Sebab karikatur bersikap mencemooh, dan merupakan sesuatu yang berlebihan bila si kuat mencemooh si lemah. Kecuali isi kritiknya, karikatur itu sendiri berupa suatu penunjuk, bahwa yang di atas pun manusia biasa, yang bisa pula mencang-mencong. Bambang Bujono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus