Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Sayur Cisarua Ke Singapura

Ekspor sayur mayur dari Jawa Barat ke Singapura dengan pesawat terbang. Sayur mayur tersebut dihimpun oleh qta-28, Proyek Ditjen Koperasi bekerja sama dengan kerajaan Belanda.

15 Agustus 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJAK Juli lalu, wajah para petani di kawasan Cisarua, Lembang dan Pengalengan terlihat segar. Soalnya, sebanyak 7 ton hasil petikan kebun mereka untuk pertama kali diterbangkan ke pasaran di Singapura. Itu semua berkat adanya QTA-28. Jangan salah ini bukan nomor penerbangan pesawat yang mengangkut sayur mayur ke negara tetangga itu. Dia adalah singkatan dari Q (alfabet untuk menunjuk bidang perdagangan dan koperasi), dan Technical Assistance (bantuan teknik) untuk huruf T dan A. Ini salah satu proyek Ditjen Koperasi bekerjasama dengan Kerajaan Belanda. Proyek bernomor 28 tersebut -- dirintis sejak September 1977 dengan modal dasar Rp 2 milyar itu -- bergerak khusus di bidang sayur mayur. Sekitar Rp 1,4 milyar dananya diperoleh dari Kerajaan Belanda dan sisanya dari pemerintah. Proyek inilah yang menghimpun sayur-mayur para petani di tiga kawasan di Ja-Bar yang diekspor ke Singapura itu. Ekspor pertama dilakukan 6 Juli lalu oleh PT Indofleet -- sebuah perusahaan penyalur suku cadang pesawat terbang yang berkantor di Wisma Metropolitan Jakarta. Tak jelas bagaimana hubungan QTA dan PT Indofleet dan sejak kapan perusahaan tersebut terlibat mengekspor sayur-mayur ke Singapura. Yang pasti ekspor pertama terdiri dari 14 komoditi sayur-mayur, antara lain alpukat, cabe merah, bawang dan tomat. Sekalipun nilainya cuma Rp 1 juta, pengangkutannya dilakukan khusus dengan pesawat carter. Ongkos carter saja US$ 2.000 sekali jalan. Dan itu, menurut salah seorang staf PT Indofleet: "Lebih murah 45 sen dollar dibandingkan jika diangkut dengan pesawat angkut reguler." Djoko Winarno, salah seorang staf perusahaan pengekspor itu berkelit ketika ditanya, bisakah mereka untung dalam hisnis tersebut. "Namanya saja coba-coba. Barangkali setelah sepuluh kali kirim, baru bisa untung," kilahnya sambil senyum. Dan ekspor berikutnya memang sedang mereka siapkan. Aktivitas ekspor sayur lewat QTA itu tak urung disambut hangat oleh kalangan petani di Ja-Bar. "Usaha tersebut akan sangat membantu petani yang sering terjerat tengkulak," ujar Subarta, Ketua HKTI Ja-Bar kepada TEMPO. Tak Ada Partner Ia memang tak berlebihan. Sejak lama nasib petani sayur Indonesia tak lepas dari bulan-bulanan tengkulak. Di Sum-Ut, misalnya, mutu tanaman dan jeleknya pembungkus merupakan salah satu alasan bagi pedagang untuk menekan serendah-rendahnya harga pembelian. Di Ja-Bar, menurut Subarta, para pedagang malah hanya membayar tunai setengah dari barang yang mereka beli. "Sisanya, baru dibayar, setelah laku, " kata Subarta kesal. Munculnya QTA tentu saja membawa harapan baru bagi para petani. Apa yang akan dilakukan proyek ini? "Kami ingin menciptakan pola perdagangan sayur di Indonesia," kata Subyakto, staf Menmud Koperasi yang aktif mengelola QTA. "Pola yang ada sekarang belum jelas melibatkan peranan KUD sebagai sarana yang mendekatkan petani ke pemasaran," ucapnya pasti. Pemasaran dikuasai pedagang-pedagang besar sehingga timbul persaingan tak sehat. Dan tetap pula petani yang menjadi korban akibat dari persaingan itu. Karena itulah, menurut Subyakto KUD akan dijadikan wahana yang bisa menghindari petani dari tengkulak dan pedagang perantara. Sejak lama peningkatan peranan KUD itu berangsur-angsur dilakukan QTA. Kini, proyek tersebut menangani 15 dari 300 ton sayur-mayur dialirkan setiap hari dari areal perkebunan petani di Jawa Barat ke Jakarta. Target mereka tahun depan 30 ton per hari, di samping ekspor ke Singapura. Bagaimana prospek ekspor di Singapura? Dari PT Indofleet tak ada jawaban pasti. Djoko hanya mau mengatakan bahwa mereka menjual langsung sayur-mayur itu ke pasar-pasar di Singapura. Ia mengatakan perusahaannya belum punya partner tetap yang membuka LC dari Singapura. "Tapi toh mereka pasti untung," begitu kesan para pedagang sayur yang dihubungi TEMPO di Jakarta. Lantas mengapa QTA tak langsung mengekspor? "Yang kami kejar tetap pasaran domestik," kata Subyakto. Namun, kemungkinan QTA akan mengekspor sendiri, katanya, tetap saja ada. Bahkan dua bulan lalu sudah ditandatangani perjanjian umum dengan Bumindo -- sebuah perusahaan yang biasa memasarkan barang Indonesia di negeri Singa itu. "Mereka sudah menyatakan mampu menerima berapa saja," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus