Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Langkah Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo di Pusat Pelatihan Karate Nasional, Senayan, pertengahan November lalu, itu tiba-tiba terhenti oleh teriakan keras. Ia sebenarnya hendak berfoto bersama para atlet setelah memberi wejangan dan suntikan motivasi. "Tunggu sebentar, Pak! Ada yang ingin saya sampaikan!" ujar Aswar, atlet karate nomor kata beregu putra. Wajah Pak Menteri terlihat kaget. Tapi ia memberi isyarat agar Aswar meneruskan kalimatnya.
Kesempatan itu tak disia-siakan Aswar. Segala unek-uneknya soal persiapan menghadapi SEA Games 2013 yang ala kadarnya pun tumpah. Ia, misalnya, melaporkan peralatan latihan yang tak kunjung datang. Juga gaji bulanan—Aswar mendapat Rp 4,7 juta per bulan—tak kunjung cair. Akibatnya, kata dia, "Teman saya ada yang membiayai pengobatan dan membeli deker (pelindung lutut dan siku) sendiri!"
Menteri Roy menjawab peralatan latihan dan pertandingan sedang diurus. Gaji atlet pun sedang dalam proses pencairan. "Jika ada kekurangan, tidak perlu ditutupi," katanya. "Sampaikan saja. Saya menerima semua masukan itu."
Suara lantang Aswar ini bagai mewakili keresahan para atlet peserta SEA Games 2013 yang akan berlaga di Myanmar pada 11-22 Desember ini. Mereka harus berlatih dengan segala keterbatasan demi membela Indonesia: alat-alat seadanya, uang saku tertunggak, dan latih tanding yang tak memadai.
Penyebabnya? Pemerintah tak punya cukup dana untuk semua itu. Anggaran persiapan dan pengiriman kontingen ke pesta olahraga Asia Tenggara itu dipangkas hingga separuhnya. Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima), melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga, semula mengajukan anggaran Rp 515 miliar. Namun Dewan Perwakilan Rakyat hanya mengabulkan Rp 250 miliar.
Ketua Satlak Prima Surya Dharmadi menilai duit Rp 250 miliar itu tak cukup. Ia kemudian mengajukan tambahan dana Rp 60 miliar di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan. Namun pemerintah tak menyanggupi. Akibatnya, Surya pun harus berhemat besar-besaran.
Ia, misalnya, mencoret rencana uji coba ke luar negeri yang diajukan beberapa cabang olahraga. Jumlah atlet peserta SEA Games pun dipangkas, dari semula 674 menjadi 621 atlet. Dana untuk program pembinaan atlet muda dibatalkan dan dialihkan ke SEA Games.
Cekaknya dana ini akhirnya berimbas pada hal-hal yang tak enak. Suplai suplemen dan vitamin untuk para atlet disetop. Pengadaan peralatan latihan tersendat. Gaji pemain, pelatih, dan manajer terlambat cair. Uang saku bulan Juli-September, misalnya, baru dibayarkan awal Oktober. Toh, para atlet tak pernah kekurangan akal. Sejumlah akrobat dilakukan untuk menyiasati keterbatasan.
Mari kita datang ke lapangan panahan di Senayan. Saat bertandang ke sana pekan lalu, Tempo menemukan beberapa anak panah milik Alek Edwar, atlet panahan, telah retak. Dengan perkakas yang tak sempurna ini, ia tentu saja sulit bisa membidik tepat.
Tapi Edwar punya akal. "Saya mengelem anak panah yang pecah itu," ucap atlet asal Kalimantan Tengah tersebut. Saat ini dia memiliki 12 anak panah, dan 5 di antaranya tak layak pakai.
Edwar berharap ada kiriman anak panah baru sebelum berangkat ke Myanmar. Jika tidak, apa boleh buat, dengan anak panah retak itulah dia akan berburu medali emas.
Lain Edwar, lain yang dialami atlet kempo Rahmianti. Dia harus mengorek duit tabungannya untuk membeli suplemen. Adapun Erik Syahputra, rekan Rahmianti, terpaksa berutang kepada temannya karena tak punya tabungan. Erik enggan meminta dari orang tuanya. "Khawatir orang tua kepikiran."
Kondisi ini membuat geram pelatih kempo Ferryanto. Persiapan atlet, kata dia, sudah 90 persen. Namun semua akan berantakan jika para atlet salah membeli suplemen dan vitamin. "Kami khawatir jika suplemen yang mereka beli sendiri mengandung doping," ujarnya.
Kesulitan membeli suplemen dan vitamin juga menimpa atlet angkat besi Eko Yuli Irawan. Saat Tempo menemuinya pertengahan September lalu, Eko menunjukkan delapan botol suplemen dan vitamin yang ia beli sendiri. Peraih medali perunggu pada Olimpiade Beijing dan London ini harus merogoh kocek hingga Rp 5 juta per bulan untuk menebus semuanya. Padahal, pada saat yang sama, ia harus membeli susu untuk bayinya yang baru berusia 1 tahun. "Tabungan saya sudah menipis," katanya waktu itu.
Menanggung minimnya anggaran akhirnya bikin geram kepala pelatih renang Hartadi Noertjojo. Dia bercerita biaya hidup atlet renang per hari Rp 141 ribu. Itu belum termasuk suplemen. Kekurangan itu kini ditanggung pelatih. Padahal gaji pelatih juga belum turun. Situasi makin rumit karena mereka juga harus membayar sewa kolam dan membeli alat renang, karena alat dari Satlak Prima tak kunjung datang. "Kami diminta merebut medali tapi bantuan dana masih tersendat."
Kisah yang sama terjadi di cabang olahraga gulat, sepeda, pencak silat, karate, dan cabang lain. Sementara atlet gulat RiÂdha Wahdaniyati hanya bisa mengelus dada karena harus membeli semua peralatan sendiri, pelatih angkat besi Lukman tak bisa menutupi kegeramannya. "Mereka (para atlet) datang ke sini meninggalkan keluarganya. Kalau kebutuhan dasar mereka saja tidak terpenuhi, bagaimana pemerintah mau menuntut banyak?" ujar Lukman.
Dan inilah yang dituntut pemerintah. Pasukan atlet ini ditargetkan merebut 120 dari 460 medali emas yang diperebutkan. Target ini lebih rendah daripada pencapaian di SEA Games 2011, yang meraih 182 medali emas. "Saya tidak mau menargetkan atlet dengan sasaran yang tidak logis," kata Menteri Roy.
Pada Senin pekan lalu, dalam sebuah upacara resmi, kontingen Indonesia dilepas untuk membela kehormatan Merah Putih di negeri orang. Pada saat itu pula gaji beberapa atlet untuk bulan Oktober-November belum cair....
Dwi Riyanto Agustiar, Gadi Makitan, Aditya Budiman
Naik-Turun Raihan Emas Sea Games Indonesia
Sea Games | Emas | Perak | Perunggu | Total Medali2011 Indonesia | 182 | 151 | 143 | 476(Juara Umum) | 2009 Laos | 43 | 53 | 74 | 170(Peringkat Ketiga) | 2007 Thailand | 56 | 64 | 83 | 203(Peringkat Keempat) | 2005 Filipina | 49 | 79 | 89 | 217(Peringkat Kelima) | 2003 Vietnam | 55 | 68 | 98 | 221(Peringkat Ketiga) | |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo