Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Polemik Penggunaan Jilbab

9 Desember 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Polisi perempuan berjilbab? Memang hal itu belum diatur resmi, meski pihak kepolisian sudah pernah memamerkan tata cara berbusana polisi berkerudung. Karena belum memiliki dasar hukum, Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutarman meminta polisi perempuan yang ingin mengenakan penutup kepala bersabar. "Harus ada (anggaran khusus) dan harus ada persetujuan DPR," ujar Sutarman.

Ribut-ribut jilbab di Indonesia pernah ditulis Tempo edisi 4 Februari 1984. Puluhan mahasiswi Universitas ­Gadjah Mada berjilbab gelisah membaca pengumuman rektor tentang syarat pendaftaran ulang mahasiswa semester kedua awal 1984.

Profesor Dr T. Jacob, rektor ketika itu, mengumumkan syarat agar setiap pendaftar menyerahkan pasfoto yang memperlihatkan rambut dan telinga. Sejumlah mahasiswi berjilbab pun mendapat surat panggilan dari universitas. "Panggilan itu mengundang tanda tanya saya," ujar Subar­yati, satu di antara 50 mahasiswi yang mendapat panggilan universitas.

Aturan ini jelas sudah menyangkut nasib perkuliahan mahasiswi berjilbab itu. Meski tahu itu peraturan universitas, bagi Subaryati dan sejumlah kawannya, jilbab menyangkut akidah dan wajib dipertahankan. "Apa hukumnya pasfoto tanpa kerudung? Bagi kami tetap haram," Yesti menambahkan.

Untungnya, perdebatan antara mahasiswi berjilbab dan pihak universitas tidak jadi berlarut-larut. Para mahasiswi berkerudung itu akhirnya mendapat kartu mahasiswa. Tapi dengan catatan: pasfoto untuk semester depan harap tanpa kerudung. "Alhamdulillah, kami masih diizinkan memakai kerudung," ujar Subaryati gembira.

Busono, Pembantu Rektor I UGM saat itu, membenarkan universitas tidak ingin memaksakan agar mahasiswi berfoto menanggalkan jilbab. Kebijakan itu, menurut Busono, sudah dilakukan sejak semester pertama tahun ajaran. Ketika itu, kata Busono, ada 150 mahasiswi yang menyerahkan pasfoto berkerudung. "Tapi, setelah diminta pengertian, tinggal 54 mahasiswi yang tetap bertahan," ujar Busono. Dan Busono tidak menganggap persoalan itu besar, karena jumlah mereka yang berkerudung di UGM hanya sebagian kecil dari sekitar 23 ribu mahasiswa yang terdaftar.

Dalam pengumuman penerimaan dan pendaftaran mahasiswa baru Proyek Perintis I periode 1983-1984, memang hanya UGM yang mencantumkan syarat penyerahan pasfoto. Perguruan tinggi lainnya tidak repot dalam urusan pasfoto. Di Institut Teknologi Bandung, misalnya, pasfoto mahasiswa hanya diharuskan memperlihatkan muka dan tanda-tanda khusus yang terdapat di wajah. Sikap sama juga diambil di Universitas Padjadjaran Bandung. "Yang penting, wajah kelihatan dari depan dan tidak nyentrik," kata Kepala Bagian Registrasi dan Statistik Unpad Drs Suatmadi.

Ketentuan tentang foto itu, selain beragam di antara perguruan tinggi, berbeda di berbagai instansi. Foto untuk paspor, misalnya, menurut juru bicara Direktorat Jenderal Imigrasi, Sumakno, memang harus close up—memperlihatkan wajah serta detailnya dengan jelas. "Rambut dan telinga itu penting untuk mengenali seorang," kata Sumakno. Karena itulah calon haji wanita pun tetap harus menanggalkan kerudung untuk membuat foto paspor, walau sehari-hari mereka berjilbab. Tapi semua itu, menurut Sumakno, merupakan persyaratan yang hanya berlaku untuk lingkungan Imigrasi.

Tidak adanya ketentuan hukum yang mengatur pasfoto diakui juga oleh Wakil Kepala Sentral Pengenalan pada Jawatan Identifikasi ­Kepolisian, Letnan Kolonel Zwingli Manu. Karena itu, "Aturan­-aturan bergantung pada instan­si masing-masing," ujar Zwingli.

Penggunaan foto sebagai alat identifikasi, menurut Zwingli, sudah dimulai sejak 1911. "Waktu itu khusus untuk perkara kriminal," katanya. Sejak itu, fungsi foto sebagai alat identifikasi semakin berkembang. Untuk kepolisian, misalnya, diperlukan foto identifikasi dari muka dan dari samping. Pengambilan foto dari dua sudut itu, menurut Zwingli, agar bisa diidentifikasi wajah seseorang dari segala segi dan ciri-cirinya. "Tapi itu untuk kepolisian. Untuk tanda pengenal, seperti KTP, kartu mahasiswa, dan ijazah, hal itu tidak perlu," katanya. Kartu identitas semacam itu, menurut Zwingli, hanya penting untuk menunjukkan siapa pemegangnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus