Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Montok dengan Sel Punca

Ada tren membesarkan payudara dengan memasukkan lemak berisi sel punca. Tak berlaku untuk pasien dengan riwayat kanker atau keturunan penderita kanker.

9 Desember 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dokter Enrina Diah terpaksa menolak seorang pasien, awal pekan lalu. Penolakan itu tak ada hubungannya dengan solidaritas atas kasus dokter Ayu di Manado. Dokter spesialis bedah plastik itu menampik permintaan pasien yang ingin membesarkan payudara dengan stem cell alias sel punca. "Berat badannya masih naik-turun, jadi tidak saya izinkan," katanya.

Operasi menambah montok payudara seperti itu sedang tren di kalangan wanita kaya. Kendati biayanya hampir seratus juta rupiah, tiap pekan ada saja wanita yang meminta dokter lulusan Universitas Indonesia itu untuk melakukan prosedur tersebut. Enrina mengklaim klinik kecantikannya sebagai pelopor dan satu-satunya klinik di Indonesia yang mampu melakukan operasi membesarkan payudara dengan sel punca.

Sejak 2011 sampai saat ini, dokter Enrina menghitung ada 40 perempuan yang sudah menjadi pasiennya. Mereka memilih sel punca ketimbang silikon karena bentuknya terlihat lebih alami. Dengan sel punca, payudara terlihat lebih kencang dan tak kaku seperti jika menggunakan silikon. "Tapi tergantung selera, karena masih ada yang suka silikon," ujar Enrina.

Pasien suka sel punca karena asalnya dari lemak tubuh, bukan benda asing. Selain itu, tak ada bekas sayatan dan tak ada risiko pecah seperti silikon. Operasi yang melibatkan dua prosedur, yaitu sedot lemak dan membesarkan payudara (breast augmentation), juga menjadi keunggulan tersendiri. Banyak wanita suka karena bisa menghilangkan bagian yang tak diinginkan, tapi menonjolkan bagian tubuh yang disukai.

Mekanisme operasi ini tentu saja lebih rumit ketimbang dengan silikon. Awalnya lemak dari bagian tubuh, seperti perut dan paha, diambil dengan metode sedot lemak atau liposuction, yang sudah biasa dilakukan di sini. Dengan alat yang mirip sedotan limun, lemak tersedot keluar. Lalu sebagian lemak, sekitar 50 cc, dimasukkan ke tabung khusus bercampur enzim kolagenase. Enzim ini berasal dari material kimiawi dan belum diproduksi di Indonesia. Enrina mendapatkannya dari Amerika Serikat, karena itu harga operasinya sangat mahal.

Setelah lemak dan kolagenase diinkubasi selama 45 menit-1 jam, sel punca pun muncul. Warna merah-keputihan dari lemak berangsur hilang menjadi putih. Sel punca ini kemudian dicampur dengan lemak lain yang telah dikeluarkan dari tubuh pasien. Dengan jarum khusus selebar 2 milimeter, lemak berisi sel punca dimasukkan ke bawah lipatan payudara, persis di bawah kelenjar dan otot payudara.

Selama proses berlangsung, pasien akan dibius total untuk menghindari rasa tidak nyaman, terutama di bagian perut. Waktu operasinya bisa lebih dari dua jam. Proses inkubasi, yang terjadi di ruang operasi dengan alat khusus, bisa lebih dari sekali. Enrina mencontohkan, untuk menambah 250 cc lemak payudara, dibutuhkan sekitar lima tabung untuk inkubasi dengan total volume sekitar 125 cc.

Sebelum operasi, payudara divakum lebih dulu dengan alat khusus supaya daya tampung lemaknya bertambah. Namun penambahan ukuran payudara lewat prosedur ini lebih terbatas ketimbang dengan implan. "Ukuran payudara bisa bertambah 1-1,5 cup dari ukuran awal," kata dokter 39 tahun ini. Tak bisa terlalu besar karena elastisitas kulit payudara untuk menampung lemak terbatas.

Pasca-operasi, pasien harus menunggu hingga tiga bulan untuk melakukan olahraga atau kegiatan berat lainnya. Larangan ini sebenarnya juga berlaku untuk operasi dengan silikon. Tubuh harus melakukan penyesuaian dulu dengan "benda baru" tersebut. Ada pula efek lain, yaitu ukuran payudara sedikit mengecil pada tiga bulan pertama. Lemak baru akan stabil setelah enam bulan.

Tidak semua orang bisa melakukan operasi ini. Seperti ibu paruh baya yang datang ke Ultimo Clinic pada Senin siang pekan lalu itu. Uang tak jadi persoalan baginya. Harga operasi yang mencapai seratus juta rupiah nilainya mungkin sama atau lebih mahal daripada tas Hermes jenis Kelly Bag yang ia pakai.

Berat badan tubuh sebelum menjalani operasi harus stabil. Bila berat badan tak stabil, hasil operasi bisa tak maksimal. Sifat lemak yang masuk ke payudara sama dengan lemak tubuh lainnya. Bila tubuh mengurus, ukuran payudara mengecil. Begitu pula sebaliknya. "Operasi ini hanya cocok untuk perempuan yang berat badannya stabil," katanya. Jika setelah operasi ada perubahan ukuran dada, pasien bisa kembali menja­lani operasi. Yang penting ada jeda waktu minimal enam bulan pasca-operasi.

Metode membesarkan payudara dengan lemak bukan hal baru di dunia kedokteran. Sekitar 25 tahun lalu di Prancis, dokter bedah plastik di sana telah melakukannya. Namun hasilnya tak semua lemak bisa hidup kembali di medium yang baru. Banyak malah yang jadi lemak mati, dan ini membuat ukuran payudara tak seperti yang dikehendaki pasien.

Pada 2004, seorang profesor dari Jepang, Kotaro Yoshimura, mengembangkan metode baru. Ia menemukan lemak bisa terus hidup di medium yang baru kalau berisi sel punca. Lemak ternyata sangat kaya dengan sel punca. Satu cc lemak berisi sejuta sel punca. Bandingkan dengan sumsum tulang yang 1 cc-nya hanya terdiri atas 600 ribu sel punca. Ekstraksi sel punca ini butuh proses inkubasi dengan enzim kolagenase.

Metode Yoshimura terbukti sukses. Tak mengherankan bila perempuan Jepang paling banyak melakukan operasi ini. Salah satu pasien profesor dari Universitas Tokyo itu adalah artis asal Amerika Serikat, Suzanne Sommers, 67 tahun.

Pada 2001, Sommers didiagnosis menderita kanker payudara dan menjalani lumpectomy. Operasi ini hanya mengangkat jaringan yang terkena kanker, bukan seluruh payudara. Namun Sommers—yang pernah berpose bugil untuk majalah Playboy—juga menjalani kemoterapi, yang merusak bentuk buah dadanya. Setelah bersih dari kanker, ia menemukan Yoshimura dan melakukan operasi rekonstruksi dengan sel punca pada Agustus 2011.

Pemakaian sel punca dalam bidang kesehatan, menurut Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi Profesor Agus Purwadianto, sedang booming di seluruh dunia. Sel punca punya keunggulan sangat cepat dalam memperbarui dan memperbaiki sel atau jaringan yang rusak. Namun penelitian soal sel punca di Indonesia masih kalah jauh ketimbang di Malaysia dan Singapura.

"Terapi sel punca di sini masih coba-coba," kata Agus. "Jumlah pasien yang memakainya belum bisa menjadi bukti klinis." Sifatnya yang bukan seperti obat membuat pengawasannya pun tak maksimal. "Masyarakat sebaiknya menghindari terapi sel punca di klinik tak berizin, dokter tak kompeten, dan tak mau terbuka soal materialnya," ujarnya.

Sebaliknya, dokter Enrina mengatakan keamanan operasi membesarkan payudara dengan sel punca telah terbukti. Tapi dia tak menampik adanya anggapan lemak baru yang menumpuk bisa menjadi kanker. "Bukan kanker, tapi kemungkinan bisa menjadi kista atau batu," katanya. Bila lemak sudah menjadi batu, pasien akan sulit menjalani deteksi dini kanker. "Bentuk antara kanker dan batu jadi tak jelas sehingga perlu pemeriksaan magnetic resonance imaging."

Tentu sangat berbahaya kalau ternyata pasien menderita kanker pasca-operasi dan tak terdeteksi. Itu sebabnya, Enrina tak melakukan operasi pembesaran payudara dengan sel punca kepada pasien yang punya riwayat kanker. "Kalau satu generasi di atasnya ada yang sakit kanker, pasti tak saya kerjakan," katanya.

Sorta Tobing

Kurangi di Sini, Tambah di Sana

1. Dokter mengambil lemak dari bagian perut atau paha pasien melalui metode sedot lemak atau liposuction.

2. Sebagian lemak yang diambil diekstraksi menjadi sel punca. Sel punca kemudian bercampur dengan lemak lain untuk membentuk jaringan lemak baru.

3. Dokter menyuntikkan jaringan baru itu dengan jarum selebar 2 milimeter ke bawah lipatan payudara.

4. Pasca-operasi, pasien harus menunggu hingga tiga bulan untuk melakukan olahraga atau kegiatan berat lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus