Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prakash Padukone terbangkit dari duduknya. Bekas bintang bulu tangkis dari India ini melihat Morten Frost Hansen sedang melangkah masuk. Prakash yang masih gagah pada usia 50 tahun itu tersenyum lebar menyambut mantan bintang Denmark yang juga awet muda itu. Keduanya lalu bersalaman dengan hangat. Suasana tambah ceria ketika mantan pemain Cina, Han Jian, juga bergabung di ruangan itu.
Di masa jayanya ketiganya berkali-kali berhadapan dengan semangat saling mengalahkan. Tapi di Ruang Singosari Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat sore lalu, mereka tampak sebagai sahabat lama. Saat berfoto bersama, mereka berangkulan akrab, lalu asyik mengobrol dengan gayeng dan santai. Mereka leluasa melakukannya karena jumpa pers yang sedianya digelar pukul 15.00 molor hingga sejam kemudian.
Ketiga bintang yang sudah lama pensiun ini datang ke Indonesia untuk kembali turun gelanggang. Mereka bertanding dalam acara The Legend Duel 2005 di JITEC Mangga Dua Square, Jakarta, Sabtu malam. Ketiganya dipertemukan dengan mantan musuh bebuyutan asal Indonesia.
Hansen bertanding melawan Icuk Sugiarto. Han Jian diduelkan dengan Hastomo Arbi, sedangkan Prakash Padukone ditandingkan dengan Iie Sumirat. Mantan tunggal putri Cina, Huang Hua, juga datang dan berhadapan dengan peraih medali emas Olimpiade, Susi Susanti.
Digelar juga partai ganda yang mempertemukan pasangan asal Indonesia Christian Hadinata/Ade Chandra dengan Kartono/Heryanto. Mantan maestro bulu tangkis Rudy Hartono juga turun lapangan, berpasangan dengan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, melawan pasangan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault dan mantan jago Malaysia, Punch Gunalan.
Rosiana Tendean, si ketua panitia, mengatakan acara ini digelar atas kerja sama Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) dengan Komunitas Bulutangkis Indonesia (KBI). "Tujuannya untuk mengeratkan komunikasi antarmantan pemain di seluruh dunia. Kita juga ingin membentuk wadah World Badminton Community," katanya.
Sekjen KBI, Gandhi Sulistiyanto, yang menggagasnya, menyebut kegiatan itu sebagai usaha untuk mengangkat lagi citra bulu tangkis. "Para legenda juga diharapkan memberikan saran. Soalnya, ada upaya bulu tangkis hendak digusur dari Olimpiade," kata Gandhi, yang juga Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri, Turnamen, dan Perwasitan PB PBSI.
Hansen, yang kini sudah berusia 47 tahun, mengaku terkejut ketika pertama kali ditelepon panitia. "Setelah lebih dari 10 tahun pensiun, baru kali ini ada yang kembali mengajak tampil," katanya. Tapi dia sangat tertarik. Apalagi acara itu juga bertujuan amal. "Secara fisik saya masih mampu melawan siapa pun rekan-rekan seangkatan saya," lanjut dia sambil tersenyum lebar.
Pernah menjadi juara All England empat kali, lelaki itu tampak bugar. Maklum, sehari-hari Hansen masih menggeluti bulu tangkis. Setelah pensiun pada 1991, dia putar haluan jadi pelatih. Dia menangani tim Denmark pada 1991 hingga 1996. Dan dia berhasil. Dalam kendalinya, Denmark meraih tak kurang dari 20 gelar turnamen internasional, termasuk medali emas Olimpiade 1996 yang disumbangkan Poul-Erik Hoyer-Larsen.
Selepas melatih tim Denmark dia sempat menukangi tim Malaysia selama empat tahun. Dia kemudian melatih Afrika Selatan selama lima tahun. Tapi sejak Januari lalu dia pulang ke kampung halamannya untuk melatih klub Arhus. "Saya semakin tua, saya ingin dekat dengan keluarga dan teman-teman," katanya sambil tertawa.
Di Arhuskota terbesar kedua di Denmarkdia kini hidup bersama istri dan putrinya yang berusia sembilan tahun. Dan dia mengaku bahagia. "Saya tak pernah memiliki penyesalan tentang prestasi dan hidup saya. Saya tak mungkin menjalani hidup yang lebih baik dari ini," katanya.
Kepuasan serupa juga dirasakan juara All England 1980 asal India, Prakash Padukone. Lelaki yang bulan lalu baru berulang tahun ke-50 ini menjalani hidup yang tenteram di apartemen di Benson Town, Bangalore, India. Dari istri yang setia mendampinginya selama 24 tahun, Ujjala, dia dikaruniai dua putri, Deepika, 19 tahun, seorang model terkenal, dan Anisha, 15 tahun.
Pada masa jayanya, Prakash yang berkali-kali menduduki peringkat satu dunia sempat mukim di Copenhagen, Denmark, pada 1981-1986. Ini karena di negaranya kesulitan kawan latih tanding. Setelah pensiun pada 1989, dia tetap mencurahkan perhatiannya pada bulu tangkis. Kini hari-harinya dihabiskan untuk membina pemain muda di klub yang didirikannya di Bangalore 11 tahun lalu.
Bekas juara dunia 1986 asal Cina, Han Jian, 46 tahun, pun tak bisa lepas dari bulu tangkis. Pria yang pernah jadi musuh bebuyutan Liem Swie King ini sudah sejak 1997 melatih di Malaysia dan bertahan hingga sekarang. Dia pun merasakan ketenteraman hidup di Kuala Lumpur bersama istri dan satu putra berusia 10 tahun. Pertandingan di Jakarta disebutnya kesempatan baik untuk lari dari kejenuhan. "Ajang seperti ini diharapkan ikut membantu mempromosikan bulu tangkis," katanya.
Mantan jagoan Cina lainnya, Huang Hua, 36 tahun, juga antusias tampil di acara duel para legenda itu. "Ini akan jadi pengobat kangen yang mujarab," katanya dalam bahasa Indonesia yang lancar. Huang Hua, yang pernah meraih medali perunggu Olimpiade 1992, kini memang bermukim di Indonesia sejak 1993. Dia tinggal di Klaten, Jawa Tengah, karena menikah dengan pengusaha asal kota itu, Tjandra Budi Darmawan. "Sekarang saya hidup di desa dan menjalani hidup sederhana seperti orang desa," katanya sambil tertawa.
Dia mengaku sudah jarang bermain bulu tangkis. "Kalau kangen, paling mengajak teman-teman di sini berlatih," katanya. Waktunya kini dihabiskan untuk mengurusi putranya, si sulung yang berusia sembilan tahun dan dua saudara kembar berusia lima tahun. "Kadang saya juga membantu suami menjaga toko kain," katanya.
Para bekas bintang bulu tangkis Indonesia umumnya juga memiliki kehidupan yang mapan dibanding mantan atlet cabang lain. Apalagi bila dibandingkan dengan mantan juara dunia tinju Ellyas Pical, yang harus bekerja di diskotek dan kini terjerat kasus narkoba. Icuk Sugiarto, misalnya, selain aktif di organisasi bulu tangkis DKI, juga menjadi staf ahli Menteri Pemuda dan Olahraga. Susi Susanti, bersama suaminya Alan Budikusuma, menjadi pengusaha alat olahraga. Rudi Hartono menjadi eksekutif di perusahaan swasta dan jadi pengurus PB PBSI. Christian Hadinata jadi pelatih pelatnas. Begitu pula Hastomo Arbi, yang menjadi pelatih sekaligus bekerja di PT Djarum.
Tapi ada juga yang terpuruk nasibnya. Tati Sumirah, 53 tahun, yang pernah jadi pahlawan tim Uber Indonesia 1974, kini hidup tanpa sanak dan bekerja sebagai pelayan apotek di Jakarta Selatan. Pensiun dari bulu tangkis sejak 1982, wanita yang hanya lulus SMP ini hidup sangat sederhana di rumahnya di Pondok Kelapa, Jakarta Timur.
Menurut Gandhi, masih ada sejumlah bekas pebulu tangkis Indonesia lain yang hidupnya juga pas-pasan. "Acara ini juga dimaksudkan untuk menggalang solidaritas sesama mantan atlet. Bu Tati, misalnya, kita beri motor," katanya. Dia juga berharap kepedulian semacam ini juga diberikan kepada bekas atlet bulu tangkis di negara lain.
Nurdin Saleh
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo