Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SELARIK pesan pendek mendarat di telepon seluler R.B. Suryama M. Sastra. Isinya menerbitkan senyum kecut anggota parlemen dari Partai Keadilan Sejahtera itu. "Kalau naik gaji, bagi-bagi ya," sang pengirim menyindir. Jika tak ada aral melintang, kelak gaji Suryama dan sejawatnya di Senayan memang bakal melonjak hampir 100 persen.
Siapa pun pengirim pesan itu, jelas ia tak salah alamat. Suryama anggota Badan Urusan Rumah Tanga (BURT) DPR, badan yang memutuskan kenaikan gaji para wakil rakyat itu. Asal-usulnya yang PKSpartai yang selama ini lekat dengan citra prokepentingan rakyatmenambah getol para pengritik.
"Memang pesan itu disampaikan dengan gaya bercanda, tapi terasa tajam juga," katanya kepada Tempo, pekan lalu. Banyak pula yang terpana akan hasil kerja BURT. Rapat pleno mereka memutuskan perlunya kenaikan anggaran DPR hingga 50,52 persen pada 2006.
Di antara pos yang anggarannya naik adalah, nah: gaji dan tunjangan anggota sebesar 100 persen. Anggaran bepergian ke luar negeri juga melejit 130 persen.
Suryama dan rekannya sesama kader PKS, Ansori Siregar, tentu saja hadir dalam rapat pleno 30 Juni itu. Akibatnya, mereka menuai kritik. Pesan pendek lain bahkan menuding kader PKS di parlemen telah berkhianat pada konstituennya.
Menurut Suryama, sejak awal dia menolak gagasan kenaikan gaji itu. Tapi, se-suai dengan instruksi Partai, penolakan itu disampaikan secara internal dalam BURT. "Kami menghormati tata tertib rapat yang berlangsung tertutup," katanya.
Rapat-rapat BURT selama ini memang dilakukan tertutup. Khalayak tak tahu siapa yang paling getol ingin naik gaji, dan siapa yang mencoba kritis. "Secara umum lancar, sih," kata Djoko Edhi Abdurrahman, anggota BURT dari Fraksi PAN, menggambarkan suasana rapat mereka. "Tapi banyak bertengkarnya juga, banyak perbedaan persepsi."
Perbedaan persepsi itu terutama soal menerjemahkan perlunya peningkatan kinerja anggota parlemen. Sebagian mengusulkan diwujudkan dalam bentuk program, yakni penyediaan staf ahli bagi anggota. Yang lain menginginkan dalam bentuk kenaikan take home pay (gaji) tunai. "Yang paling banyak menentukan, akhirnya, ya, fraksi-fraksi besar," kata Djoko.
Memang semua fraksi terwakili dalam BURT, sesuai dengan komposisi jumlah anggotanya di DPR. Fraksi PAN hanya diwakili empat orang, dan Fraksi PKS dua orang. "Kami cuma pelengkap penderita," keluh Djoko.
Suryama mengaku berusaha membendung wacana kenaikan THP tunai itu. Caranya dengan mengirim dua memo6 dan 28 Juniyang meminta BURT memperhatikan aspek kepatuhan perundangan jika ingin menaikkan THP. Dia melihat kenaikan uang operasional anggota, misalnya, tidak memiliki dasar hukum. Memo ini, katanya, tak digubris. Juga memo senada yang dilayangkannya menjelang sidang pleno.
Akhirnya ia melayangkan memo ketiga setelah sidang pleno mengetukkan palu kenaikan anggaran. Dia meminta keputusan itu direvisi, mengingat reaksi keras publik. Lagi-lagi ia hanya bertepuk sebelah tangan.
Karena upaya wakilnya mentok, akhirnya PKS mengambil alih tugasnya. Pekan lalu Presiden PKS, Tiffatul Sembiring, menggelar jumpa pers. Dia membuka pembicaraan dengan menyatakan empati terhadap kesulitan rakyat.
Ada tiga keputusan PKS. Pertama, menolak kenaikan gaji anggota DPR. Kedua, melarang anggota PKS di DPR pergi ke luar negeri. Dan ketiga, mengumpulkan gaji ke-13 untuk disumbangkan ke daerah-daerah yang membutuhkan.
Bagi partai lain, penolakan itu dianggap aneh. Pasalnya, sidang pleno yang memutuskan kenaikan gaji itu juga dihadiri orang-orang PKS. "Dan hal itu diputuskan tanpa pemungutan suara," kata Aria Bima dari Fraksi PDIP. Sedangkan Anna Mu'awwanah dari Fraksi PKB memastikan, selama pleno tidak muncul keberatan apa pun dari anggota BURT. "Kalau ada, pasti dicatat dalam notulen."
Kini PKS berhadapan dengan pertanyaan sederhana: bagaimana jika kenaikan gaji benar-benar terjadi? Tiffatul Sembiring menjawab hati-hati, "Kami akan mengadakan rapat pimpinan untuk menyikapinya."
Tulus Wijanarko, Sita Planasari, Maria Ulfah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo