Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Mia Kembali dengan Janji

Mia Audina kembali ke pelatnas setelah menikah di Belanda. PBSI tampaknya masih berharap banyak pada pengantin baru ini.

12 April 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH jamak atlet bintang berulah. Lihat saja John McEnroe di tenis, Maradona di sepak bola, dan Dennis Rodman di basket. Namun, mereka bisa mengimbangi tingkahnya dengan prestasi yang meyakinkan. Dunia bulu tangkis Indonesia juga punya atlet bintang, seperti Mia Audina. Sayang, tak seperti bintang-bintang di atas, prestasinya tak menggembirakan. Seusai kandas di turnamen All England bulan lalu, Mia, 19 tahun, tiba-tiba menghilang tanpa pamit. Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PB PBSI ) merasa kaget dan dipermalukan. Sanksi keras sudah disiapkan: degradasi alias ditendang dari pelatnas. Ini memang bukan pelanggaran pertama Mia. Sebelum ini, PB PBSI kerap merasa dongkol karena sejak berpacaran dengan Tylio Lobman, penyanyi gereja berdarah Suriname, Mia kerap membandel saat latihan, seperti datang terlambat atau selalu ditunggui sang pacar. Namun, belum lagi surat teguran disampaikan, tiba-tiba pekan lalu Mia muncul kembali di pelatnas di Cipayung, Jakarta. Dengan tenang, ia mengikuti latihan-latihan yang diberikan oleh pelatihnya, Liang Chiu Shia. Ke mana ia selama menghilang tiga pekan? "Saya menikah dengan Tylio tanggal 30 Maret lalu di Belanda," ujarnya kepada TEMPO, yang menjumpainya seusai latihan. Pelatihnya, Liang Chiu Shia, tak mengkhawatirkan kondisi fisik pemain "karet" ini. Yang bikin Liang gundah, persoalan Mia tampaknya tak berhenti setelah kepulangannya. "Semangat latihannya tinggi, tapi jiwanya tak di sini," ujar Liang. Padahal, PBSI masih menggantungkan harapan pada Mia dalam kejuaraan Piala Sudirman yang akan diselenggarakan pada 10-15 Mei mendatang di Kopenhagen, Denmark. Lantas, bagaimana dengan hukuman yang bakal dijatuhkan? Ternyata sanksi yang keluar tak lebih dari teguran keras. "Namanya juga anak, kalau berbuat salah, ya, kita tegur," ujar M.F. Siregar, Ketua Bidang Pembinaan PBSI. Sikap PBSI ini memang mengendur bila dibandingkan dengan saat Mia masih mangkir. Saat itu, pengurus merasa geram melihat perilaku Mia. "Sebagai orang profesional, saya sudah geregetan untuk mengambil tindakan tegas," kata Agus Wirahadikusumah, Wakil Ketua Umum PB PBSI. Menurut Agus, sebelum ulahnya yang terakhir, Mia, yang saat ini berada di peringkat tujuh dunia itu, sudah sering melanggar aturan. Tak mengherankan bila Agus berujar, "Masih banyak anggota lain yang bisa jadi juara dunia. Enggak pakai Mia juga enggak patheken (tidak soal)." Ternyata, Mia masih diberi kesempatan kedua. Boleh jadi ini merupakan langkah kompromis PBSI yang percaya pada janji Mia. Atlet ini memang pernah berujar, setelah menikah ia akan mendapat ketenangan sehingga bisa lebih berkonsentrasi pada bulu tangkis. Namun, di sisi lain, pemberian kesempatan ini tak pelak menunjukkan kegagalan PBSI sendiri untuk melakukan regenerasi. Setelah Susi Susanti—peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992—tak pernah lagi lahir pemain tunggal putri yang tangguh. Kini, di bawah Mia ada Cindana Kusuma (peringkat 10 dunia), Lydia Djaelani (peringkat 12), dan beberapa pemain di bawah ranking 20. Nama Mia sendiri mulai meroket ketika ia menjadi pahlawan kemenangan Tim Uber Indonesia atas Cina, pada 1994, di Jakarta. Saat itu, Mia, yang masih berusia 14 tahun, sontak merebut hati pencinta bulu tangkis lewat kegigihan maupun pukulan-pukulannya yang tak terduga. Tak ayal, Mia pun lantas digadang-gadang sebagai penerus kejayaan Susi Susanti. Sayang, harapan yang dibebankan itu tampaknya terlalu berat bagi putri bungsu pasangan Rivan Tjiptawan dan Lanny Susilawati ini. Prestasi Mia naik turun, dan, celakanya, lebih banyak anjloknya. Problem Mia dengan ayahnya disebut-sebut sebagai awal kemerosotan. Padahal, sebelumnya kekompakan Mia dengan sang ayah sering dipujikan. Rivan, yang merupakan pelatih pertama Mia, memang sering mendampingi putrinya itu bertanding ke luar negeri. Bahkan, Rivan saat itu rela melepas bisnisnya agar bisa secara total ikut dalam pembinaan Mia. Namun, usai ajang All England 1997, Rivan tak lagi menyertai Mia. Menurut Rivan, saat itu ada pihak yang tidak senang melihat keeratan dia dan putrinya. Rivan menolak merinci lebih jauh siapa yang dimaksud. Yang pasti, sejak saat itu, Mia, yang meraih medali perak Olimpiade Atlanta 1996, mulai terlihat labil. Kerenggangan antara Mia dan orang tuanya ini makin parah setelah hadirnya Tylio Lobman. Padahal, menurut sumber TEMPO yang dekat dengan keluarga Mia, motivasi Tylio mendekati Mia tak lebih dari numpang kepopuleran sekaligus memoroti penghasilan Mia. Benarkah? Tampaknya, itu urusan mereka. Masyarakat lebih ingin tahu janji Mia untuk lebih berprestasi setelah menikah. Yusi A. Pareanom, Ardi Bramantyo, Dwi Wiyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus