Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Panggilan Segar Bagi Pelatih

Adanya klub non-amatir Galatama menarik minat banyak pelatih. Mereka dibayar atau dikontrak seperti juga para pemain. Sinyo Aliandoe bisa hidup dari melatih.(or)

20 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PROFESINYA tak lagi bakal menyedihkan. Klub non-amatir yang terhimpun dalam Liga Sepakbola Utama (Galatama) telah meniupkan angin segar bagi pelatih nasional, Sinyo Aliandu, 39 tahun. Ia dikontrak oleh klub Tunas Jaya dengan bayaran Rp 400.000 per bulan mulai Januari ini. Jika dibandingkan dengan apa yang diterimanya sewaktu melatih tim nasional, angka penghasilan itu memang sedap. Di PSSI, ia hanya mendapat honorarium Rp 150.000 per bulan. Maka ia memilih dunia Galatama. "Melihat prospek yang baik dari Galatama, saya yakin bahwa orang bisa hidup dari melatih," ujar Sinyo. Berasal Flores, Sinyo memulai karier di lapangan hijau sejak kecil. Pada usia 18 tahun, ia menjadi pemain inti bond Perseden, Denpasar. Tiga musim kemudian, ia digaet oleh Persebaya, Surabaya. Tahun 1963, ia bergabung dengan Persija, Jakarta, yang membawanya ke dalam tim nasional. Ia bermain untuk PSSI dari 1964 sampai 1969. Sesudah itu ia mencoba menjadi pelatih. Pernah dibimbing oleh drg. Endang Witarsa, Mangindaan, almarhum Tony Poaknik, dan Detmar Kramer, pelatih Federation Internat10nale de Football Issociation (FIFA) dari Jerman Barat, ia mengasuh klub Indonesia Muda, Tunas Jaya dan Jayakarta. Dalam putaran kompetisi Persija (1975-1978), ia berhasil mengantar Jayakarta ke tangga juara. Dari penanganannya yang terhitung lumayan di berbagai klub itu Sinyo diangkat pula untuk melatih Persija dan PSSI. Ia bahkan diberi kepercayaan untuk mengasuh tim Pra Piala Dunia bersama Tony Pogaknik. Tim ini kesandung di Singapura. Pebruari 1977, PSSI menempati urutan ke4 dari 5 peserta Pra Piala Dunia itu, di bawah Hongkong, Singapura. dan Malaysia. Sinyo diberi kepercayaan menangani tim nasional bukan hanya karena pengalamannya di dalam negeri. Ia juga belajar di Sekolah Pelatih IFA di Kuala Lumpur selama 3 bulan pada tahun 1974. Dua tahun kemudian, ia berkesempatan pula untuk memperdalam cara melatih, sekaligus mempelajari manajemen sepakbola profesional di Inggeris dan Eropa Barat. "Melihat pengalamannya itu, Tunas Jaya membayar Sinyo selayaknya, kata Beniardi dari pimpinan klub itu. Wewenang Besar? Adakah itu berarti bahwa Tunas Jaya harus menjadi juara kompetisi Galatama7 "Mereka tidak menentukan demikian," jawab Sinyo. "Suatu keberhasilan tidak seluruhnya tergantung dari seorang pelatih. Tapi harus ditopang pula oleh kemampuan, bakat, kesehatan, dan kehidupan pribadi pemain, serta organisasinya sendiri." Jalan untuk mengangkat klub Tunas Jaya bagi Sinyo, ayah dari 3 orang putera, bukan tak lapang. Beniardi sendiri sudah memikirkan faktor sampingan yang disebut Sinyo tadi. Untuk 21 pemain non-amatir Tunas Jaya, ia kini mengeluarkan biaya Rp 1,25 juta sebulan. "Kalau nanti mereka diasramakan ongkosnya sekitar Rp 2,5 juta," cerita Beniardi. Gaji pemainnya nanti bergerak dari Rp 100.000 sampai Rp 150.000 sebulan. Dan mereka akan digembleng 8 x 2 jam seminggu. Bagi Sinyo pribadi, kontrak penting sekali. Dia ingin bekerja sesuai dengan hak dan ke wajibannya. "Saya menyarankan agar masalah teknis di lapangan diserahkan sepenuhnya seperti pelatih-pelatih di Eropa," katanya. Keinginan untuk mendapat wewenang yang besar sebagai pelatih, juga menggoda Endang Witarsa, 62 tahur. Tapi -- berbeda dengan pelatih asuhannya, Sinyo -- Witarsa mengatakan ia tak mau dibayar atau dikontrak. "Saya hanya ingin mengukur kemampuan saja. Witarsa kini menggarap klub Warna Agung yang non-amatir. Di situ dia mendapat peluang besar buat bekerja secar profesional pula. Ia bisa melatihnya pagi, siang, dan sore hari selama 5 atau 6 kali seminggu. Sedang di klub amatir seperti UMS, baginya sulit untuk diterapkan sistim itu. "Paling banter 2 atau 3 kali seminggu, itupun hanya sore hari saja," lanjut Witarsa. "Sebab mereka harus mencari nafkah pula." Witarsa mengaku menjalankan praktek sebagai dokter gigi hanya untuk iseng-iseng. Tapi kenapa menolak untuk mengeduk uang lewat kepandaian melatih? "Kalau semua pelatih menjadi profesional, klub-klub sepakbola bisa bangkrut, dong," alasannya. Ketika di PSSI ia hanya mau menerima uang saku bila ke luar negeri saja -- $ 5 sehari -- sama dengan pemain. Pensiunan dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia ini mengawali kecintaan pada sepakbola sebagai pemain di Malang. Kemudian ia main di Surabaya sambil kuliah di FKG. Ia lupa dalam klub apa ia bergabung. "Yang pasti, saya adalah pemain gelandang," kata Witarsa yang berjodoh dengan teman sekuliahnya, drg. Kartika. Endang ini mengaku memetik nama Witarsa dari bekas pemain Persib, Bandung, Aang Witarsa -- orang Sunda asli. Warna Agung yang ditanganinya itu mengeluarkan Rp 7 juta untuk biaya rutin setiap bulannya. "Kalau bukan orang yang gila bola, mana mungkin mau mengeluarkan uang sebanyak itu," kata Endang. Di situ, wewenangnya terbatas. Dalam mengambil keputusan penting menghadapi suatu pertandingan, katanya, "Saya harus selalu berunding dengan 2 orang pelatih lainnya." Rahasia Dengan adanya sistim kontrak, baik untuk pelatih maupun pemain di Galatama, persaingan untuk memberikan gaji pun ikut naik. Tapi tak semua klub terbuka membicarakan soal ini. "Itu rahasia. Pokoknya, cukup," kata pimpinan Perkesa, Acub Zainal ketika ditanya berapa honor pelatihnya, Chairudin Siregar maupun pemainnya. Pokoknya, Galatama menarik minat banyak pelatih. Juga Maryoso, pelatih Persiraja dari Banda Aceh kelihatan ingin bergabung dengan klub-klub Galatama. "Cuma belum ada tawaran," katanya. Namun dia berharap segera kembali ke Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus