JAKARTA Putra dan Sawunggaling gagal memasuki Galatama.
Keduanya menduduki urutan paling bawah dalam pertandingan
seleksi calon anggota Galatama, sedang lima perkumpulan lainnya
terpilih untuk mengikuti putaran kompetisi 1980-1981. Kecewakah
dua klub tadi?
Erwin Baharuddin, Ketua Jakarta Putra, tampak tak begitu
merisaukannya. Para pemain klubnya masih lengkap berkumpul di
asrama yang terletak di pinggir lapangan sepakbola VIJ, Petojo,
dan tetap berlatih. Sebagian besar mereka adalah juga pemain
inti Jakarta Putra dalam kompetisi perserikatan. Jakarta Putra
tergabung dalam Divisi I Persija. "Tak jadi di Galatama," kata
Erwin pekan lalu, "ya, balik lagi ke Persija."
Namun sewaktu mempersiapkan diri mengikuti seleksi Galatama,
klub itu menghabiskan Rp 10 juta selama tiga bulan. Itu belum
termasuk honor pelatih dan sewa asrama. Sebab pelatihnya, Anwar
Dado, yang juga menyediakan rumah sendiri untuk menampung 22
pemain, kebetulan anggota pengurus Jakarta Putra.
Jakarta Putra semula diperkirakan bakal jadi anggota
Galatama, mengingat prestasinya di perserikatan tak begitu
jelek. Bahkan pernah ia menjuarai kompetisi Persija 1961, 1967
dan 1970. Hanya belakangan ini beberapa pemain intinya hijrah ke
klub lain. Seperti Ishak Lisa yang kini di Jayakarta.
"Kalau kiper Aladdin (Reynaldi) tidak sakit waktu melawan
Bintang Timur belum tentu kami tersisih," ujar Erwin. Jakarta
Putra dikalahkan Bintang Timur 0-5. Selain 13intang Timur,
mereka yang lolos seleksi adalah Angkasa, UMS 80, Mercu Buana
dan Makassar Utama. Kelimanya kini menambah jumlah anggota
Galatama jadi 18.
Jakarta Putra belum pasti akan mengadu nasib lagi di
Galatama. "Mencari pemain baik dan sponsor sudah akan lebih
susah," kata Dado. Ia juga mempertimbangkan kemungkinan
pembaglan dlvisdari 18 klub Galatama dalam putaran 1981-1982.
Bila itu terjadi, maka Jakarta Putra, kalau mau ikut, harus
memulai kompetisi di papan paling bawah. "Padahal jika ikut
sekarang, kami yakin Jakarta Putra bisa masuk 10 besar," lanjut
Dado.
Sawunggaling dari Surabaya secara resmi belum membubarkan
diri. Tapi terhitung 7 Oktober klub ini memutuskan hubungan
kerja dengan 17 pemainnya. Di asrama Sawunggaling kini bersisa
empat pemain yang berasal dari luarJawa Timur. Mereka kabarnya
sedang menunggu tiket dari Ketua Sawunggaling, Djoko Sutopo,
untuk mudik. "Mau masuk klub lain tidak pula gampang," kata
Raples Nakamura, pemain yang masih di asrama.
Mengapa? Sawunggaling ternyata masih mengikat dengan suatu
klausul. Yaitu mereka yang ingin pindah ke perkumpulan lain
diharuskan minta persetujuan Sawunggaling terlebih dahulu.
Alasannya, menurut Djoko, Sawunggaling telah mengeluarkan biaya
untuk mereka sebesar Rp 20 juta selama tiga bulan. "Kalau ada
klub yang mau mengambil pemain Sawunggaling, tentu saja,
pengeluaran itu harus diperhitungkan," katanya.
Setelah Sawunggaling gagal dalam seleksi Galatama September
lalu, menurut Raples, memang ada klub yang menawarkan
kesempatan. "Kalau pun mereka harus bayar," sambung pemain Jemmi
Laming, "kami belum tahu apakah mereka masih tertarik. Sebab
kami bukanlah pemain terkenal." Selama di Sawunggaling setiap
pemain, menurut Laming, dapat uang saku Rp 15.000 per bulan,
sedang makan dan pemondokan gratis.
Umumnya pemain Sawunggaling belum berpengalaman. Usia
rata-rata mereka adalah 23 tahun. "Selain mental mereka belum
stabil," kata Djoko, "juga mereka tidak terbiasa bermain pakai
lampu." Pertandingan seleksi yang lalu diselenggarakan malam
hari.
Djoko sebetulnya punya rencana mengikuti kompetisi
perserikatan sambil menunggu kesempatan untuk ke Galatama lagi.
Tapi soal uang belum bisa diatasinya. "Kalau ada dermawan mau
membantu, kami optimistis Sawunggaling akan menjadi klub
tangguh," kata Djoko yang juga Ketua Persebaya. o
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini