USAHA World Badminton Federation (WBF) membujuk Indonesia untuk
berpartisipasi dalam turnamen bulutangkis versi organisasi
tandingan International Badminton Federation (IBF) tak pernah
kendor. Dalam pertemuan dengan pimpinan PBSI di Jakarta pekan
lampau, perutusan WBF Phiensak Sosothikul dan Lee Kin Tat tak
kurang mengungkapkan masalah solidaritas ASEAN guna melicinkan
misi mereka.
Diangkatnya soal solidaritas ASEAN ke gelanggang bulutangkis tak
lain agar Indonesia mau memperlunak sikap mereka terhadap
turnamen WBF. Indonesia, anggota IBF, dalam keterangan terdahulu
menyatakan secara pasti tidak akan ambil bagian pada kejuaraan
yang dilangsungkan di Bangkok nanti. Menurut rencana semula,
kejuaraan akan diselenggarakan dari tanggal 3 s/d 7 Oktober
depan. Karena beberapa anggota WBF tak dapat hadir pada waktu
yang telah disepakati maka penyelenggaraan diundurkan sampai
bulan berikutnya.
Penundaan penyelenggaraan turnamen versi WBF bukan tak punya
dasar lain. Tanggal 12 Oktober depan di London akan berlangsung
pertemuan dewan pengurus IBF. Lewat pertemuan ini WBF ingin
membujuk IBF agar mengizinkan anggotanya untuk berpartisipasi di
kejuaraan WBF. Menurut Ketua Bidang Luar Negeri PBSI, Suharso
Suhandinata, yang juga akan hadir dalam pertemuan IBF nanti,
kemungkinanpemberian izin itu fifty-fifty.
Tapi jika dikaitkan dengan sikap negara-negara Eropa yang
diundang WBF, nota bene adalah pendukung IBF, kemungkinan yang
diperkirakan Suhandinata kelihatan tipis sekali. Sebab belum
satu pun dari negara-negara Eropa tersebut yang telah menyatakan
kesediaan mereka. Juga dari negara-negara lain non-WBF seperti
India maupun Jepang. Tidakkah, seandainya IBF memberikan
dispensasi pada anggotanya untuk mengikuti turnamen WBF, peluang
itu akan merupakan bumerang bagi mereka? Diperkirakan tak ada
jawaban dari negaranegara Eropa maupun India dan Jepang tak lain
punya hubungan erat dengan kekuatiran itu.
Bagaimana dengan sikap Indonesia? "Prinsip PBSI adalah pemain
jangan sampai dirugikan oleh pertentangan kedua badan ini. Kita
mau main dengan siapa saja di seluruh dunia," kata Suhandinata.
Sekalipun kemudian Suhandinata menambahkan adanya keterikatan
PBSI pada IBF dan KONI, Sosothikul menangkap juga yang tersirat
di balik penjelasan tersebut. Di situlah dimasukkannya faktor
kerjasama ASEAN untuk menunjang misinya. "WBF akan tetap
menyambut gembira sekalipun Indonesia hanya mengirimkan pemain
kelas dua atau junior," kata Sosothikul merendah.
Ketika menyampaikan soal solidaritas ASEAN, Sosothikul tak
kurang mengharapkan masalah ini jangan dicampur adukan dengan
masalah lain umpamanya politik. Tapi, tidakkah ia sendiri telah
menyentuh soal politik? Suatu dilema yang tidak gampang bagi
Indonesia (baca PBSI) yang di satu pihak terikat pada
keanggotaan IBF, di lain pihak punya ikatan batin dengan ASEAN.
Di samping berkehendak pula untuk memisahkan masalah politik
dari olahraga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini