"SATU hal yang saya inginkan sebagai petinju adalah menjadi
orang pertama yang meraih mahkota dunia 3 kali." Tekad itu
disampaikan Muhammad Ali, 36 tahun, menjelang pertandingan ulang
melawan Leon Spinks, 25 tahun, di New Orleans, Amerika Serikat
hari Jumat 15 September malam. Ali kehilangan gelar di tangan
Spinks ketika naik ring di Las Vegas, 15 Pebruari lalu.
Sekalipun Ali diungguli oleh para petaroh dengan perbandingan
2-1, namun penampilannya di awal ronde tak kurang membuat
penonton langsung maupun 1 milyard pirsawan televisi menahan
nafas. Karena Spinks nyaris tak memberi peluang pada dirinya
untuk melontarkan pukulan terarah. Pemunculan Ali itu sekaligus
mengingatkan orang pada pertarungan pertama mereka di awal tahun
1978, di mana petinju Muslim Hitam tersebut menjadi bulanbulanan
pukulan lawan.
Tapi kegesitan Spinks itu mulai menurun begitu ronde kedua usai.
Dan peluang tersebut dimanfaatkan Ali dengan cerdik. Ia segera
menggiring Spinks dengan kombinasi jab dan hook. Sejak saat itu,
Ali hampir tak pernah ketinggalan angka lagi. Ketika ronde
ke-14 berakhir, ia bahkan sudah yakin kemenangan berada di
tangannya. Ia mengangkat kedua tangannya menandakan keunggulan
dirinya.
Di sudut lain, Spinks tampak menggeleng-gelengkan kepala. Ia
tampak agak kecewa dengan penampilannya dalam ronde-ronde
sebelumnya. Ia mencoba menebus ketinggalannya dengan bertarung
habis-habisan di babak terakhir, ronde ke-15. Tapi serangannya
itu tak dapat merobek pertahanan Ali yang rapat. Spinks kalah,
sudah.
Wasit Lucien Joubert serta hakim tinju Ernest Cojoe dan Herman
Dutreix menurunkan penilaian sepakat untuk kemenangan Ali. Dua
penilai pertama memilih Ali dengan perbandingan 10 lawan 4
dengan 1 seri. Sementara Dutreix memberikan nilai 11-4. "Terima
kasih Tuhan. Semuanya selesai, sudah," kata Ali memanjatkan
syukur di kamar ganti.
Tapi kemenangan Ali kali ini hanya diakui oleh World Boxing
Association (WBA). Sebab organisasi tinju lainnya, World Boxing
Council (WBC) telah menarik pengakuannya ketika Spinks menolak
mempertahankan gelar dengan bertarung melawan Ken Norton, Maret
lalu. Menurut WBC, juara dunia tinju kelas berat adalah Larry
Holmes yang merenggut mahkota tersebut dari Norton dalam
pertandingan tanggal 9 Juni 1978. Tapi di mata wartawan
olahraga, urutan petinju yang dikeluarkan WBA lebih sering
dijadikan pegangan ketimbang WBC.
Tampilnya Ali di panggung tinju prof sebagai orang pertama yang
meraih gelar juara dunia 3 kali telah membuktikan dirinya bahwa
ia bukan cuma petinju bermulut besar -- julukan yang diberikan
untuk Ali yang suka sesumbar sebelum pertandingan. Karirnya di
ring betul-betul ditopangnya dengan prestasi. Ia muncul sebagai
juara dunia setelah memukul KO Sonny Liston di Miami Beach, 25
Pebruari 1964. Sebelum terjun ke dunia bayaran, ia adalah
pemegang medali emas Olympiade Roma, 1960 untuk kelas berat
ringan. Tahun 1967, gelarnya dicoret lantaran menolak memasuki
dinas militer.
Karirnya baru melonjak lagi sewaktu ia berhasil memukul KO,
George Foreman di Kinshasa, Zaire tanggal 30 Oktober 1974.
Foreman yang mengambil alih gelar dari Frazier tersungkur di
ronde ke-8. Ali sekaligus menyamai rekor Floyd Patterson sebagai
juara dunia tinju kelas berat dalam 2 periode berlainan.
Ketika Ali kehilangan gelar lagi di tangan Spinks, orang
beranggapan itu cuma taktik saja untuk menjadikan dirinya
sebagai petinju pertama yang menjadi juara 3 kali. Meski
anggapan tersebut mungkin ada benarnya, terutama setelah Ali
mengalahkan Spinks kembali, pada waktu itu rasanya tidak
demikian. Sebab dalam pertandingan tanggal 15 Pebruari itu,
secara teknis Spinks jelas lebih unggul dari Ali. Tapi
keunggulan itu cuma berumur 7 bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini