Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Stadion untuk Si Playboy

30 September 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KARIR Dwight Yorke di Manchester United (MU) bolehlah redup, apalagi dengan hadirnya bintang asal PSV Eindhoven, Ruud van Nistelrooy. Posisi bintang yang murah senyum ini di klub itu bisa saja tersingkir. Tapi, bagi masyarakat Negeri Trinidad dan Tobago, nama si keling bergigi putih ini tak akan hilang sekalipun digerus perjalanan waktu. Penyebabnya, nama pemain yang dibeli MU dari Aston Villa ini diabadikan menjadi nama sebuah stadion yang khusus dibuat dalam rangka penyelenggaraan Kejuaraan Dunia Sepak Bola U-17. Stadion yang secara resmi dibuka akhir Juli lalu itu diberi nama Dwight Yorke Stadium. Tempat ini terletak di Bacolet atau tiga kilometer dari Scarborough, kota terbesar di Tobago. Ladang rumput yang dilengkapi dengan peralatan mutakhir khusus dibangun dalam rangka kejuaraan ini. Pembangunan stadion itu sendiri menelan biaya US$ 90 juta atau sekitar Rp 900 miliar. Dengan munculnya stadion ini, Dwight Yorke menjadi satu-satunya pemain yang masih merumput yang namanya diabadikan sebagai nama stadion. Dalam skala lokal, hal serupa terjadi di Tasikmalaya. Nama Susi Susanti diabadikan sebagai nama gelanggang olahraga di kota itu. Sedangkan dua stadion baru lainnya diberi nama atlet lain negeri itu, yakni sprinter Ato Boldon dan bekas pemain kriket Larry Gomes. Ketiga stadion itu dilengkapi lintasan atletik dan memiliki standar internasional. Perdana Menteri Trinidad dan Tobago, Basdeo Panday, menyatakan bahwa penamaan stadion itu bertujuan agar sosok Yorke menjadi contoh bagi masyarakat negeri dua pulau itu. Dia juga berharap kehebatan pemain ini bisa menulari para pemain sepak bola di sana. Kehadiran stadion ini menambah tebal pula harapan publik negeri itu agar sang bintang rela bermain lagi untuk tim nasionalnya. Pasalnya, selepas tur MU ke Asia Tenggara, Yorke menyatakan mundur dari tim nasional. Keputusan itu memang sangat mengecewakan, sekalipun dalam babak kualifikasi Piala Dunia 2002 negeri ini sudah praktis tersingkir. Kekecewaan publik terhadap Yorke bukan sekali ini saja. Sikap tandem Andy Cole di MU ini kerap dipandang kurang memahami keinginan publik negeri itu yang berharap ia banyak berbuat untuk negerinya. Padahal, kecemerlangan karir Yorke tak lepas dari dukungan publik negeri itu. Di pihak lain, Yorke merasa sudah cukup banyak berkorban bagi negerinya, termasuk merelakan separuh nilai kontraknya untuk disumbangkan kepada negerinya. ”Tapi orang-orang sepertinya selalu ingin mendapatkan balasan dari apa yang saya lakukan,” katanya. Sikap ini jelas berbeda dengan bintang asal Liberia, George Weah, yang tidak hanya menjadi ujung tombak tim nasionalnya, tapi juga ikut mencukongi bila tim itu bertanding ke luar negeri. Nah, dengan penghargaan ini, luluhkah hati Yorke? Belum ketahuan sikap pria kelahiran 3 November 1971 itu. Yang jelas, ketimbang tinggal di negerinya sendiri, Yorke lebih betah di Inggris. Selain tak ada lagi yang mengusik, di sana pula ia bebas mengekspresikan kebebasannya, termasuk bertualang mengencani wanita-wanita. ”Saya bebas untuk melakukan apa pun yang saya inginkan dan berkencan dengan tipe wanita mana pun yang saya sukai,” katanya. Irfan Budiman

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus