Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Saparuddin menjadi pusat perhatian di Pekan Paralimpiade Nasional atau Peparnas 2024 Solo. Ia menjadi satu-satunya atlet yang mewakili Sulawesi Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Butuh perjuangan ekstra keras bagi Saparuddin untuk tampil di Solo. Perjalanannya diwarnai berbagai persoalan. Pemuda berusia 15 tahun itu berangkat sendirian, ditemani seorang pelatih dan ofisial, yang bertolak dari Sulbar di ajang multievent olahraga disabilitas ini. Ini juga menjadi pertama kalinya Sulawesi Barat ikut serta di ajang Peparnas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya senang sekali walaupun hanya satu atlet yang berangkat. Apalagi, partisipasi saja di Peparnas ini turut membawa nama daerah. Rasanya bangga sekali,” kata Saparuddin seusai bertanding di Stadion Sriwedari Solo, Senin, 7 Oktober 2024, seperti dikutip dari laman resmi Peparnas.
Dari segi persiapan, modal pemuda berusia 15 tahun itu sangat terbatas. Dia hanya memiliki waktu selama dua bulan untuk latihan. Itu pun dia masih harus berkutat dengan berbagai keterbatasan.
Salah satu tantangan yang dihadapi Saparuddin selama berlatih adalah luka pada jari-jarinya yang kerap muncul. Hal ini lantaran dia seringkali mengayuh kursi roda dengan kecepatan tinggi. Gesekan yang timbul sering membuat tangannya tergores hingga berdarah-darah.
"Luka seperti ini sudah biasa terjadi. Meskipun sampai luka-luka, saya tetap semangat. Namun, hal ini tidak sedikitpun mengurangi motivasi saya untuk tetap latihan,” kata Saparuddin.
Di arena pertandingan, tantangan lain kembali menyapanya. Pada nomor 100 meter putra kategori T52-53 (atlet berkursi roda) di Peparnas ini, Saparuddin harus bertanding dengan atlet-atlet lain yang jauh lebih berpengalaman.
Pertandingan semacam pun berjalan sangat timpang. Ketiga lawannya adalah Gunari Eko Jarot Sandiko (Jawa Tengah), Nandang Wahyudin (Jawa Barat), serta Miswandi (Kalimantan Selatan) yang jauh unggul lantaran sudah banyak memakan asam garam ajang semacam ini.
"Saya sempat merasa deg-degan sebelum bertanding karena lawannya beda level. Kalau dilihat-lihat, mereka sudah jauh lebih berpengalaman. Saat saya baru berlatih dua bulan, mereka sudah bertahun-tahun latihan,” ujar atlet remaja asal Mamuju ini.
Meskipun begitu, dia mengaku kesempatan ini justru memotivasinya untuk kerja keras lagi. "Saya akan terus bekerja keras. Mudah-mudahan suatu saat nanti saya bisa seperti mereka,” kata dia.
Setelah Peparnas ini, Saparuddin berhasrat besar untuk bisa tampil pada edisi berikutnya. "Saya berharap bisa kembali mengikuti Peparnas selanjutnya. Selain itu, semoga ada lebih banyak atlet lagi yang bisa berangkat. Semoga suatu saat saya bisa meraih gelar juara untuk membanggakan nama daerah dan kedua orang tua,” katanya.
Menerjang Berbagai Hambatan
Pelatih Saparuddin, Irwan Ridha, memahami betul perjuangan keras yang telah dilakukan anak asuhnya itu. Dia mengakui proses persiapan untuk memberangkatkan atlet menuju Kota Bengawan sempat diterpa berbagai kendala.
Menurut Ridha, hambatan ini tak terlepas dari status National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Sulawesi Barat yang baru diresmikan pada 12 Agustus 2024. Di saat yang bersamaan, mereka harus mengurus berbagai kelengkapan administrasi untuk bertanding di Peparnas.
Sebelum tampil di Peparnas, Saparuddin sebetulnya sempat mewakili Sulawesi Barat di ajang Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) 2024. Ketika itu, anak asuhnya nyaris mendapatkan medali, tetapi kalah selisih waktu yang tipis dari wakil Jawa Tengah. Terlepas dari hasil minor ini, Ridha menyadari potensi besar yang dimiliki sang atlet.
"Selain karena usianya yang masih muda, ada beberapa cabang olahraga yang bisa dicoba. Selama masa persiapan sebelum berangkat ke sini, kami hanya menjalani latihan mandiri. Kami berlatih di sekolah dan stadion dengan peralatan yang seadanya," tutur Ridha.
Ridha menyadari sepenuhnya tantangan besar yang dialami anak asuhnya ketika harus bertanding dengan atlet-atlet yang punya jam terbang tinggi. Namun, ternyata hal ini tak lantas membuat nyali Saparuddin menciut.
“Kami memang harus turun di level yang tidak semestinya. Provinsi-provinsi lain menurunkan atlet-atlet yang sudah berpengalaman. Namun, saya melihat atlet saya tetap memiliki semangat meskipun harus bertanding di level yang lebih tinggi,” ujarnya.
Lelaki kelahiran Kabupaten Mamuju itu berkomitmen untuk semakin memajukan olahraga disabilitas di daerahnya. Peparnas XVII ini menjadi semangat baru agar Sulawesi Barat bisa tampil lebih optimal pada edisi berikutnya.
"Walaupun kami hanya satu-satunya yang mewakili Sulawesi Barat, perhelatan Peparnas ini menjadi cambuk bagi NPCI Sulawesi Barat, agar empat tahun ke depan bisa mempersiapkan dengan baik. Mudah-mudahan, dalam empat tahun ini, kami bisa berbicara lebih baik lagi,” kata dia.
Pilihan Editor: Presiden Jokowi Sebut Peparnas 2024 Begitu Spesial