Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Laporan investigasi Greenpeace Asia Timur mengungkapkan bahwa pabrikan mobil Jepang, Suzuki menjadi jenama yang menghasilkan emisi paling tinggi. Hal ini dikarenakan Suzuki tidak memiliki kendaraan listrik dalam jajaran produknya, hanya hybrid ringan dan Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam penilaian yang dilakukan Greenpeace, Suzuki meraih hasil 3,2 poin dari total skor 100. Suzuki tercatat belum menjual kendaraan listrik murni hingga saat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kinerja dekarbonisasi dan elektrifikasi Suzuki hampir tidak ada, di saat hampir semua produsen mobil besar beralih dari kendaraan ICE," tulis Greenpeace dalam laporannya tersebut, dikutip dari laman Carscoops hari ini, Jumat, 20 Oktober 2023.
Sementara itu, peringkat kedua ditempati pabrikan mobil Cina, Great Wall Motor (GWM) dengan poin 10,8 poin dari 100. Lalu Toyota mengikutinya di peringkat ketiga dengan 11,9 poin, diikuti Nissan 13,9 poin, dan Honda 14,7 poin.
Greenpeace melaporkan bahwa Toyota hanya menjual 400 unit mobil pada 2022 secara global. Sementara itu GWM yang memiliki penjualan mobil listrik cukup tinggi, tidak mampu meraih poin maksimal dalam hal dekarbonisasi rantai pasokan.
Pabrikan mobil yang meraih poin tinggi dalam hal emisi gas buang dan dekarbonisasi adalah Mercedes-Benz, yakni 41,1 poin dari 100. Kemudian, diikuti pabrikan mobil Jerman lainnya, yakni BMW dengan poin 40. Penjualan mobil listrik BMW berkontribusi 10,32 persen terhadap total penjualannya, sementara Mercedes 7,25 persen.
"Pada akhirnya, kita memerlukan produsen mobil tradisional untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik. Merek-merek seperti Toyota dan Hyundai menghadapi ancaman pasar yang sangat nyata dari semua produsen kendaraan listrik seperti Tesla dan BYD, namun dalam menghadapi perkembangan teknologi, mereka mengalami hambatan," kata Wakil Direktur Program Greenpeace Asia Timur, Ada Kong.
Greenpeace mendesak para produsen mobil untuk mengakhiri penjualan kendaraan bermesin pembakaran di Eropa pada 2028. Sementara untuk wilayah Amerika Serikat, Tiongkok, Korea, dan Jepang, penjualan ICE diharapkan bisa dihentikan pada 2030.
Lebih lanjut Greenpeace juga menginginkan penghentian ICE ini dibarengi dengan investasi daur ulang baterai dan dekarbonisasi. Mereka juga meminta rantai pasokan baja sekaligus transisi yang adil bagi pekerja industri otomotif untuk beralih ke elektrifikasi.
DICKY KURNIAWAN | CARSCOOPS
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto