WANITA pun bisa. Biasanya pria saja menjadi wasit pertandingan
bulutangkis internasional di Istora Senayan, Jakarta. Untuk
turnamen Piala Thomas sekali ini, selain pria, ada pula wanita
yang duduk di bangku wasit.
"Dulu, tak pernah terfikirkan suaN ketika kami akan jadi wasit
bulutangkis," kata Ny. Corry Kawilarang-Sucahyo. Kami? Ya, ada
2 wasit wanita dalam final interzone Piala Thomas mulai pekan
lalu. Seorang lagi adalah Ny. Esther (d/h Then Foek Lian). Tiga
bulan lalu Ketua Panitia Pelaksana Piala Thomas, J.C. Tambunan
menantang partisipasi Corry dan Esther. "Jika wanita Eropa mampu
memimpin pertandingan kelas dunia, mengapa kalian tidak?" tanya
Tambunan. Keduanya kontan menerima tantangan itu. Mereka ditatar
mengenai peraturan pertandingn selama 8 hari, dan lulus dengan
hasil memuaskan.
Perkenalan pertama mereka dengan ejekan publik dan tingkah
pemain nasional adalah sewaktu memimpin seleksi tim Indonesia di
Istora Senayan, 7 s/d 11 Mei lalu. "Mulanya, deg-degan juga,"
cerita Corry. "Rasanya waktu itu saya mau menutup kuping dengan
kapas agar tak mendengar cemoohan penonton."
Corry, juga Esther, tak hanya diuji oleh penonton. Peserta
seleksi pun mencoba kebolehan mereka. Misalnya, saat lie Sumirat
berhadapan dengan Lius Pongoh. Suatu ketika Iie mengembalikan
pukulan lawan. Bola sejajar dengan jaring. Itu segera disapu
Lius. Tapi Iie membiarkannya. Karena ia beranggapan raket Lius
melewati jaring. Iie melirik ke bangku wasit. Corry tak
memberikan reaksi. Sebab ia mengetahui pasti bahwa Lius tak
melakukan kesalahan. "Itu adalah trick (akal bulus) pemain,"
kata Corry. "Kalau tak hati-hati, kita bisa kejebak. "
Dua nyonya ini juga pernah mempergunakan taktik itu di lapangan.
Corry, 29 tahun, pernah meraih 3 gelar nasional (tunggal, ganda,
dan campuran) di tahun 1960, dan kemudian beberapa kali terpilih
menjadi anggota tim Piala Uber. Sedang Esther, 43 tahun
--sekalipun tak pernah melangkah ke tingkat nasional -- pernah
menjadi pemain yang disegani kawasan Jakarta.
Ketika memimpin pertandingan Masau Tsuchida (Jepang) melawan
John Czich (Kanada), Corry sempat tegang juga. Itu terjadi pada
partai kedua. Corry keliru dalam memberikan angka. Apalagi yang
terjadi, kalau bukan suitan ejekan publik. "Lantaran terlalu
berhati-hati, akhirnya salah ucap," katanya kemudian.
Publik memang cepat mengejek wasit mana pun bila ada kekeliruan,
baik dalam menentukan angka maupun bahasa Inggeris yang
dipergunakan. Misalnya, pengucapan angka 6 (six) bisa terdengar.
sick (sakit). Corry dan Esther, menurut pengakuan mereka
memperdalam bahasa Inggeris lewat kursus kilat sebelum
pertandingan Thomas Cup ini. "Agar intonasinya betul," lanjut
Corry.
Buat memimpin turnamen Piala Thomas ini, mereka membuat seragam
biru yang apik -- berbeda dengan pakaian batik untuk wasit
pria, Julius Tetelepta dan Zakir. Publik, sekalipun ada juga
yang usil, secara keseluruhan cukup terkesan dengan penampilan
kedua nyonya ini. "Mereka telah memimpin pertandingan secara
baik," puji Honorary Referee, Herbert Scheele.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini