Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Yang Senja yang Berjaga

Pemain berusia senja masih banyak dijadikan andalan di lini belakang. Siapa saja yang masih bersinar di ujung karirnya?


2 Januari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPAK bola bisa menjadikan seseorang bintang gemilang di langit. Namanya dikenal di hampir seluruh penjuru dunia, tanda tangannya diburu, posternya dipajang di kamar anak-anak tanggung, dan—yang lebih penting—pundi-pundinya menebal. Namun, sebagaimana karir yang tumpuan utamanya adalah fisik, masa keemasan pemain rata-rata tak lebih dari sepuluh tahun. Bahkan, karir ini bisa lebih dini terpangkas bila si pemain mengalami cedera berkepanjangan, seperti Marco van Basten atau Matthias Sammer. Usia 30 tahun adalah lampu kuning. Ia boleh memikirkan apakah sebaiknya berleha-leha menikmati tabungan atau, sebaliknya, mencari karir baru. Apa boleh buat, ini satu keniscayaan.

Namun, selalu saja ada perkecualian. Untuk posisi tertentu, pemain yang senior justru lebih banyak menjadi pilihan pelatih. Posisi itu adalah kiper dan libero. Peran dua posisi ini sekarang jauh berbeda bila dibandingkan dengan sepak bola 20 tahun yang lalu. Dalam sepak bola modern, posisi penyapu (sweeper) kini dijalankan kiper. Libero lebih sebagai penambal bila ada pemain yang lolos dari kawalan dua center back. Libero memang tidak bertugas mengawal langsung, sehingga faktor stamina tidak menjadi pertimbangan. Libero kini juga menjalankan fungsi sebagai gelandang bertahan. "Untuk posisi ini, yang lebih penting adalah visi bermain dan kematangan," ujar pengamat sepak bola Kusnaeni.

Tidak banyak memang yang teruji sampai usia senja mereka. Di antara yang sedikit itu, ada empat nama yang masih cukup berkilap permainannya. Aksi mereka dalam Piala Eropa musim panas akan menarik untuk ditunggu. Berikut ini profil mereka.

Lothar Matthaeus (Jerman)
Lahir:Erlangen, Jerman, 21 Mei 1961
Klub:Bayern Muenchen, Jerman
Gaji:Rp 220 juta per minggu

Rekornya bermain sebagai pemain nasional sangat mengesankan. Hampir 150 kali ia bertanding atas nama Jerman (termasuk untuk Jerman Barat dulu). Namun, momen yang paling berkesan bagi karirnya adalah ketika ia menjadi kapten tim negaranya dalam final Piala Dunia 1990 di Italia. Ia berhasil membawa Jerman menjadi juara dunia untuk ketiga kalinya dengan membekuk Argentina. Peristiwa ini menjadi berbobot lebih bagi Matthaeus karena empat tahun sebelumnya, di Meksiko, juga dalam partai final, ia, yang bertugas mengawal Maradona, kalah ligat dibandingkan dengan kapten Argentina itu. Kemenangan di Italia ini juga berbuah penghargaan pemain terbaik dunia pada 1990 dan 1991.

Posisi aslinya adalah playmaker. Ia mulai menempati posisi libero pada Piala Dunia 1994. Sayang, pada Piala Eropa 1996, ketika Jerman tampil sebagai juara, ia tergusur oleh Matthias Sammer, yang lebih cemerlang. Selain itu, ia tidak kebagian tempat karena pertengkarannya dengan Juergen Klinsmann, yang saat itu memegang ban kapten. Namun, keberuntungan Matthaeus belum mau berhenti. Setelah Sammer didera cedera pada 1997, pelatih nasional Jerman tak punya pilihan selain dirinya.

Matthaeus saat ini boleh dibilang sangat lamban bila dibandingkan dengan masa jayanya. Namun, ia bisa mengompensasikannya dengan pengalamannya yang segudang. Di masa luangnya, putra tukang kayu ini suka bermain tenis dan ski. Sayang, sekalipun lihai mengendalikan irama permainan di lapangan, ia gagal membina rumah tangga. Perkawinannya dengan Lolita Morena, Miss Swiss 1982, yang sudah berbuah putra lelaki bernama Loris, terancam bubar. Kini Matthaeus sedang menjalin hubungan dengan Maren Muhler Wohlfahrt—putri Hans Wohlfahrt, dokter tim Muenchen—yang baru berusia 22 tahun.

Tony Alexander Adams (Inggris)
Lahir:Romford, Inggris, 10 Oktober 1966
Klub:Arsenal, Inggris
Gaji:Rp 220 juta per minggu

Ia adalah kapten Arsenal yang paling banyak mengangkat trofi untuk klubnya. Mengawali debutnya pada musim 1983/1984, ia sudah dipercaya menjadi kapten pada usia 22 tahun, pada 1988. Wajar bila gelar Mr. Arsenal jatuh ke tangannya. Adams tak pelak adalah pemain pilar untuk tim berjulukan Gudang Peluru yang berasal dari London tersebut. Hebatnya, selain tangkas di garis belakang, ia juga mampu mencetak gol lewat sundulan mautnya. Tidak cuma sekali ia menyelamatkan timnya dengan cara ini.

Pada Piala Eropa 1996, ia menjadi kapten tim nasional. Sayang, Inggris gagal di kandang sendiri. "Kesialan" pemain yang dijuluki Keledai (karena pekerja keras) ini berlanjut karena ban kapten beralih ke lengan Alan Shearer. Namun, hal ini tak berpengaruh pada permainan Adams. Sayang, pemain yang pemberani ini punya catatan yang kurang sedap dalam karirnya. Adams yang tergolong alkoholik ini pernah mengalami kecelakaan karena mengendarai mobil sambil mabuk pada 1990. Ia dihukum empat bulan penjara. Sekalipun Adams kini "sembuh", rekannya, Dennis Bergkamp, sering mengeluhkan "napas naga" yang keluar dari mulutnya.

Laurent Blanc (Prancis)
Lahir:Ales, Prancis, 19 November 1965
Klub:Inter Milan, Italia
Gaji:Rp 275 juta per minggu

Bila Anda kiper, berkepala plontos alias gundul, dan kebetulan bermain bersama Blanc, relakanlah ubun-ubun Anda dikecup olehnya. Dan percayalah, ini membawa keberuntungan. Blanc selalu melakukan hal ini pada Piala Dunia tahun lalu atas kiper nasional Fabien Barthez. Hasilnya, Prancis juara dunia untuk pertama kalinya. Tentu saja sumbangan Blanc tidak hanya ciuman bertuah itu. Bersama Marcel Desailly, ia adalah tembok kokoh Les Bleus. Ia juga mengoyak gawang Paraguay dalam perpanjangan waktu di 16 besar tatkala timnya nyaris frustrasi. Sayang, di semifinal, ia terkena kartu merah. Tapi siapa pun tak akan meragukan kecekatan Blanc.

Pendukung Inter Milan pun kini mengidolakannya. Padahal, sewaktu ia baru saja diboyong dari Olympique Marseille dengan transfer US$ 2,69 juta, pendukung bimbang karena usia Blanc sudah senja. Namun, pemain yang pernah membela Napoli dan Barcelona ini langsung memberi bukti. Ia mampu meciptakan terobosan saat Inter mengalami kebuntuan.

Fernando Hierro (Spanyol)
Lahir :Malaga, Spanyol, 23 Mei 1968
Klub:Real Madrid, Spanyol
Gaji:Rp 385 juta per minggu

Nama keluarganya berarti besi dalam bahasa Spanyol—nama yang cocok dengan pembawaan Hierro di lapangan, yang keras dan lugas. Hierro yang tinggi dan bertenaga ini adalah tonggak pertahanan klub Real Madrid dan tim nasional Spanyol. Namun, ia juga mampu berperan sebagai pemain tengah yang andal. Bola-bola mati adalah keahlian utamanya. Tak aneh, bila timnya mendapat hadiah penalti, ia yang maju menjadi algojo.

Di tim nasional, kini ia adalah kapten. Tapi, di Real Madrid, ia dipercaya menjadi kapten bila Manuel Sanchis absen. Bersama klubnya ini, ia mencicipi manisnya menjadi jawara Piala Champions pada 1998 dan Piala Toyota pada tahun yang sama. Sayang, bersama Spanyol, Hierro, yang sudah tampil pada tiga Piala Dunia (1990, 1994, dan 1998), tak pernah berprestasi maksimal.

Yusi A. Pareanom

Rapor Versi TEMPO

MatthaeusAdamsBlancHierro
Visi bermain8998
Skill9899
Stamina7778
Kontribusi untuk tim7988
Daya pikat permainan878,58
Rata-rata7,888,38,2

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum