Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan manajemen konsultansi global, Arthur D. Little (ADL) menerbitkan laporan mengenai pasar mobilitas listrik di Indonesia. Menurut mereka, Indonesia memiliki lima tantangan untuk mengembangkan kendaraan listrik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka mengambil pandangan pragmatis tentang prioritas pemerintah Indonesia untuk mempercepat adopsi kendaraan listrik (EV), serta pengembangan industri baterai, dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adopsi kendaraan listrik sangat penting untuk mengurangi dampak lingkungan yang disebabkan oleh emisi polusi udara dari transportasi jalan, khususnya yang terjadi beberapa kota besar.
Partner Arthur D. Little dan Head of Automotive and Manufacturing Practice di Asia Tenggara, Hirotaka Uchida mengatakan bahwa Industri otomotif merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca paling signifikan di Indonesia, yakni sebesar 27 persen dan menempati peringkat kedua sebagai penghasil emisi terbesar.
"Mengingat target Net Zero pemerintah pada tahun 2060, dekarbonisasi sektor transportasi memiliki peran penting,” kata dia, Senin 1 Agustus 2023.
ADL juga menginformasikan bahwa Indonesia termasuk dalam pasar EV yang sedang berkembang dengan skor 43 dari 100 untuk kesiapan Battery Electric Vehicle (BEV). Hal ini sejalan dengan negara-negara lain, seperti Uni Emirat Arab dan Thailand.
“Dengan peralihan ke kendaraan listrik, Indonesia berharap dapat mengurangi ketergantungan pada impor minyak, serta akan berkontribusi pada ketahanan energi dan membantu membatasi pengeluaran devisa,” ujar Andreas Schlosser, Partner dan Global Head of Arthur D. Little’s Automotive Practice.
Demi mempercepat adopsi kendaraan listrik, pemerintah Indonesia telah melakukan upaya untuk mengembangkan rantai pasokan EV end-to-end sejak 2013. Sampai 2030, Kementerian Perindustrian telah menetapkan target produksi sebanyak 600,000 unit mobil listrik dan 2,45 juta motor listrik.
Target ini diusung setelah Indonesia Battery Corporation (IBC) berencana membangun pabrik baterai dengan kapasitas awal sebesar 10-15 GWh, yang diharapkan dapat digenjot hingga 20 GWh.
Berdasarkan hasil analisis ADL, Indonesia membutuhkan produksi minimal 340.000 kendaraan listrik (56 persen dari target semula) untuk memenuhi kapasitas 15 GWh dari permintaan domestik.
Demi mendukung target tersebut, pemerintah Indonesia telah menawarkan berbagai insentif. Namun langkah-langkah yang ditawarkan oleh pemerintah melalui dorongan regulasi, belum bisa meningkatkan adopsi EV di Tanah Air.
ADL dalam studinya telah mengidentifikasi lima tantangan mendasar Indonesia untuk beralih ke kendaraan listrik. Berikut poin-poinnya:
1. Ketergantungan yang kuat pada produksi Original Equipment Manufacturer (OEM) otomotif yang terbatas.
2. Terbatasnya pengembangan infrastruktur pengisian daya.
3. Pemrosesan nikel yang kurang berkembang.
4. Baterai Lithium Ferro Phosphate sebagai ancaman bagi keberadaan Nickel Manganese Cobalt.
5. Keseimbangan antara keterkaitan regional dan prioritas nasional.
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto