Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mobil

Moge Ramai Diperbincangkan, Adakah Aturannya di Indonesia?

Moge atau motor gede menjadi bahan pembicaraan belakangan ini yang dikaitkan dengan gaya hidup mewah di Kementerian Keuangan.

1 Maret 2023 | 18.42 WIB

Ilustrasi rantai motor sport atau moge. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi rantai motor sport atau moge. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Moge atau motor gede menjadi bahan pembicaraan belakangan ini yang dikaitkan dengan gaya hidup mewah di Kementerian Keuangan.

Memang moge, seperti Harley-Davidson, identik dengan kelas sosial tertentu karena harganya yang tinggi, berforma mesin mumpuni, dan model macho.

Adakah aturan hukum secara khusus mengenai moge?

TENTANG MOGE
Melansir dari sejumlah sumber, penyebutan moge umumnya mengacu pada kapasitas mesin yang dimiliki. Walau besar badan atau dimensi motor biasanya beriringan dengan kapasitas mesin, namun bukan berarti semua sepeda motor dengan dimensi besar masuk dalam kategori ini.

Kebanyakan moge memang harganya tinggi, begitu pula di negara lain.

Jepang menerapkan aturan bahwa moge adalah motor dengan mesin berkapasitas 35 hp (horse power). Pabrikan Suzuki menghasilkan RGV250 dengan kapasitas mesin 250 cc. Namun mampu menembus 60 hp sehingga Jepang menganggap Suzuki RGV250 sebagai moge.

Negeri Sakura membagi pasar sepeda motor menjadi tiga segmen, melansir dari laman motorcyclesdata.com, yakni: 

1. Mini bike, termasuk moge dengan kapasitas mesin 125 cc hingga 250 cc
2. Small bike, motor dengan 250 cc sampai 400 cc
3. Big bike, sekaligus kategori tertinggi adakah motor dengan kapasitas mesin di atas 400 cc. 

UU LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN 
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), dijelaskan knalpot yang laik jalan merupakan salah satu persyaratan teknis kendaraan yang dapat dikemudikan di jalan.

Pemakaian knalpot racing tentu melanggar peraturan ini. Karena selain tidak sesuai standar sebagaimana salah satu persyaratan laik jalan yang harus dipenuhi pengendara, knalpot racing juga menimbulkan kebisingan yang mengganggu orang lain.

Kemudian melansir dari laman korlantas.polri.go.id, aturan penggunaan knalpot kendaraan sebenarnya sudah diatur dalam undang-undang. Peraturan ini tertulis dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2009.

Dalam peraturan ini, disebutkan bahwa motor yang berkubikasi 80-175 cc, tingkat kebisingannya adalah 80 dB. Sedangkan untuk motor di atas 175 cc maksimal bisingnya adalah 83 dB.

Pengguna knalpot bising dapat dikenai sanksi sesuai dengan Pasal 285 ayat (1) UU Lalu Lintas. Pasal ini berbunyi: “Setiap orang yang mengemudikan motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250 ribu."

UU Lallu Lintas juga mengatur perihal tujuh kendaraan yang mendapatkan hak prioritas di jalan. Sebagaimana tertuang pada Pasal 134, berikut Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan: 

a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas
b. Ambulans yang mengangkut orang sakit
c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara
f. Iring-iringan pengantar jenazah, dan
g. Konvoi atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Perihal moge dalam UU Lalu Lintas, menurut Jurnal dari Universitas Negeri Surabaya atau Unesa berjudul “Tinjauan Yuridis Pasal 134 Huruf G Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Terkait Konvoi Motor,” konvoi moge bukan bagian dari kepentingan tertentu seperti yang teruang dalam Pasal 134 huruf g UU LLAJ tersebut.

Itu karena moge tidak memenuhi sebagai kendaraan yang harus diprioritaskan. Konvoi moge dinilai tidak memenuhi kepentingan keagamaan, kepentingan kenegaraan, kegiatan olahraga, dan kegiatan seni dan budaya.

Pilihan Editor: Klub Moge DJP Dibubarkan, Mengapa Moge Jadi Simbol Status Bergengsi

Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus