Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

14 Desember 1998 | 00.00 WIB

Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Orang biasa berbicara di kafe atau di restoran. Tapi Abdurrahman Wahid bertemu dengan Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jenderal Wiranto di Laboratorium Gigi RSAL Mintohardjo, di kawasan Bendunganhilir, Jakarta, Rabu pekan lalu, selama satu jam sejak 15.15. Gus Dur sakit gigi? Tidak, ia awalnya hanya "sukar buka mulut" soal Rakyat Terlatih (Ratih). Maka, Gus Dur menggagas pertemuan itu, sedangkan Wiranto yang menentukan tempatnya--katanya, tempat itu dipilih karena "mudah dijangkau".

Gus Dur, menurut sumber TEMPO, semula tidak setuju dengan ide itu. Sebab, pengalaman Pam Swakarsa menunjukkan bahwa rekrutmen dilakukan di kalangan organisasi berbendera Islam yang beraliran "keras". NU, yang punya pasukan Banser, tak dikontak sama sekali. Maka, Gus Dur bertanya, "Apa itu Ratih? Saya sampai enggak bisa tidur sebab enggak jelas apa itu Ratih." Oleh Wiranto dijelaskan bahwa ada undang-undang yang mengaturnya, sedangkan rekrutmennya dilakukan polisi. Yang bertanggung jawab adalah Panglima ABRI. Dan yang penting: Ratih tidak dipersenjatai.

Gus Dur mengatakan, dalam bayangannya, Ratih itu seperti banpol (pembantu polisi), tapi Menhankam meluruskan anggapan itu seraya menyebutkan bahwa tujuan lainnya adalah menampung banyaknya tenaga kerja yang kena PHK. Gus Dur pun lega, dan berkata, "Kalau seperti itu, dan tanggung jawabnya Pak Wiranto, ya, saya bisa tidur."

Yang jadi soal, "sekutu" Gus Dur di Kelompok Ciganjur, Amien Rais, di Medan, menolak hadirnya Ratih. "Mister Habibie, Mister Wiranto, dan mister yang lain, jangan diteruskan. Batalkan saja (Ratih)," kata Ketua Umum Partai Amanat Nasional itu. Alasan Amien, kalau rakyat dilatih militer, apalagi dipersenjatai, akan segera terjadi perang saudara. Perdebatan rupanya masih akan panjang.

Kabarnya, dari Laboratorium Gigi RSAL itulah lahir gagasan Wiranto untuk mempertemukan Gus Dur dengan Presiden Habibie. Gayung bersambut dengan cepat. Sabtu lalu, di rumah Habibie di kawasan Patra Kuningan, Jakarta Selatan, Gus Dur bertemu dengan Habibie--sebuah pertemuan yang, menurut pengamat Arief Budiman, sangat penting untuk memperkuat legitimasi Habibie. Dan Minggu lalu, Presiden Habibie bersalat subuh bersama sejumlah ulama Jakarta. Satu lagi kartu truf jatuh ke tangan Habibie.

TH, Agus Riyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus