Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) akan membayarkan Tunjangan Kinerja (Tukin) bagi dosen pada 2025. Namun, Kemendiktisaintek menyatakan bahwa pihaknya tidak bisa mencairkan tukin yang belum dibayarkan dari tahun 2020 hingga 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kemudian yang tukin lampau misalnya 2020 sampai 2024 tidak bisa dituntut karena kepatuhan parsial, ketidaksesuaian kementerian saat itu, dan tutup buku," kata Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek Togar M. Simatupang saat dihubungi Tempo pada Jumat, 31 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut surat yang diterbitkan Kemendiktisaintek untuk para pimpinan perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia, Kemendiktisaintek telah mengajukan permohonan tambahan anggaran kepada Kementerian Keuangan. Hal ini disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Kemendiktisaintek pada 23 Januari 2025.
"Ketua Badan Anggaran DPR RI, Bapak Said Abdullah, menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan telah menyetujui anggaran Rp 2,5 Triliun untuk pemberian Tukin pegawai ASN di lingkungan Kemendiktisaintek," tertulis dalam surat yang ditandatangani oleh Togar pada 28 Januari 2025.
Setelah tambahan anggaran disetujui, langkah selanjutnya adalah menunggu penerbitan Peraturan Presiden. Saat ini, Perpres tersebut sudah selesai diharmonisasi dan akan segera diajukan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi kepada Presiden untuk ditandatangani.
Bersamaan dengan proses tersebut, Kemendiktisaintek juga membuat turunan Perpres dengan menyusun Rancangan Peraturan Mendiktisaintek mengenai ketentuan teknis pelaksanaan pemberian Tukin Dosen ASN. Selain itu, surat tersebut menyebutkan bahwa tukin untuk tahun 2025 akan diberikan sesuai dengan prosedur evaluasi kinerja dosen.
Adapun alasan tidak dibayarkannya tukin dari 2020 hingga 2024, kata Togar, karena tidak adanya pengajuan alokasi anggaran serta tidak ditempuhnya proses birokrasi yang seharusnya. "Kemudian yang tukin lampau misalnya 2020 sampai 2024 tidak bisa dituntut karena kepatuhan parsial, ketidaksesuaian kementerian saat itu, dan tutup buku," kata dia.
Menurut Undang-Undang ASN Nomor 20 Tahun 2023, tunjangan kinerja (tukin) bersifat opsional. Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil keputusan dengan prinsip kehati-hatian yang salah satu aspek pertimbangannya adalah berbasis kinerja. Hanya saja karena sudah tutup buku, saat itu, kata Togar, pengukuran kinerja dosen ASN di bawah Kemendiktisaintek tidak dapat dilakukan.
"Tukin itu harus diberikan dengan prinsip kehati-hatian, terukur, akuntabel, prosedural, reformasi birokrasi, dan tergantung kemampuan fiskal. Jadi itu bukan otomatis dan jangan sampai menabrak peraturan," kata Togar.
Persoalan tukin yang tidak dibayarkan sejak 2020 ini disuarakan oleh Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (Adaksi). Mereka pernah mengirim karangan bunga berisi tuntutan pembayaran tukin ke kantor Kemendiktisaintek pada 6 Janauri lalu.
Adaksi pun berencana menggelar aksi lebih besar di Istana Negara pada 3 Februari mendatang. "Dengan satu suara, kami menuntut pemerintah segera membayarkan tukin bagi dosen Kemendiktisaintek tahun 2025, serta memastikan pembayaran tukin bagi semua dosen ASN tanpa terkecuali,” kata Ketua Adaksi Anggun Gunawan dalam keterangan resmi Jumat, 31 Januari 2025.