AULA Fakultas Kedokteran UI yang berkapasitas 600 tempat duduk,
siang 4 Agustus itu penuh sesak. Sejuknya ac tak terasa lagi.
Sumpek. Asap rokok yang beterbangan. Banyak peminat yang
hanyabisa mengikuti pertcmuan di dalam lewat video tape yang
diletakkan di luar.
Soalnya: ini acara menarih acara dengan kebebasan. Dan itu
segera terlihat. Ketika Menteri Riset Prof Sumitro
Djojohadikusumo, yang bertindak sebagai moderator mempersilakan
pembicara berikutnya untuk maju, Menteri PAN Sumarlin pun segera
berdiri mendekati mikropon. Tapi tiba-tiba seoraulg nlahasiswa
berteriak: "Sebentar Pak Sumarlin, ada yang mau bicara." Seorang
gadis (mahasiswi tentunya), cukup manis dan mengenakan jaket
biru cepat maju ke depan dengan secarik pernyataan yang
tergenggam di tangannya: "Forum pertemuan ini menunjukkan adanya
kejujuran dan kesediaan pemerintah untuk memecahkan berbagai
persoalan" kata pernyataan itu.
Tapi toh oleh beberapa mahasiswa pertemuan dijuluki sebagai
"pakct penjelasan." Ini bisa dipahmi karena suasana dialog yang
bebas memang tak tercapai. Beberapa pertanyaan, yang mengenai
hal-hal "sensitif", tidak dijawab. Sebagai moderator Sumitro
juga dianggap tak memberi kesempatan penanya untuk menyanggah
kembali jawaban para menteri.
Para mahasiswa kurang puas dengan pertemllan itu. Ketua Dewan
Mahasiswa UI, Lukman Hakim, menyebut dialog dengan 7 menteri itu
'tidak ada apa-apanya." Katanya: "Mereka hanya bisa bicara soal
data saja. Kalau cuma begitu kirim saja bahan tertulis dan suruh
baca para mahasiswa, selesai."
"Pertemuan tanggal 4 Agustus itu menecewakan, karena masalah
kenaikan tarif bis kota tidak dipermasalahkan sewajarnya,"
komentar Sekjen DM Trisakti, Boedi Swidarmoko. Mahasiswa
Jakarta, katanya, akan terus memperjuangkan soal kenaikan tarif
angkutan umum. Perjuangan untuk membatalkan kenaikan tarif bis
kota yang sudah setengah jalan dilalui, merupakan prioritas
utama. "Pokoknya mahasiswa jangan puas dengan pertemuan itu
saja," katanya.
Sementara Sekretaris DM Universitas Kristen Indonesia, Imam
Parikesit menilai positif pertemuan itu. "Hanya disayangkan
forumnya terlalu besar sehingga kelihatannya terbuka untuk
umun1. Dengan forum seluas itu mahasiswa kurang bisa mencurahkan
perasaannya lebih banyak. Saya menyarankan agar jumlahnya lain
kali bisa dikurangi, tapi para pejabat supaya lebih banyak,"
ujarnya. Imam menyayangkan belum diikut sertakannya para
pengambil keputusan seperti Wijoyo Nitisastro, Kaskopkamtib
Sudomo dan Menteri Dalam Negeri Amirmachmud, "sehingga menteri
yang hadir hanya bisa menjawab dengan kata-kata 'saya kira . .
.," katanya.
Meskipun beberapa persoalan yang disentuh tidak sampai tuntas
dibahas dan beberapa pertanyaan yang berani dibiarkan tak
terjawab, pertemuan itu membawa faedah juga. Paling tidak kita
sudah bisa melemparkan uneg-uneg," tukas Markus Mali, ketua
dewan mahasiswa Universitas Krisnadwipayana. Kata-kata keras
memang terlontar dalam pertemuan yang sesak dan sumuk itu,
tetapi sopan santun masih terjaga di depan mimbar. Kalau pun ada
amarah, dia agaknya habis bersama usainya pertemuan itu. "Memang
hanyak pertanyaan mahasiswa yang bikin kuping merah, tapi
teman-teman menteri itu tidak apaapa," kata Rektor UI Mahar
Mardjono.
Dialog ini menurut Mahar Mardjono sudah dia usulkan sejak dua
tahun yang lalu. "Saya minta mereka sebagai teman sesama Ul, dan
bukan sebagai menteri," ceritanya. Tanggal 8 dan 9 Agustus
pertemuan yang sama akan berlangsung di Yogyakarta. Tanggal 12
dan 13 di Bandung dan minggu berikutnya di Surabaya dan Ujung
Pandang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini