SAYA ingin melihat Jepang sebagai teman sejati Asia Tenggara."
Kata-kata itu diucapkan PM Takeo Fukuda, 72 tahun, sebelum
meninggalkan Tokyo. Keinginan Fukuda itu nampaknya terwujud di
awal minggu ini, sesaat setelah kelima Kepala Pemerintahan ASEAN
selesai ber-KTT. Dan hasil dialog PM Fukuda dengan kelima
pemimpin ASEAN itu sungguh seperti yang diinginkan keputusan KTT
tersebut.
Mulai Menlu Romulo, Rajaratnam, Rethauddin, Malik dan Widjojo
Nitisastro ketika ditanya TEMPO, umumnya memuji spontan akan
sikap pemimpin Jepang itu. Strategi ASEAN menghadapi dialog itu
Inemang sudah dipersiapkan jauh hari. Belum prnah sebesar itu
ASEAN meletakkan harapannya pada Jepang seperti sekarang.
Sebaliknya kunjungan Fukuda rupanya sudah dipersiapkan pula
untuk memenuhi kehendak ASEAN. Maka ketika diajukan permintaan
bantuan hutang sebesar $ 1 milyar untuk membangun kelima proyek
industri ASEAN, PM Jepang itu menyatakan dengan senang hati akan
mempertimbangkannya.
Kali ini para pemimpin ASEAN itu tampaknya lebih suka bicara
blakblakan. Sekalipun Menteri Perdagangan Radius Prawiro sudah
menyampaikan hasrat meminjam uang itu ketika memimpin misi 7
Menteri ASEN ke Tokyo, para Kepala Negara itu agaknya merasa
baru puas kalau menyatakan secara langsung kepada orang perama
di Jepang.
Sekalipun mungkin merasa kurang berkenan untuk berbincang soal
angka dalam forum puncak itu, Fukuda ada juga mengingatkan satu
persyaratan penting: "Jepang tak akan memberikan bantuannya,"
kata Fukuda, "jika sesuatu proyek ASEAN itu belum dijamin akan
menguntungkan."
Jepang juga menyatakan bersedia membuka pasarnya untuk mengimpor
lebih banyak barang dari ASEAN. Soal stabilisasi penghasilan
ekspor (Stabex) dari komoditi ASEAN, telah pula menjadi
perhatian Jepang. Dan Jepang berhasrat membantu kepentingan
ASEAN dalam dialog Utara-Selatan, di Paris, juga dalam forum
UNCTAD yang kini bermarkas besar di Jenewa. Jepang juga sepaham
dengan ASEAN untuk mencela kecenderungan meluasnya proteksi di
negara-negara industri, hingga merugikan ekonomi ASEAN.
Di sektor swasta, atas permintaan kelima pemimpin SEAN, Fukuda
menyatakan bersedia menggalakkan investasi modal Jepang dan
pengalihan teknologinya. Fukuda juga menjamin bahwa bantuan
bilateral Jepang dengan setiap anggota ASEAN tak akan berkurang
sebagai akibat peningkatan kerjasama multilateralnya dengan
ASEAN.
Fukuda juga menyetujui agar kerjasama dibidang sosial budaya
ditingkatkan. "Agar tercapai saling pengertian dan kepercayaan,"
katanya. Soal 'kepercayaan' itu nampaknya amat diharapkan
Fukuda. Dan kalau masih ada yang was-was akan peranan Jepang di
bidang militer, maka Fukuda minta dengan sangat agar fikiran
begitu dibuang jauh-jauh. "Pokoknya jangan khawatir," kata
Fukuda. "Karena Jepang sudah bertekad untuk tidak menjadi
kekuatan militer lagi." Menurut Fukuda, Jepang bertekad untuk
berperan sebagai kekuatan "stabilisator di Asia dan sebagai
bangsa yang secara ekonomis penting di dunia."
Selain Fukuda, dari Australia tarnpil PM Malcolm Fraser,
disertai PM Robert Muldoon dari Selandia Baru. Baik Fraser
maupun Muldoon membawa misi untuk meningkatkan kerjasama dengan
ASEAN. Tapi di antara trio non-ASEAN itu, Australia dipandang
agak mengecewakan. Kenapa?
Australia yang melakukan tindakan proteksi, dianggap tak
menguntungkan ekspor dari ASEAN. Akibat politik proteksinya,
banyak barang ekspor keluaran ASEAN jadi terpukul. Sekalipun
bantuan Australia kepada ASEAN cukup berarti, tapi neraca
perdagangan antara Australia dengan ASEAN memang masih terasa
sangat timpang. Dengan Indonesia, ketimpangan itu cukup
menonjol. Sampai sekarang ekspor Indonesia ke Australia dengan
barang Australia yang masuk Indonesia adalah 1: 6.
Meskipun tak bersedia mengendorkan proteksi, Fraser mengusulkan
dan ini diterima ASEAN - agar dibentuk satu komite bersama untuk
mempelajari masalah perdagangan ini. Australia juga menyetujui
meningkatkan bantuannya kepada ASEAN dari A$ 90 menjadi A$ 250
juta. Tapi semangat ASEAN sekarang lebih menyenangi kelonggaran
dagang daripada mendapat bantuan uang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini