Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=brown><B>Suap</B></font><BR />’Suap’ Mencukur Hutan

Bupati Simeulue, Nanggroe Aceh Darussalam, Darmili, dilaporkan menyuap pejabat Departemen Kehutanan. Terbongkar melalui sepucuk surat.

1 September 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUP, tangan kanan Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban menutup mulut—tanda ia enggan berbicara kepada wartawan. Tapi juru tinta mendesak dan Kaban tak tahan juga. Sebentar kemudian, seusai salat Jumat di kompleks Manggala Wanabakti, Senayan, Jakarta, pekan lalu, ia berbicara soal pengalihan fungsi hutan menjadi kebun sawit di Kabupaten Simeulue, Nanggroe Aceh Darussalam.

Yang dikomentari Kaban adalah dugaan suap oleh Bupati Simeulue, Darmili, yang dilontarkan Gerakan Anti-Korupsi (Gerak) Aceh. Oleh Gerak, Darmili dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi karena dituding menyuap Siti Romlah, anggota staf Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan, Rp 190 juta. Gerak menuding Darmili menyogok Siti untuk memuluskan tukar guling lahan hutan 5.000 hektare dengan lahan lain.

Kaban menganggap tudingan ini politis. ”Yang memperkarakan pesaing politiknya,” katanya. Koordinator Gerak, Akhiruddin Muhyiddin, bertahan bahwa ini adalah perkara korupsi. ”Ini upaya (transaksi) di bawah tangan,” ujarnya.

Darmili mengirim surat kepada Menteri Kehutanan Malem Sambat Kaban, 9 April 2007. Dalam surat itu, Darmili menagih izin pengalihan fungsi hutan untuk kebun sawit. Pemerintah Simeulue mengganti hutan yang dibabat itu dengan lahan lain melalui proses tukar guling. Lokasinya di Kecamatan Teupah Selatan dan Teluk Dalam.

Menurut Gerak, Darmili membuat surat ini saat ia berstatus tersangka karena telah mengalihkan fungsi hutan meski rekomendasi pemerintah pusat belum ia kantongi. Saat surat itu dikirim, sidang perkara telah berjalan 20 hari. Pengadilan Negeri Banda Aceh, yang menyidangkan kasus ini, memvonis Darmili setahun penjara, Mei lalu. Darmili minta banding dan kini berstatus tahanan luar.

Syahdan, adalah Darmili dan Yazid, Direktur Perusahaan Daerah Kebun Sawit, yang membuka lahan kebun sawit di area yang semula hutan itu. Kebun Sawit adalah perusahaan yang didirikan Darmili dan dimiliki Pemerintah Kabupaten Simeulue.

Gerak menyatakan Darmili terang-terangan mengaku telah mengirim uang itu ke rekening Siti di Bank Mandiri Cabang Gedung Pusat Departemen Kehutanan, Senayan, Jakarta. Uang ini disebutnya untuk tim pengkajian terpadu yang menentukan kelaikan alih fungsi hutan itu. Tapi, hingga tahun lalu, tim itu belum pernah turun ke Simeulue. Badan Planologi Kehutanan dua tahun sebelumnya mengirim surat ke kantor Gubernur Aceh bahwa tim terpadu sedang melakukan penelaahan teknis.

Dalam surat, Darmili menagih, apa hasil penelaahan teknis itu. Ia terang-terangan menyebutkan percepatan terbitnya izin ini sangat dibutuhkan sebagai dokumen yang bisa meringankannya di persidangan. Kata Akhiruddin, Darmili menyalahgunakan wewenang. ”Ia berusaha mempengaruhi pejabat Departemen Kehutanan dan di situ ada permainan uang,” ujar Akhiruddin.

Darmili membantah uang yang dikirimnya itu suap. Menurut dia, itu keharusan dari Departemen Kehutanan. ”Lagi pula uang itu kecil untuk pekerjaan survei yang besar,” katanya. Kepala Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan—lembaga di Badan Planologi—Dwi Sudharto juga menampik. Uang itu, kata dia, untuk ongkos tim yang terdiri atas 20 orang selama bekerja di Simeulue. Siti Romlah, ujar Dwi, adalah anggota staf yang bekerja untuknya. Uang tadi, menurut dia, digunakan untuk biaya tim. Ia merujuk surat keputusan Menteri Kehutanan tahun 2001, diperbarui 2007, yang menyebutkan biaya survei pengalihan fungsi lahan ditanggung pemohon.

Kata Dwi, tim terpadu telah bekerja sejak 2005. Meski begitu, karena Darmili tersandung kasus hukum, tim itu baru ke lokasi Mei lalu. Selain itu, area hutan tersebut masuk kawasan hak pengusahaan hutan, sehingga Menteri Kehutanan belum menerbitkan izin pengalihan lahan. ”Fitnah besar kalau uang itu untuk menyuap kami,” kata Dwi. Ia juga berargumentasi, undang-undang menyebutkan pengalihan fungsi hutan harus mendapat persetujuan Kementerian Lingkungan Hidup, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan perguruan tinggi. Inilah yang membuat tim tak segera turun.

Sunudyantoro, Adi Warsidi (Banda Aceh), Rina Widyastuti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus