Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LEWAT tengah malam, telepon seluler Mohammad Ubaibillah tiba-tiba berbunyi. Pria 28 tahun yang baru saja terlelap itu bergeming. Sekali, dua kali, Ubai masih tetap tak beranjak dari peraduan. Lima belas menit kemudian, ketika suara telepon itu makin mengganggu, baru dia bereaksi.
”Kamu enggak ada kerjaan, ya, malam-malam mengganggu,” ujar pemilik perkebunan cengkeh dan lada itu dengan nada tinggi. Di seberang terdengar suara Muhammad Surgawi, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, yang menghubunginya langsung dari Jakarta.
”Anda betul berniat menjadi calon anggota legislatif partai kami?” kata Surgawi, seperti ditirukan Ubai. Pria asal Lampung itu pun mengiyakan. Surgawi mengajukan beberapa pertanyaan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Lampung itu. Sepuluh menit kemudian, ”wawancara” kelar.
Esoknya, Ubai mendatangi kantor Dewan Perwakilan Wilayah Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia Lampung untuk menyerahkan berkas administrasi. Karena posisi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Lampung dari Partai Persatuan Nahdlatul Ummah telah terisi, Ubai diplot menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam lembar daftar calon anggota legislatif partainya yang diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum, 19 Agustus lalu, nama Ubai bertengger di urutan paling atas untuk daerah pemilihan Lampung. Padahal Surgawi mengaku tak mengenal Ubai sebelumnya.
Begitulah, sistem perekrutan yang diterapkan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah memungkinkan kejadian itu. Dengan biaya Rp 8 juta, partai ini memasang iklan di empat media cetak dan meminta calon anggota legislatif mengirim pesan pendek ke nomor telepon Surgawi.
Setelah itu, ia menerima empat ratusan pesan setiap hari. Isinya sama: melamar sebagai calon anggota legislatif. Para pengirim pesan kemudian dihubungi tengah malam. ”Yang tidak diangkat, langsung dicoret,” kata Surgawi. Selanjutnya adalah proses seperti yang dijalani Ubai.
Memang, empat partai politik yang diloloskan Komisi Pemilihan Umum pada 15 Agustus lalu harus bekerja ekstrakeras mengumpulkan daftar calon wakilnya. Partai Buruh, Partai Sarikat Indonesia, Partai Merdeka, dan Partai Persatuan Nahdlatul Ulama Indonesia bersama 34 partai yang telah ditetapkan Komisi harus mengumpulkan daftar calon anggota legislatif paling lambat pada 19 Agustus.
Sementara Partai Persatuan Nahdlatul Ummah memilih jalur iklan, Partai Sarikat Indonesia mengoptimalkan calon wakilnya untuk merekrut calon lain. Misalnya Dharmayuwati Pane, 52 tahun, calon nomor satu Partai Sarikat Indonesia untuk Dewan Perwakilan Rakyat mewakili daerah pemilihan Jakarta Timur. Doktor bidang teknologi pendidikan dari Jerman ini menjadi andalan partai dalam merekrut calon perempuan.
Terbukti, di daerah pemilihannya yang terdiri atas tujuh calon, lima di antaranya perempuan. ”Itu hasil pendekatan saya semua,” kata Dharmayuwati. Dosen, konsultan pendidikan, dan pemilik salah satu sekolah internasional di Jakarta ini juga berhasil memboyong puluhan perempuan masuk partai, yang disebar ke beberapa daerah pemilihan.
Perekrutan calon di Partai Merdeka pun mengerahkan pengurus di daerah. Tobias Ranggie, 51 tahun, yang saat ini menjabat Ketua Dewan Perwakilan Wilayah Partai Merdeka Kalimantan Barat, ikut sibuk menjaring calon.
Empat hari berturut-turut Tobias bertemu dengan mantan anggota partai yang kini bergabung dengan partai lain dan orang baru yang akan di- approach menjadi calon Partai Merdeka. ”Setiap hari saya bertemu 30 orang dan menjelaskan hal yang sama berulang kali,” ujarnya. Usahanya lumayan. Dari delapan daerah pemilihan di Provinsi Kalimantan Barat, lima sudah terisi.
D.A. Candraningrum
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo