Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Assalamualaikum, Pak Ketua," kata Puji Suhartono, Ketua Wilayah Bali Partai Persatuan Pembangunan, kepada Akhmad Muqowam di Restoran Lotus, Bidakara, Jakarta, Kamis pekan lalu. Keduanya lalu bersalaman—dan berangkulan.
Muqowam, yang baru saja kalah dalam perebutan posisi Ketua Umum PPP, tetap dipanggil dengan sebutan "Pak Ketua" oleh pendukungnya. "Menurut kami, hanya Pak Muqowam yang bisa memimpin dan membawa PPP menjadi lebih baik," kata Puji kepada Tempo.
Muktamar yang berlangsung pada 3-6 Juli di Bandung mengukuhkan Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum PPP. Ia meraup 859 dari total 1.184 suara. Muqowam meraih 281 suara, dan kandidat lainnya, Ahmad Yani, 39 suara. Setelah muktamar, pendukung dan anggota tim sukses Muqowam kerap berkumpul di Pancoran. "Saya kecewa karena kalah oleh sikap pragmatis," kata Muqowam.
Muqowam pantas kecewa. Kekuatan yang dikantonginya sebelum muktamar membuatnya percaya diri. Sejumlah tokoh senior PPP menyatakan dukungan. Misalnya Ketua Majelis Pertimbangan Pusat Bachtiar Chamsyah, mantan ketua dan legislator Endin Soefihara, mantan legislator yang juga Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Jawa Tengah Arief Mudatsir Mandan, serta Ketua PB Nahdlatul Ulama Said Aqil Siradj.
Dua kandidat calon ketua umum juga sekubu dengan Muqowam untuk menjegal Suryadharma. Muchdi Purwoprandjono, yang batal maju karena tak memenuhi syarat, menyatakan dukungan kepada Muqowam sebelum muktamar dimulai. "Saya ingin melihat kejayaan PPP seperti waktu lalu," kata mantan Deputi V Badan Intelijen Negara itu.
Kandidat lain, Ahmad Yani, bahkan sudah membuat kesepakatan dengan Muqowam di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, ketika membesuk Bachtiar Chamsyah, sehari sebelum muktamar. "Kalau dua tahap, yang jumlah suaranya kecil akan bergabung," kata Muqowam.
Mengakhiri kepemimpinan Suryadharma juga merupakan alasan tokoh-tokoh senior PPP mendukung Muqowam. Seorang fungsionaris partai mengatakan para tokoh senior kecewa lantaran perolehan suara partai yang anjlok dalam Pemilihan Umum 2009. Jumlah kursi di Dewan Perwakilan Rakyat turun dari 58 menjadi hanya 38.
Selain itu, Suryadharma dinilai "membuang" pesaingnya pada muktamar 2007, yakni Arief Mudatsir dan Endin. Walau masing-masing diberi jabatan ketua dewan pengurus pusat, wewenang mereka nihil atau "diompongkan".
Pada Pemilihan Umum 2009, dua tokoh ini "dibuang" ke daerah yang bukan basis partai. Alhasil, keduanya gagal menjadi legislator. "Kami dirangkul, tapi tak diajak," kata Endin.
Suryadharma punya pendapat lain. Menurut dia, PPP masih memiliki banyak pengikut dan pemilih. Perolehan 5,3 persen suara pada 2009 sudah maksimal karena banyak yang memprediksi PPP hanya akan meraih dua persen.
"Itu kegagalan bersama," katanya. "Tapi, sebagai panglima, saya memang bertanggung jawab." Soal penempatan Endin dan Arief, kata Suryadharma, itu merupakan hasil keputusan kolektif partai.
Setelah menang dalam muktamar, Suryadharma berjanji akan merangkul para kandidat lain dalam kepengurusan partai. Ia juga optimistis bisa merekrut 12 juta kader. Namun janji itu dianggap pepesan kosong mengingat pengalaman 2007. "Saya tidak percaya Surya," kata Endin. "Partai berada di tubir jurang."
Tito Sianipar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo