Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PETANI asal Madiun itu mengeluhkan cara memanen padi Super Toy HL-2 yang berbatang alot. Kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menghadiri panen perdana padi itu di Desa Grabag, Purworejo, Jawa Tengah, April lalu, ia pun meminta dibuatkan alat pemanen yang cocok.
Sang petani juga meminta Tauyung Supriadi, penemu varietas baru padi itu, terus mengembangkan varietas lainnya. ”Kalau bisa, nuwun sewu, dikembangkan varietas yang hanya tumbuh batang dan buahnya. Tanpa daun,” ujarnya.
Presiden menjawab teknologi padi itu masih terus dikembangkan. ”Pak SBY bukan ahlinya, kita serahkan kepada ahlinya agar padi lebih banyak batang dan buahnya serta tegak berdirinya.” Para pejabat pusat dan daerah, juga ratusan orang yang hadir, manggut-manggut—mirip acara Kelompencapir pada masa Soeharto dulu.
Super Toy merupakan persilangan padi Rojolele dan Pandanwangi. Tauyung, 30 tahun, dan PT Sarana Harapan Indopangan, yang mendistribusikan benihnya, mengklaim varietas ini bisa menghasilkan 13 ton gabah per hektare. Hanya dengan sekali tanam, padi ini juga disebutkan bisa tiga kali dipanen.
Tak mengherankan, Presiden berkali-kali menyebut nama Tauyung dalam pidatonya. Ia menganggap varietas ini ”temuan penting di tengah krisis pangan dunia”. Di depan para undangan, ia meminta ”sang penemu” berdiri. Di akhir acara, Kepala Negara juga berdialog dengan Tauyung, yang mengatakan Super Toy merupakan ”sumbangsihnya untuk negara”.
From hero to zero: tak sampai setengah tahun padi Super Toy memanen protes. Awal September ini, para petani Desa Grabag menuntut ganti rugi. Alih-alih padi tanpa daun, Super Toy yang dihasilkan pada panen kedua ternyata kopong alias tak berisi. Menurut petani, hasil panen sebelumnya pun tak sesuai dengan klaim Sarana Harapan Indopangan.
Protes pun merembet ke Istana. Penyebabnya: Heru Lelono, anggota staf khusus Presiden Bidang Otonomi Daerah, merupakan sponsor Super Toy. Ia adalah Komisaris PT Sarana Harapan Indo Corp., yang menaungi Sarana Harapan Indopangan. Membangun laboratorium tak jauh dari kediaman Presiden di Cikeas, Bogor, Sarana Harapan Indo Corp. juga membawahkan PT Sarana Harapan Indo Hydro. Nama terakhir populer dengan blue energy, proyek mengubah air laut menjadi bahan bakar, yang ternyata juga bodong.
Tauyung masuk lingkaran Istana melalui Iswahyudi, Direktur PT Sarana Harapan. Iswahyudi dan Heru merupakan pengurus Gerakan Indonesia Bersatu, organisasi para pendukung Yudhoyono yang didirikan pada Juni 2002. Heru sekretaris umum dan Iswahyudi wakilnya. Adapun Yudhoyono adalah ketua dewan penasihat.
Iswahyudi mengatakan bertemu dengan Tauyung tak sengaja ketika ia berkunjung ke Bantul, Yogyakarta, dua-tiga tahun lalu. ”Saya tertarik pada temuan padinya yang bagus tapi aneh,” ujarnya. Setelah panen pertama, bonggol padi yang disisakan akan tumbuh tunas dan malai baru. Dia pun mempromosikannya kepada Heru Lelono. Dengan persetujuan Heru, Tauyung direkrut menjadi anggota staf peneliti Sarana Harapan.
Tauyung menuturkan versi lain. Dia mengingat pertemuan pertamanya dengan Iswahyudi sekitar September 2007 di Sleman, Yogyakarta. Dua bulan kemudian, ia dikenalkan kepada Heru Lelono. ”Saya dikenalkan di kantor Gerakan Indonesia Bersatu,” kata Tauyung. Organisasi itu berkantor di Jalan Wijaya, Jakarta Selatan.
Setelah bertemu dengan Heru, padi hasil persilangan Tauyung diberi nama keren: Super Toy HL-2. ”Super” diambil dari Supriyadi dan ”Toy” dari Tauyung. Adapun ”HL”, mudah ditebak, merupakan akronim dari nama Heru Lelono. ”Ide saya menambahkan nama Heru Lelono biar kelihatan ada orang terkenalnya,” kata Tauyung.
Tauyung semakin mengenal lingkaran Cikeas ketika hadir pada acara peletakan batu pertama pembangunan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pangan, Energi dan Air alias Centre for Food, Energy and Water Studies pada 20 November 2007. Di sana pula ia bertemu dengan Djoko Suprapto, ”penemu” blue energy, dan putra bungsu Yudhoyono, Edy Baskoro.
Sejak itu, Tauyung sangat terkenal di kampungnya sebagai peneliti yang dekat dengan Istana. Bak pejabat tinggi negara, ia pun ke mana-mana selalu dikawal. Juli lalu, Tempo melihat Tauyung ditemani seorang pria bertubuh gempal. Si pria bertubuh besar ini mengaku biasa beraktivitas di Istana. Ditanya soal pengawalan ini, Tauyung membenarkan. Katanya, ”Untuk pergi ke desa saja, saya mesti minta izin.”
Yuliawati, Iqbal Muhtarom, Heru C.N. (Purworejo), Eko Widianto (Madiun)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo