Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENENTENG seikat padi, gambar Megawati Soekarnoputri terpajang di kemasan benih padi lima kilogram. Di bawahnya tertera tulisan ”Mari Sejahterakan Petani. Gunakan Benih Unggul Padi EMESPE”. Semua berasosiasi pada singkatan nama Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu: MSP.
Seratus ton benih disiapkan untuk pemilihan umum tahun depan. Benih itu akan dibagikan gratis ke masyarakat oleh para calon anggota legislatif dari Partai Banteng itu. ”Tiap calon akan mengganti biaya produksi Rp 5.000-6.000 per kilogram,” kata Lukman Hakim, Ketua Departemen Riset Tepat Guna, Penelitian, dan Pengembangan PDI Perjuangan.
Mari Sejahterakan Petani atau disingkat MSP merupakan program yang dicanangkan Megawati di Cariu, Bogor, 18 Desember 2007. MSP bisa fleksibel dipanjangkan: Megawati Soekarnoputri atau Mega Sejahterakan Petani. ”Simpatisan di daerah lebih mengenalnya menjadi Padi Mega,” kata Lukman.
Padi Mega ditemukan Surono Danu, 56 tahun. Pada Juni 2007, kader PDI Perjuangan Lampung itu menunjukkan hasil persilangan tiga varietas padi ini ke pengurus pusat. Ia mengklaim varietas ini memiliki rentang usia pendek dengan malai yang lebih bernas dibanding padi lokal atau hibrida. Hasil panennya bisa satu setengah hingga dua kali lipat padi lain.
Penasaran dengan cerita ini, politikus PDI Perjuangan seperti Theo Syafei dan Mindo Sianipar mengunjungi pusat penyilangan benihnya di Lampung. Dari situ padi temuan Surono berkembang menjadi alat politik partai.
Alumnus Institut Pertanian Bogor ini awalnya menamai varietas temuannya ”Banteng Ucul” alias banteng lepas. Belakangan, nama itu diubah menjadi Sertani, yang merupakan kependekan Serikat Tani Indonesia, sayap politik baru PDI Perjuangan. Belakangan nama itu diubah lagi menjadi EMESPE.
Begitulah, padi sering menjadi alat politik. Super Toy HL-2 pun tak lepas dari kepentingan ini. Sponsor varietas ini adalah Gerakan Indonesia Bersatu, organisasi yang didirikan para pendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Beberapa partai lain juga menggunakan isu pangan ini untuk berkampanye.
Seperti juga politik, kisah padi EMESPE tak selalu mulus. Pekan lalu, petani di Serdang Bedagai, Sumatera Utara, memprotes hasil panen Padi Mega itu. Mereka mengatakan hanya memperoleh panen 5 ton gabah per hektare, jauh dari klaim awal. Di beberapa desa, hasil panen bahkan hanya 3 ton per hektare. Padahal petani yang menggunakan benih Ciherang rata-rata bisa memanen 7 ton per hektare.
Yuliawati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo